Puisi: Bandung (Karya Acep Zamzam Noor)

Puisi "Bandung" karya Acep Zamzam Noor menciptakan gambaran tentang pengalaman manusia dalam kota, perasaan terlupakan, perjuangan, dan ....
Bandung (1)


Aku menggelinding
Hanya debu
Tertiup dari sudut ke sudut
Terseret-seret irama kota yang riuh
Hanya debu aku
Melayang-layang, lalu jatuh, lalu luluh
Lalu turun hujan menggemuruh

Aku kuyup!
Hanya debu, sekedar debu
Dikibas kendaraan lalu
Dan deru angin-Mu


Bandung (2)


Aku menggeliat
Matahari tenggelam
Selamat malam!
Kesenyapan dan kegelapan
Tubuhku pecah, tubuhku bongkah-bongkah
Dalam perang brubuh

Aku dikocok-kocok kegaduhan kotaku
Yang redam dan geram
Aku dibanting-banting, dibentur-bentur
Pada dinding-dinding lingkunganku
Diguyur hujan yang lebat
Sia-sia melawan
Sia-sia jadi Pahlawan


Bandung (3)


Tak kutemui kamu
Tak kutemukan jua aku
Hanya debu, hanya debu
Menitahkan hidupku

Di manakah kamu
Di manakah jua aku
Hanya debu, hanya debu
Setiap waktu angin menderu

Setiap waktu aku lupa pada-Mu.


1981

Sumber: Tamparlah Mukaku (1982)

Analisis Puisi:
Puisi "Bandung" karya Acep Zamzam Noor adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan perasaan, pengalaman, dan atmosfer kota Bandung. Melalui tiga bagian yang berbeda, puisi ini menyampaikan berbagai makna tentang kota dan perasaan manusia terhadapnya.

Bandung (1)

  • Gambaran Kota: Puisi ini dimulai dengan gambaran tentang kota Bandung yang riuh, dijelaskan dengan kata-kata seperti "Terseret-seret irama kota yang riuh." Ini menciptakan citra sebuah kota yang hidup dan penuh dengan aktivitas.
  • Perasaan Terlupakan: Puisi ini menciptakan perasaan bahwa penulis merasa seperti "debu," hampir tak terlihat dan terabaikan dalam kesibukan kota. Perasaan ini mencerminkan perasaan terlupakan atau tidak dihargai.
  • Transformasi Melalui Hujan: Puisi ini menggambarkan perubahan dari keadaan "debu" menjadi basah dan hidup ketika hujan turun. Ini dapat diartikan sebagai metafora untuk transformasi atau perubahan dalam kehidupan seseorang.

Bandung (2)

  • Matahari Tenggelam: Bagian kedua puisi ini menciptakan gambaran matahari yang tenggelam, menandakan akhir hari dan kedatangan malam. Ini menciptakan suasana kesenyapan dan kegelapan.
  • Konflik dan Ketegangan: Puisi ini menggambarkan perang batin atau konflik dalam diri penulis. Kata-kata seperti "Tubuhku pecah" dan "kegaduhan kotaku" menciptakan gambaran ketegangan dan perjuangan dalam menghadapi kehidupan kota.
  • Perjuangan yang Sia-Sia: Meskipun penulis mencoba melawan dan menjadi "Pahlawan," ia merasa perjuangannya sia-sia. Ini mencerminkan perasaan putus asa atau ketidakberdayaan dalam menghadapi tantangan kota.

Bandung (3)

  • Kehilangan dan Lupa: Bagian terakhir puisi ini menciptakan perasaan kehilangan dan lupa. Penulis mencari sesuatu atau seseorang, tetapi merasa kesulitan menemukannya. Ini mencerminkan perasaan kebingungan dan keterpisahan.
  • Hubungan dengan Alam: Puisi ini menggunakan unsur alam seperti angin dan debu untuk menciptakan perasaan keterhubungan dengan alam dan ketidakpastian kehidupan.
  • Perasaan Kehilangan Identitas: Di bagian ini, penulis menggambarkan dirinya sebagai "hanya debu" dan bahwa ia sering lupa pada Yang Maha Kuasa. Ini menciptakan gambaran tentang perasaan kehilangan identitas dan spiritualitas.
Puisi "Bandung" karya Acep Zamzam Noor adalah sebuah karya sastra yang menciptakan gambaran tentang pengalaman manusia dalam kota, perasaan terlupakan, perjuangan, dan perasaan kehilangan. Melalui gambaran alam dan suasana kota, puisi ini menciptakan atmosfer yang kuat dan mengundang pembaca untuk merenungkan makna yang lebih dalam tentang kehidupan dan kota tempat kita tinggal.

Acep Zamzam Noor
Puisi: Bandung
Karya: Acep Zamzam Noor

Biodata Acep Zamzam Noor:
  • Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
  • Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.
© Sepenuhnya. All rights reserved.