Puisi: Sajak Lapar (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Sajak Lapar" karya Diah Hadaning menggambarkan lapar dalam berbagai dimensinya, bukan hanya sebagai kebutuhan fisik, melainkan juga sebagai ...
Sajak Lapar


Laparku
bulan lapar cahaya
santri kecil pulang berisya
berikan binar matanya.

Laparku 
mentari lapar pijar 
gadis dusun di pancuran
berikan denyar jantungnya.

Laparku 
bumi lapar kehijauan
penyair tua di pinggir kota
berikan semai mimpinya.

Laparku
insan lapar kejujuran
rajawali di udara
berikan desir sayapnya.

Namun laparku tak hilang jua
tak henti mencari dan nelangsa
karena temaha di jantung utara.

Bogor, April 1992

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Lapar" karya Diah Hadaning menggambarkan lapar dalam berbagai dimensinya, bukan hanya sebagai kebutuhan fisik, melainkan juga sebagai kebutuhan rohaniah dan sosial.

Lapar Fisik: Puisi dibuka dengan gambaran "Laparku" yang dihubungkan dengan bulan lapar cahaya dan santri kecil yang pulang berisya. Ini menciptakan gambaran lapar dalam konteks kebutuhan fisik, keinginan akan makanan dan kebutuhan dasar manusia.

Lapar Emosional dan Romantis: Elemen kedua puisi menciptakan citra lapar dalam hubungan emosional. Dengan menyatakan "Laparku" pada mentari, gadis dusun, dan penyair tua, penyair menggambarkan lapar sebagai keinginan akan kasih sayang, perhatian, dan kehangatan antarmanusia.

Lapar akan Keindahan Alam: Pada bait ketiga, lapar dihubungkan dengan kehijauan bumi dan semai mimpi seorang penyair tua di pinggir kota. Ini menyiratkan keinginan akan keindahan alam dan kebersihan lingkungan, serta aspirasi penyair untuk mewujudkan impiannya dalam puisi.

Lapar akan Keadilan dan Kebenaran: Bait keempat menyampaikan lapar sebagai hasrat akan kejujuran dan keadilan. Rajawali di udara menjadi simbol kebebasan dan keadilan, dan desir sayapnya mewakili suara dan gerakan menuju keseimbangan sosial.

Pertentangan dan Pencarian: Meskipun puisi menciptakan gambaran lapar dalam berbagai konteks, baik fisik, emosional, atau sosial, lapar tersebut tetap ada dan mencari. Terdapat rasa ketidakpuasan atau kekosongan yang terus mendorong seseorang untuk mencari pemenuhan kebutuhannya.

Penekanan pada Utara sebagai Sumber Ketidakpuasan: Puisi ditutup dengan pengakuan bahwa lapar tidak pernah hilang karena "temaha di jantung utara." Temaha mungkin mencerminkan sebuah konsep atau keadaan yang menjadi sumber ketidakpuasan atau ketidaklengkapan.

Gaya Bahasa dan Simbolisme: Diah Hadaning menggunakan bahasa yang sederhana tetapi sarat makna. Simbolisme dalam puisi ini memberikan kedalaman dan lapisan makna yang memerlukan pemahaman mendalam tentang setiap elemen.

Secara keseluruhan puisi "Sajak Lapar," Diah Hadaning berhasil menggambarkan lapar dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Melalui simbolisme dan bahasa yang indah, penyair mengajak pembaca merenungkan tentang kebutuhan yang mendasar dan berkelanjutan dalam perjalanan hidup.

"Puisi: Sajak Lapar (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Sajak Lapar
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.