Puisi: Teluk (Karya D. Zawawi Imron)

Puisi "Teluk" menggambarkan keindahan dan kekayaan alam, sekaligus menyiratkan makna filosofis yang mendalam.
Teluk


Kaubakar gema di jantung waktu
Bibir pantai yang letih nyanyi
Sembuh oleh laut yang berloncatan
Memburu takdirmu yang menderu
Dan teluk ini
Yang tak berpenghuni kecuali gundah dan lampu
Memberangkatkan dahaga berlayar
Berkendara seribu pencalang
Ke arah air mata menjelma harimau
Pohon-pohon nyiur pun yakin
Janjimu akan tersemai
Dan di barat piramid jiwa
Berkat lambaian akan tegak mahligai senja
Senyum pun kekal dalamnya.


1979

Sumber: Bulan Tertusuk Lalang (1982)

Analisis Puisi:
Puisi "Teluk" adalah karya sastra yang menggambarkan keindahan dan kekayaan alam, sekaligus menyiratkan makna filosofis yang mendalam. Diciptakan oleh D. Zawawi Imron, seorang penyair Indonesia yang dikenal dengan karya-karya puitisnya, puisi ini menggugah perasaan pembaca melalui penggunaan bahasa yang indah dan imajinatif.

Gema Kaubakar di Jantung Waktu: Puisi ini dibuka dengan gambaran "Kaubakar gema di jantung waktu," yang dapat diartikan sebagai suara atau getaran yang menciptakan suasana dramatis di dalam waktu itu sendiri. Ini bisa menjadi metafora bagi kekuatan emosi atau peristiwa bersejarah yang meninggalkan bekas di hati dan waktu.

Bibir Pantai yang Letih Nyanyi: Bahasa metaforis digunakan untuk menggambarkan bibir pantai yang "letih nyanyi." Ini dapat dimaknai sebagai keindahan alam yang terus-menerus berbicara atau melantunkan lagu kehidupan, walaupun mungkin telah mengalami kesulitan atau kelelahan.

Sembuh oleh Laut yang Berloncatan: Penggambaran laut yang berloncatan menunjukkan vitalitas dan kekuatan alam. Laut di sini mungkin dianggap sebagai penyembuh atau pelipur lara bagi bibir pantai yang letih. Ada pesan harapan dan kekuatan dalam proses penyembuhan alami ini.

Teluk yang Tak Berpenghuni Kecuali Gundah dan Lampu: Teluk dihadirkan sebagai tempat yang sunyi dan sepi, hanya dihuni oleh "gundah dan lampu." Hal ini menciptakan nuansa kesunyian yang kontras dengan gambaran alam yang hidup dan bersemangat sebelumnya. Lampu bisa mencerminkan harapan dalam kesunyian.

Dahaga Berlayar, Berkendara Seribu Pencalang: Bahasa puitis digunakan untuk menggambarkan perjalanan atau pencarian. "Dahaga berlayar" mungkin merujuk pada keinginan atau hasrat yang sedang dikejar. "Berkendara seribu pencalang" dapat diartikan sebagai perjalanan yang penuh rintangan dan tantangan.

Air Mata yang Menjelma Harimau: Penggunaan metafora "air mata menjelma harimau" memberikan kesan kuat dan penuh makna. Mungkin melambangkan kekuatan atau keganasan yang muncul dari kesedihan atau ketidakpastian.

Pohon-Pohon Nyiur Pun Yakin: Pohon-pohon nyiur yang yakin menunjukkan keyakinan alam atau alam semesta pada janji atau harapan yang diungkapkan. Ini bisa mencerminkan kearifan alam dan kepastian akan pemenuhan janji.

Piramid Jiwa dan Mahligai Senja: Penggambaran piramid jiwa dan mahligai senja menciptakan citra spiritualitas dan keabadian. Senja di sini bukan hanya senja fisik, tetapi juga simbol keindahan yang abadi dan kebahagiaan yang langgeng.

Senyum yang Kekal: Puisi ini diakhiri dengan gambaran senyum yang kekal. Ini bisa menjadi pesan positif tentang keabadian kebahagiaan, kebahagiaan yang dapat dipertahankan meskipun melalui perjalanan hidup yang sulit.

Dengan menggunakan bahasa metaforis dan gambaran yang kaya, puisi "Teluk" mengeksplorasi tema-tema kehidupan, alam, dan spiritualitas. Pesan-pesan dalam puisi ini membangun atmosfer yang puitis dan mendalam, memungkinkan pembaca untuk merenung dan menggali makna di balik kata-kata yang dipilih dengan cermat.

Puisi D. Zawawi Imron
Puisi: Teluk
Karya: D. Zawawi Imron

Biodata D. Zawawi Imron:
  • D. Zawawi Imron lahir pada tanggal 1 Januari 1945 di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.