Puisi: Sang Hyang Nari Ratih (Karya Kinanthi Anggraini)

Puisi "Sang Hyang Nari Ratih" karya Kinanthi Anggraini menggambarkan perjalanan spiritual seorang pemuja dalam menghadapi konflik antara dosa dan ...
Sang Hyang Nari Ratih


Kala itu sang pemuja naik ke atas dahan
atas berhelai daun yang terpetik puluhan
yang jatuh di tepian sungai air telaga
hingga mengenai lingga di sampingnya
kaki sang pemuja melangkah pada pohon bila
yang tenggelam di beningnya air nirwa telaga
dihuni oleh sepasang pelinggih dan lingga.

Tersadar, sang pemuja ada pada malam siwaratri
saat dimana ia menyayat dosa dan menyesali
meminta maaf pada arwah yang telah diburu
untuk daging, tulang dan beribu bulu-bulu

Tibalah, arwah sang pemuja hendak dibawa ke neraka
dihalau batara siwa dari cengkraman dua cingkrabala
sang hyang nari ratih bersaksi atas dosa yang terbeli
pengakuan dosa sang pemuja, pada malam siwaratri.


Bali, 26 Mei 2014

Sumber: Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2018)

Analisis Puisi:
Puisi "Sang Hyang Nari Ratih" karya Kinanthi Anggraini adalah sebuah karya yang menggambarkan pengalaman spiritual seorang pemuja, dimana ia menghadapi refleksi diri dan perjuangan melawan dosa dalam konteks keagamaan.

Simbolisme Alam dan Keagamaan: Puisi menggambarkan adegan sang pemuja naik ke atas dahan, yang diisi dengan berhelai daun yang terpetik. Hal ini dapat diartikan sebagai simbol dari perjalanan spiritual yang dihadapi oleh pemuja, yang memanjat ke keberadaan yang lebih tinggi. Lingga dan pelinggih yang muncul di tepian sungai air telaga menandakan kehadiran keagamaan dalam alam.

Momen Siwaratri sebagai Puncak Spiritual: Pemuja menyadari eksistensinya pada malam Siwaratri, momen sakral dalam agama Hindu. Pada saat itu, sang pemuja mengakui dosa-dosanya, menyesali perbuatannya, dan meminta ampun kepada arwah yang pernah diburu untuk daging, tulang, dan bulu-bulu. Ini menciptakan suasana introspeksi dan pertobatan dalam puisi.

Konflik antara Surga dan Neraka: Konflik muncul ketika arwah sang pemuja hendak dibawa ke neraka, tetapi dihalau oleh Batara Siwa dari cengkeraman dua cingkrabala. Hal ini menciptakan permainan kekuatan antara kebaikan dan kejahatan, dan menggambarkan pertempuran antara surgawi dan duniawi.

Sang Hyang Nari Ratih sebagai Saksi Dosa: Sang Hyang Nari Ratih muncul sebagai saksi terhadap dosa-dosa sang pemuja. Saksi ini kemudian memberikan pengakuan atas dosa yang telah terbeli. Keberadaannya menjadi pendorong bagi sang pemuja untuk menghadapi akibat dari perbuatannya dan menghadapi pertanggungjawaban.

Pengakuan Dosa dan Pertobatan: Puisi menyoroti momen pengakuan dosa sang pemuja dan perasaannya yang tenggelam dalam rasa penyesalan. Pertobatan menjadi elemen kunci dalam puisi ini, di mana sang pemuja berusaha untuk membersihkan diri dari beban dosa melalui introspeksi dan permohonan maaf.

Puisi "Sang Hyang Nari Ratih" karya Kinanthi Anggraini adalah puisi yang menggambarkan perjalanan spiritual seorang pemuja dalam menghadapi konflik antara dosa dan pertobatan pada malam Siwaratri. Dengan menggunakan simbolisme alam dan keagamaan, puisi ini menciptakan suasana yang mendalam dan sarat makna, merangsang pembaca untuk merenung tentang perjalanan spiritual dan pertanggungjawaban atas perbuatan.

Kinanthi Anggraini
Puisi: Sang Hyang Nari Ratih
Karya: Kinanthi Anggraini

Biodata Kinanthi Anggraini:
    Kinanthi Anggraini lahir pada tanggal 17 Januari 1989 di Magetan, Jawa Timur.

    Karya-karya Kinanthi Anggraini pernah dimuat di berbagai media massa lokal dan nasional, antara lain Horison, Media Indonesia, Indopos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Basis, Sinar Harapan, Banjarmasin Post, Riau Pos, Lampung Post, Solopos, Bali Post, Suara Karya, Tanjungpinang Pos, Sumut Pos, Minggu Pagi, Bangka Pos, Majalah Sagang, Malang Post, Joglosemar, Potret, Kanal, Radar Banyuwangi, Radar Bojonegoro, Radar Bekasi, Radar Surabaya, Radar Banjarmasin, Rakyat Sumbar, Persada Sastra, Swara Nasional, Ogan Ilir Ekspres, Bangka Belitung Pos, Harian Haluan, Medan Bisnis, Koran Madura, Mata Banua, Metro Riau, Ekspresi, Pos Bali, Bong-Ang, Hayati, MPA, Puailiggoubat, Suara NTB, Cakrawala, Fajar Sumatera, Jurnal Masterpoem Indonesia, dan Duta Selaparang.

    Puisi-puisi Kinanthi Anggraini terhimpun di dalam buku Mata Elang Biru (2014) dan Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2018). Karya-karyanya juga diterbitkan dalam cukup banyak buku antologi bersama.

    Nama Kinanthi Anggraini tertulis dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017).
    © Sepenuhnya. All rights reserved.