Puisi: Hampa (Karya Chairil Anwar)

Puisi "Hampa" karya Chairil Anwar menggambarkan perasaan sepi dan kehampaan dalam kehidupan.
Hampa
(Versi Deru Campur Debu)
kepada Sri

Sepi di luar. Sepi menekan-mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.

Hampa
(Versi Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus)
kepada Sri yang selalu sangsi

Sepi di luar, sepi menekan-mendesak
Lurus-kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak
Sepi memagut
Tak suatu kuasa-berani melepas diri
Segala menanti. Menanti-menanti.
Sepi.
Dan ini menanti penghabisan mencekik
Memberat-mencengkung punda
Udara bertuba
Rontok-gugur segala. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Menanti. Menanti.

Maret, 1943

Analisis Puisi:
Puisi "Hampa" karya Chairil Anwar adalah karya sastra yang menggambarkan perasaan sepi dan kehampaan dalam kehidupan. Sebagai salah satu puisi terkenal dalam kumpulan puisi "Deru Campur Debu," "Hampa" memunculkan perasaan kesepian yang dalam dan perasaan kekosongan yang menekan.

Gaya Bahasa Sederhana: Chairil Anwar menggunakan bahasa yang sederhana dan lugas dalam puisi ini, sehingga pesannya mudah dipahami. Kepopuleran puisi ini sebagian besar disebabkan oleh kemudahan pembaca dalam merasakan makna yang disampaikan.

Tema Kesepian: Puisi ini mengangkat tema kesepian dan hampa dalam kehidupan. Ketidakberdayaan dan perasaan sendirian menjadi tema dominan, yang menciptakan atmosfer kesedihan dan kekosongan.

Gambaran Alam: Puisi ini memuat gambaran alam yang menyiratkan situasi emosional. Pepohonan yang "lurus-kaku" dan sepi yang menekan menciptakan gambaran yang mendalam tentang suasana hati penyair.

Menanti: Kata "Menanti" muncul beberapa kali dalam puisi ini, menekankan perasaan kosong dan hampa yang membebani penyair. Keberlanjutan menunggu yang "menanti-menanti" menciptakan perasaan yang semakin ditekan dan menggambarkan bagaimana kesepian menghantui.

Keputusasaan: Puisi ini menciptakan perasaan keputusasaan yang dalam, di mana penyair merasa terjebak dalam situasi hampa. Kata-kata seperti "mencekik," "berat," "terus ada," dan "menanti" menciptakan kesan bahwa penyair merasa tidak memiliki jalan keluar dari keadaan ini.

Metafora: Puisi ini menggunakan metafora dan gambaran alam untuk menggambarkan keadaan emosional penyair. Pohon yang "tak bergerak" dan udara yang "bertuba" menunjukkan betapa alam dan lingkungan eksternal merefleksikan perasaan penyair.

Perasaan Universal: Meskipun puisi ini menciptakan gambaran perasaan penyair yang sangat pribadi, perasaan kesepian dan kehampaan adalah perasaan yang bisa dipahami oleh banyak orang. Puisi ini menghadirkan perasaan universal yang mungkin dirasakan oleh banyak individu dalam situasi tertentu.

Ketidakberdayaan Manusia: Puisi ini juga menciptakan gambaran ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi perasaan seperti hampa dan kesepian. Ini adalah pengingat tentang keterbatasan manusia dalam menghadapi berbagai aspek kehidupan.

Puisi "Hampa" karya Chairil Anwar menggambarkan perasaan kesepian dan kehampaan dengan bahasa yang sederhana namun kuat. Melalui gambaran alam dan ekspresi emosi, puisi ini menyampaikan pesan yang sangat pribadi dan bersifat universal, yang memungkinkan pembaca untuk merenungkan perasaan mereka sendiri terhadap kehidupan dan kesepian.

Chairil Anwar
Puisi: Hampa
Karya: Chairil Anwar

Biodata Chairil Anwar:
  • Chairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli 1922.
  • Chairil Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 (pada usia 26 tahun).
  • Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.
© Sepenuhnya. All rights reserved.