Puisi: Karung Merica Heinrich Heine (Karya Afrizal Malna)

Puisi || Karung Merica Heinrich Heine || Karya || Afrizal Malna
Karung Merica Heinrich Heine


Kau pakai tubuhku untuk berdiri di sini, tubuh dari bengkel ingatan. Sekarang, 200 tahun berputar ke belakang, pamanku, saudagar “Si karung merica” itu, berdiri di balkon villanya, di pinggir sungai Elbe belum malam. Berulang kali, apa itu? Jaring laba-laba di antara arah mata angin: Layar kapal-kapal barang, kibaran bendera di bawah bau batu bara; melempar tambang ke depan dan ke belakang, menjerat pasar. Melintas seperti pisau lipat dalam teropong, berulang kali. Kau sedang menimbang beratnya waktu? Lada, merica, kopi, tembakau dan impian dari tenggara. Bau rempah-rempah yang tidak bisa dibekukan ke dalam robekan kata. Rasa heran pada sambal dan kulit duren. Berbelok, sebuah meriam seperti korek api dalam selimut, menatap garis kaki langit antara awan tebal dan kabut bergaram: “Dusseldorf, Hamburg, Berlin, Paris, Batavia ... puisi di bawah bising bengkel bahasa.”

Laut pasang – kesunyian jadi buas dal liar – masuk ke perut sungai. Air mengepung kota. Sungai Elbe mencakar tubuhku, melewati batas bernapas. Bias cahaya pada pantulan air, pantat kapal, reruntuhan ekonomi dan ringkik kuda napoleon. “Si karung merica” itu tenggelam, tetapi terus mengintai dengan teropongnya. Berulang kali: Lompatan air pada dinding sungai, kayuhan kaki-kaki bebek meluncur menembus terbang: Cahaya matahari seperti tebaran emas tak bisa digenggam. Dan air surut. sebuah bungkusan hitam terapung-apung di sungai. Terus memuntahkan asap dari Tambora, 1815, setelah 200 tahun (sekarang yang berulang). Sebuah gunung dari tenggara – melompat – menghentikan perang. Jangkar dari material vulkanik yang mengubah waktu, dijatuhkan di Wina. Pintu-pintu Asia Tenggara terbuka dan lepas.

“Si karung merica” kembali muncul di permukaan sungai. Berulang kali, apakah ini? Sebelum masa kini digital. Kapal-kapal kontainer, pesawat udara dan kamar chatting. Yang bebek teruslah bebek, yang sungai teruslah sungai. setelah 200 tahun jangkar diturunkan, sebuah teropong gila antara yang melihat dan dilihat. berdiri, seperti bengkel ingatan setelah lupa. di pinggir sungai elbe, setelah log out.


Sumber: Buka Pintu Kiri (2018)

Puisi Afrizal Malna
Puisi: Karung Merica Heinrich Heine
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.