Puisi: Guru yang Tak Punya Malu (Karya Acep Syahril)

Puisi "Guru yang Tak Punya Malu" tidak hanya menciptakan gambaran yang kompleks tentang peran guru, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan ...
Guru yang Tak Punya Malu


Bertahun-tahun mereka belajar dari kalian guru yang selalu membuat
banyak kesalahan dan kelalaian guru yang kemudian membuat
murid-muridnya jadi malu pada dirinya sendiri kini kalian
semakin tak mereka mengerti padahal mereka tau kalian juga
sama seperti mereka hanya debu yang menempel di lidah waktu.

Lalu diam-diam mereka belajar dari kelalaian kalian tanpa semadi atau
menyepi dari keramaian tapi menyelam dalam lautan kalian berenang
berenung di dalamnya tanpa mencari tepian sembari bertanya pada
rasa malu itu.

Bertahun-tahun mereka belajar dari gurunya yang selalu membuat banyak
kesalahan dan kelalaian yang berlangsung seperti pemandangan pagi hari
di kebun teh di situ mereka juga belajar dari keramahannya yang ternyata
menyimpan banyak belahan dunia.

Ow terima kasih daun teh katanya kalian telah mengajarkan kami
untuk tidak melakukan kelalaian seperti yang diajarkan guru-guru kami
sebab ketika orang-orang di luar pikiran kami sibuk membungkus dunia
guru-guru kami malah sibuk membungkus diri sendiri.

2011

Analisis Puisi:
Puisi "Guru yang Tak Punya Malu" karya Acep Syahril mengeksplorasi tema kompleks terkait peran dan pengaruh seorang guru dalam kehidupan murid-muridnya. Dalam puisi ini, penyair menyajikan pemikiran yang mendalam tentang pembelajaran dari guru yang memiliki kelemahan, kesalahan, dan kelalaian.

Pandangan Terhadap Guru: Penyair memberikan pandangan yang realistis dan kritis terhadap guru. Meskipun guru dianggap sebagai figur otoritas dalam proses pembelajaran, mereka juga manusia yang memiliki kelemahan dan kesalahan. Pemilihan judul "Guru yang Tak Punya Malu" menunjukkan bahwa penyair memandang guru sebagai sosok yang terkadang tidak merasa malu atas kelalaiannya.

Proses Pembelajaran yang Tersembunyi: Puisi ini menyiratkan bahwa murid-murid belajar tidak hanya dari pengajaran langsung guru, tetapi juga dari kesalahan dan kelalaian yang diperlihatkan oleh guru. Meskipun secara terang-terangan mereka tidak mengerti, namun dalam diam, murid-murid menyelam dan berenang dalam lautan pengalaman guru.

Analogi Kebun Teh: Penggunaan analogi kebun teh sebagai pemandangan pagi hari memberikan dimensi baru pada makna puisi. Daun teh di sini mewakili pengalaman guru, dan belahan dunia yang disebutkan merujuk pada pengetahuan dan kebijaksanaan yang tersembunyi di balik kesalahan dan kelalaian.

Pertanyaan pada Rasa Malu: Puisi mengeksplorasi konsep rasa malu, dan pertanyaan diajukan pada rasa malu itu sendiri. Murid-murid diajak untuk bertanya pada rasa malu, menelusuri asal usulnya, dan mencari pemahaman lebih dalam terhadap perasaan tersebut.

Terima Kasih kepada Daun Teh: Penutup puisi menyampaikan ucapan terima kasih kepada daun teh, yang dianggap sebagai pengajar yang memberikan pelajaran untuk tidak melakukan kelalaian seperti yang diajarkan oleh guru-guru mereka. Ini menciptakan kontras antara pandangan guru yang terlalu terlibat dengan diri sendiri dan daun teh yang memberikan pelajaran tanpa kesombongan.

Pesan Moral dan Refleksi: Puisi ini mengundang pembaca untuk merenung tentang hubungan guru-murid, pentingnya kesalahan dan kelalaian dalam proses pembelajaran, serta pentingnya rasa malu sebagai aspek refleksi diri.

Puisi "Guru yang Tak Punya Malu" tidak hanya menciptakan gambaran yang kompleks tentang peran guru, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan nilai pembelajaran yang dapat diambil dari situasi dan pengalaman yang tidak sempurna. Dengan gaya bahasa yang lugas dan gambaran yang kuat, Acep Syahril berhasil menyampaikan pesan kritis dan reflektif melalui karyanya.

"Puisi: Guru Yang Tak Punya Malu (Karya Acep Syahril)"
Puisi: Guru yang Tak Punya Malu
Karya: Acep Syahril
© Sepenuhnya. All rights reserved.