Puisi: Sita (Karya Sapardi Djoko Damono)

Puisi "Sita" karya Sapardi Djoko Damono menggambarkan perspektif Sita, karakter utama dalam epik Ramayana. Puisi ini memperlihatkan kekuatan, ...
Sita

:
Kusaksikan Rama menundukkan kepala
ketika aku berjalan mengitarinya
sebelum terjun ke api
yang disiapkan Laksmana –
aku yang memerintahkannya
agar bergetar sinar mata
si pencemburu itu
menyaksikan permainanku.
Aku sepenuhnya tahu
siapa diriku
tetapi ia tak pernah memahami
hakikat api.
Yang berkobar di bawah sana
bukan api tapi air yang meluap
di permukaan telaga
dan di tepat tengahnya
mengambang bunga padma
yang kilau-kemilau daunnya:
seperti perjalanan pulang rasanya
ketika aku terjun ke bawah sana.
Jilatan api menerimaku
dan mendudukkanku
di singgasana kencana
tepat di samping Rama;
saat itu kudengar Agni, Sang Dewa Api,
“Maaf, aku terpaksa mengejawantah
karena tak tahan terbakar
panas tubuhmu, Sita!
Butir-butir peluh kebencian
di seluruh tubuhmu
tidak menguap dalam api,
bunga yang terselip di telingamu
mekar bagai kena cahaya matahari!”
Bebas sudah rasanya aku
dari ksatria yang dulu disuratkan
mematahkan Gendewa .
Namun, ada yang lebih berhak
dan lebih bijaksana
menyusun cerita, ternyata –
dibawanya kembali aku
ke Ayodhya, menjadi permaisuri.
Ah, Batara
yang berkuasa atas api,
mengapa tak kaubiarkan saja
aku menyatu denganmu?


Sumber: Melipat Jarak (2015)

Catatan:
Sita = Nukilan dari sebuah drama puisi, Namaku Sita (2012).

Analisis Puisi:
Puisi "Sita" karya Sapardi Djoko Damono menggambarkan perspektif Sita, karakter utama dalam epik Ramayana. Puisi ini memperlihatkan kekuatan, kebijaksanaan, dan keberanian Sita, serta menciptakan suatu pandangan yang berbeda terhadap peristiwa dramatis di dalam kisah Ramayana.

Pandangan Sita Terhadap Peristiwa Api: Puisi dibuka dengan deskripsi Sita yang menyaksikan Rama menundukkan kepala sebelum dia terjun ke dalam api yang disiapkan oleh Laksmana. Sita menggambarkan perintahnya kepada Laksmana untuk membuat mata Rama bergetar, dan menyatakan bahwa Rama tidak pernah memahami hakikat api. Ini menciptakan kontras antara pengetahuan Sita tentang api dan pemahaman yang terbatas Rama.

Bunga Padma di Permukaan Telaga: Dalam penggambaran penuh warna, Sita menyatakan bahwa di bawah api sebenarnya ada air yang meluap di permukaan telaga. Bunga padma yang mengambang di tengah-tengah telaga menjadi simbol perjalanan pulang Sita. Ini menciptakan gambaran harmoni alam dan keindahan di tengah-tengah kehancuran.

Dialog dengan Agni, Sang Dewa Api: Puisi mencapai puncaknya saat Sita didudukkan di singgasana kencana tepat di samping Rama setelah terjun ke dalam api. Agni, Sang Dewa Api, memberikan pengakuan tentang keberanian Sita. Dialog ini mengungkapkan kekuatan dan keteguhan hati Sita dalam menghadapi ujian api, sekaligus menyoroti kecantikan dan keanggunannya yang tak terpengaruh oleh panas api.

Pembebasan dari Ksatria dan Kembalinya ke Ayodhya: Sita merasa bebas dari citra ksatria yang disematkan padanya dan mendengar bahwa ada yang lebih bijaksana dalam menyusun cerita, yang membawanya kembali ke Ayodhya sebagai permaisuri. Ini menciptakan perasaan pembebasan dan transformasi karakter Sita, yang tidak hanya dikenang sebagai korban penculikan, tetapi juga sebagai wanita yang kuat dan bijaksana.

Pertanyaan Terakhir pada Batara Agni: Puisi ditutup dengan Sita mengajukan pertanyaan pada Batara Agni, mengapa tidak membiarkannya menyatu dengan api. Pertanyaan ini mencerminkan keinginan untuk menyatukan diri dengan kekuatan alam dan menjadi satu dengan kebijaksanaan yang lebih besar.

Gaya Bahasa dan Metafora: Sapardi Djoko Damono menggunakan gaya bahasa yang puitis dan metafora yang kaya. Penyair memadukan gambaran alam dengan perasaan dan pemikiran karakter, menciptakan lapisan makna yang mendalam dan nuansa keindahan yang khas.

Puisi "Sita" tidak hanya menghadirkan suatu reinterpretasi terhadap tokoh Sita, tetapi juga menggugah pemikiran tentang kekuatan perempuan, kebijaksanaan, dan keseimbangan dalam menghadapi ujian kehidupan. Kesempurnaan puisi ini terletak pada cara Sapardi Djoko Damono memadukan unsur mitologi, emosi, dan filosofi dalam satu karya yang indah dan berkesan.

Puisi Sapardi Djoko Damono
Puisi: Sita
Karya: Sapardi Djoko Damono

Biodata Sapardi Djoko Damono:
  • Sapardi Djoko Damono lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah.
  • Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020.
© Sepenuhnya. All rights reserved.