Puisi: Fiktif (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Fiktif" karya Taufiq Ismail menggambarkan ketidakadilan, konsumerisme berlebihan, dan kehampaan dalam masyarakat modern.
Fiktif

Kata fiktif masuk ke dalam kertas cetak biru lalu menyelami kerangka besi beton stadion olahraga kota-madya yang sedang dilas sore hari, bunga apinya bepercikan ke segala arah seperti kunang-kunang merah tapi padam sebelum mencapai tanah.

Dua belas bulan kemudian stadion itu ambruk berselengkang patah-patah pada acara musik keras yang dua belas ribu penontonnya sangat marah dan semua menyumpah-nyumpah, kaca mobil parkir dipecah dan polisi menyerah kalah.

Fiktif menjadi kata kerja, masuk ke simpul ganglia, pembuluh arteri dan vena, memicu semua glandula dan secara ajaib membuat jaringan birokrasi lapis atas bergairah kerja, berpuluh tahun menuangkan dinamika tak bertara, mencambuk pembangunan berpacu melawan waktu.

Menjelang tutup abad arsitektur pemerintahan sudah bopeng penuh karat,  tiang dan kasaunya dimakan rayap, lantainya kumuh dan dindingnya berpeluh, di sana-sini pagu ditopang bambu karena rusak seluruh, atap-atap bocor gawat dan kaki administrasi terseok-seok darurat.

Fiktif jadi kata benda dan bersenyawa secara fisik dengan permukiman keluarga mirip istana dengan tampak muka gaya gotik Eropa dan garis kontur Mediterania, berlantai marmar Italia, sekolah anak-anak di mancanegara, liburan di lima benua, koleksi keramik dinasti Chi dan mobil balap Lamborghini, pembibitan harta di lima ratus bentuk bisnis utama, bukit, gunung, rimba dan pulau khatulistiwa, disertakan juga sepuluh negara sub-tropika.

Memasuki abad baru selapis tipis birokrat betapa dahsyat kaya raya, bahkan dalam ukuran bundaran dunia. Ajukan semua kriteria, mereka penuhi itu semua. Lihatlah alat nafas mereka yang siap dengan seperangkat nasihat dikutip dari penataran setiap saat, perhatikan lipatan kulit perut terbuai melompati gesper ikat pinggang dan lemak kembung meliputi pipi kanan dan kiri, ciri sebuah generasi lima lapis 30-an, 40-an, 50-an, 60-an dan 70-an yang tumbuh, kukuh dan tak kunjung runtuh, diisi tangki penuh enersi komisi dan angka yang fiksi.

Kata sifat bertransisi ke kata kerja, kata kerja beringsut diseret kata hubung dan berhenti penuh pada kata benda.

Di lapangan parkir mahasiswa terbenam kesibukan membawa kain rentang panjang penuh alfabet kapital dan tanda seru ancaman, besok malam dimaksudkan sekaligus jadi kain kafan, berdesak-desak riuh rendah menggergaji batang leher fiktif, kenyal luar biasa. M
ana bisa.

1998

Sumber: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1998)

Analisis Puisi:

Puisi "Fiktif" karya Taufiq Ismail adalah sebuah kritik sosial yang dalam, menggambarkan kompleksitas dan ironi dalam budaya dan politik modern. Melalui metafora yang kuat dan gambaran yang menggugah, Ismail membawa pembaca untuk merenungkan tentang kedangkalan dan ketidakmampuan masyarakat untuk membedakan antara realitas dan fiksi.

Kontras antara Realitas dan Fiksi: Puisi ini menyoroti perbedaan antara apa yang dianggap "fiktif" dan apa yang dianggap "nyata" dalam masyarakat. Meskipun fakta-fakta nyata seperti stadion yang runtuh dan bangunan pemerintahan yang rusak menjadi kenyataan yang tak terbantahkan, kata "fiktif" menjadi lebih dominan dan berpengaruh, bahkan mengatur jalannya kehidupan.

Kritik terhadap Budaya Konsumtif: Ismail menyampaikan kritiknya terhadap budaya konsumtif yang berlebihan, di mana masyarakat tergoda oleh materi dan kekayaan palsu. Penggambaran permukiman mewah yang dihiasi dengan barang-barang mahal, seperti mobil balap Lamborghini dan koleksi barang mewah lainnya, menggambarkan obsesi masyarakat terhadap kekayaan material.

Ironi Politik dan Birokrasi: Puisi ini menggambarkan ironi politik dan birokrasi yang korup, di mana kekayaan dan kekuasaan berada di tangan sedikit orang yang memiliki kontrol penuh atas nasib masyarakat. Meskipun mereka dianggap sebagai pemimpin yang kuat, pada kenyataannya, mereka hanya memperkaya diri sendiri tanpa memperhatikan kepentingan rakyat.

Kehampaan dan Kebuntuan: Melalui penggambaran aksi mahasiswa yang tidak berarti dan perjuangan mereka yang sia-sia, Ismail menggambarkan kehampaan dan kebuntuan dalam upaya melawan sistem yang korup. Bahkan upaya untuk mengungkap kebenaran atau memperjuangkan perubahan sering kali terhalang oleh kekuatan yang lebih besar.

Puisi "Fiktif" karya Taufiq Ismail merupakan karya yang menggugah dan memprovokasi pemikiran tentang realitas sosial dan politik yang rumit. Dengan gaya puitis yang kuat dan bahasa yang mendalam, Ismail berhasil menggambarkan ketidakadilan, konsumerisme berlebihan, dan kehampaan dalam masyarakat modern.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Fiktif
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.