Puisi: Mishima (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi "Mishima" karya Goenawan Mohamad menggambarkan berbagai aspek kehidupan, pemikiran, dan perasaan yang terkait dengan tokoh dan tema tertentu.
Mishima (1)


Seperti pengungsi dari gempa, Mishima
(aku bayangkan ia Mishima) pulang.
Lanskap rusak. Tapi ia ingin bergerak, kemudian tua.
Dan terbaring.

Dan  Mishima terbaring, menatap langit-langit,
dari tikar yang disepuh musim.

Rambutku hilang, ia berkata, 
rambutku hilang. Tapi lihat,
aku tahu di mana aku tak akan ada lagi.

Setumpuk arang panas
menghangatkan kakinya.


Mishima (2)


Di detik-detik berikutnya,
ruang itu mendengarkan jam:

Siul cerek melengking
dari didih air, sebelum
dusun tertidur.

Malam menyeduh teh,
sup telah masak.

Seolah-olah semua
membiarkan kata-kata berhenti
pada shoji.


Mishima (3)


Di luar Ashram,  tiga hantu dari kuil
memukulkan beliung
pada paras waktu dan berkata:
Kau tahu, aku tahu, kita tahu.


Mishima (4)


Aku bayangkan Mishima berkata:
mimpi membujukku
dengan  luka Santo Sebastian

Tujuh anak panah
yang menembus tubuhnya yang berahi

meregang di pusarku.


Mishima (5)


30 tahun yang lalu aku pernah bersamamu ke Yudanaka
dengan kereta api pelan.  Oktober meminta kita
menghirup warna daun. Tapi kau menyanyi kecil
dan  membuka kutang, dan dua jam kemudian
di tepi bak air panas,  kutemukan namamu
yang terhapus.

Minum, kau berbisik.
Minum.

Tattoo di lengan itu mengeriput seperti
daun terakhir.  Tubuhmu sebuah kemarau:
anasir dan  peristiwa
yang tak menyentuh lagi.


Mishima (6)


Seharusnya aku Narsisus
dengan tukak lambung

yang tak bercermin
ke wajah air. 

Seharusnya aku Narsisus dengan amis ikan
yang meludah dan bersetubuh
di kolam itu
dengan arwah
dan humus hutan.

Mungkin aku tak kenal sakit hati
yang membalas.

Aku membaca tiap frase mitologi,
aku selalu ingin melengkapi: pedang
dengan matahari.
kembang dengan keringat, sungai
dengan sperma 
yang tipis tertahan.

Apa yang tak bisa kita cintai sebenarnya
dari carut-marut bumi?

Seharusnya aku Narsisus, yang  memandang
gerak-gerik mendung:
burung-burung Yunani yang sewarna
membentuk huruf. Tak punya arti

Dan tak pernah menengok ke kolam.


Mishima (7)


Lewat pintu geser, Mishima seakan melihat mereka,
dalam asap rokok: Kelasi kapal-kapal  yang kalah
yang disembunyikan
di kotak waktu. 

Rumah makan unagi ini tak mau mengungkapnya.
Di lantai dua, tamu-tamu beku. Botol-botol beku.
Di dinding ada kanvas: hutan Guadalkanal,
pasir yang tak tersentuh perang,
pematang yang naik turun,
pengantin yang diusung ke tengah semak
dengan nyanyian hampir mabuk.

Tapi selalu ada orang yang seperti aku, kata Mishima,
yang tak ingin cerita alternatif.

Hari hanya satu narasi.
Tuhan menamainya kematian.

Dan Mishima terbaring, menatap langit-langit,
dari tikar yang disepuh musim.


2016

Analisis Puisi:
Puisi "Mishima" karya Goenawan Mohamad adalah sebuah kumpulan puisi yang menggambarkan berbagai aspek kehidupan, pemikiran, dan perasaan yang terkait dengan tokoh dan tema tertentu. Dalam puisi ini, Goenawan Mohamad merangkai kata-kata dengan indah untuk mengungkapkan pandangannya tentang kehidupan, kematian, dan ketidakpastian manusia.

Menggambarkan Kehidupan dan Kematian: Puisi ini merangkum berbagai momen dalam kehidupan Mishima, seorang tokoh kontroversial dalam sejarah Jepang yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri yang dramatis. Penyair memberikan gambaran perjalanan hidup Mishima dari masa muda hingga akhirnya terbaring dengan tikar di bawah langit-langit. Puisi ini menghadirkan gambaran kehidupan dan kematian yang kontras, dengan menunjukkan bahwa pada akhirnya, semua orang harus menghadapi kematian.

Kejadian dalam Ruangan: Puisi ini menggambarkan kejadian yang terjadi dalam ruangan, seperti Mishima yang berbaring atau mendengarkan suara jam. Hal ini menciptakan suasana yang tenang dan introspektif, mengajak pembaca merenung tentang arti kehidupan dan perjalanan waktu.

Mitos dan Filosofi: Beberapa bagian puisi mengandung referensi terhadap mitos dan filosofi. Misalnya, kata "Narsisus" mengacu pada tokoh mitologi Yunani yang terobsesi dengan bayangannya sendiri. Hal ini mengajak pembaca merenung tentang tema identitas, obsesi, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri.

Perasaan Kehilangan dan Penghapusan Nama: Ada elemen perasaan kehilangan yang kuat dalam puisi ini. Dalam bagian ketujuh, ada referensi terhadap kehilangan nama seseorang yang terhapus. Ini bisa diartikan sebagai kehilangan identitas atau penghapusan jejak dalam sejarah. Perasaan ini menciptakan suasana nostalgia dan kerinduan.

Citra Alam dan Kehidupan Manusia: Puisi ini juga mengandung citra-citra alam yang kuat, seperti pemandangan hutan, langit-langit, dan langit. Citra-citra ini mungkin mencerminkan kedalaman dan kompleksitas kehidupan manusia, serta rasa kecil dan sementara manusia dalam skala alam semesta.

Pemikiran Pribadi: Meskipun puisi ini mengacu pada tokoh nyata dan tema umum, penyair juga menciptakan sentuhan pribadi dengan merangkai kata-kata dengan cara khasnya. Hal ini memberikan dimensi emosi dan perenungan yang lebih dalam.

Puisi "Mishima" karya Goenawan Mohamad menggambarkan berbagai aspek kehidupan dan pemikiran, termasuk kehidupan, kematian, identitas, dan filosofi. Dengan penggunaan kata-kata yang indah, puisi ini mengajak pembaca merenung tentang eksistensi manusia dalam konteks yang lebih luas dan mendalam.

Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Mishima
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.