Puisi: Langgar Peteng dan Manzumat (Karya Raedu Basha)

Puisi: Langgar Peteng dan Manzumat Karya: Raedu Basha
Langgar Peteng dan Manzumat

Pada balai kayu langgar peteng bercat karat biru beludru
kuseruduk hantaran waktu, ada sekian lama tersimpan dalam beku debu
isak letih anak santri yang terkapar menghafalkan manzumat
lalu tidur mendengkur sesaat sahur dengan hidangan lembar-lembar surat.

Di samping langgar, waduk air tempat lumut diri dibilas wuduk
air asin dan keruh, jejak-jejak silam mewasilah getar moksa demi moksa
sehingga sampai juga lukaku mendarah seluka rindu tak terbalas
kepadamu, ini luka air merah gelisah bersimbah
sebagai sesembah bagi setakik gelora pemuda Hisbulah dalam sarung sejarah
kutemukan seratus huruf hijaiyah menari-nari khusyuk menyemat basmalah
dalam kantuk yang merekam bait manzumat Alfiyah dalam sorogan taqrib yang resah
sedia pagi nanti kusetorkan di hadapan kiai.

Di Langgar Peteng, santri masa lalu yang tidur mendengkur itu
kini terjaga berupa wujudku, kemaruk kuresapi gegetir waktu
yang tak lagi dibasahkan zezaman pertempuran yang gebu
pada sepi rumahmu saat ini, kuajak hehuruf hidup menggairah
dalam rapalan manzumat Alfiyah dalam taqrir sorogan matan dan syarah.

Langgar Peteng yang tak petang bagi nurani kesantrian
nur menyembur dari lubang bilik kayu, itukah lahir berkah yang tahir?
Menyemaikan cercahan mekar tatapan lembut Kiai Zubair
dan Kiai Abdurrohim menyesap zikir.

Hilir angin tanpa bising kota pertempuran dingin
di mana aku dalam jejak terakhirmu seumpama Sahal Kajen
di mana warnaku dalam pelangi para ulama titisanmu
yang semuanya sempat bersembunyi di langgar ini? ataukah aku
telah berada dalam pelukanmu yang erat tapi ragu-ragu.

Puisi: Langgar Peteng dan Manzumat
Puisi: Langgar Peteng dan Manzumat
Karya: Raedu Basha
© Sepenuhnya. All rights reserved.