Puisi: Surat Amplop Putih untuk PBB (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Surat Amplop Putih untuk PBB" karya Taufiq Ismail menggambarkan perasaan kekecewaan dan keraguan penyair terhadap peran PBB dalam ...
Surat Amplop Putih untuk PBB
(kepada Sekjen Boutros Boutros-Ghali)

Dulu aku pada PBB percaya penuh sekali
Ketika Hadji Agoes Salim, Sjahrir, Soedjatmoko
Ke sana pergi berdiplomasi
Memperjuangkan RI di zaman revolusi

Lalu tentang PBB datanglah ke diriku keragu-raguan
Ketika perang Vietnam berlarut berkepanjangan
Berikut selusin invasi lainnya lagi

Kini pada PBB aku tidak percaya lagi
Menilik caramu mendistribusi veto dan memilih negeri
Melihat caramu mengurus masalah Palestina, Afghanistan,
Perang Teluk, Kashmir, Myanmar dan Bosnia-Herzegovina ini

Karena serakah pada uang dan minyak bumi,
Berbondong-bondong dulu kalian mengirim pasukan dan senjata
Ke negeri sebesar telapak kaki tapi kaya-raya
Dan memperagakan otot kalian dengan congkak di media
Lalu menggaruk dolar bermilyar yang jadi upahnya

Karena tak terbayang uang dan tiada minyak bumi
Kalian kirim pasukan asal-asalan saja kini
Padahal inilah negeri yang kecil dan tak berdaya
Si alit yang lemah Bosnia-Herzegovina
Telah dibantai di sana berpuluh ribu manusia tanpa senjata
Beribu perempuan digilas kehormatan utamanya
Beratus kanak-kanak dipotongi tangan dan kakinya
Beribu orang jadi kerangka berkulit di kamp konsentrasi
Beratus ribu diusir, mengungsi, terancam dingin dan mati
Tak kudengar kalian dengan penuh semangat melindungi mereka

Bersama surat ini kukirimkan ludahku padamu
Di pinggir amplop berwarna putih bersih
Yang kutulis dengan hati yang sangat pedih.


1992

Sumber: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Surat Amplop Putih untuk PBB" karya Taufiq Ismail merupakan sebuah karya sastra yang sarat dengan kritik terhadap PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Puisi ini menggambarkan perasaan kekecewaan dan keraguan penyair terhadap peran PBB dalam menanggapi konflik-konflik internasional, terutama yang terjadi pada masa revolusi Indonesia, perang Vietnam, dan konflik-konflik berkepanjangan lainnya.

Kepercayaan Awal dan Perubahan Sikap: Puisi dimulai dengan penyair menyatakan bahwa dulu ia memiliki kepercayaan penuh terhadap PBB, terutama melihat tokoh-tokoh seperti Hadji Agoes Salim, Sjahrir, dan Soedjatmoko yang berjuang di PBB untuk membela kemerdekaan Indonesia. Namun, perasaan kepercayaan ini berubah seiring berjalannya waktu dan munculnya konflik-konflik internasional yang tidak mendapat respons optimal dari PBB.

Keraguan Terhadap PBB: Baris-baris selanjutnya mencerminkan perubahan sikap penyair terhadap PBB. Ia mulai meragukan integritas dan efektivitas PBB, terutama dalam menanggapi konflik di Vietnam dan invasi-invasi lainnya. Puisi ini mencerminkan ketidakpuasan penyair terhadap kebijakan PBB yang dianggapnya tidak adil dan tidak menjaga keamanan dunia dengan baik.

Kritik terhadap Distribusi Veto dan Pemilihan Negeri: Penyair menyoroti cara PBB mendistribusikan hak veto dan pemilihan negara-negara yang menduduki posisi tertentu di dalamnya. Kritik ini menunjukkan bahwa PBB dianggap memiliki kebijakan yang tidak selalu objektif dan cenderung dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ekonomi negara-negara tertentu.

Kritik terhadap Penanganan Konflik: Puisi mengkritik cara PBB menangani konflik-konflik, terutama yang melibatkan Palestina, Afghanistan, Perang Teluk, Kashmir, Myanmar, dan Bosnia-Herzegovina. Penyair mengecam kebijakan PBB yang dinilainya lambat dan tidak efektif dalam menyelesaikan konflik-konflik tersebut.

Kritik terhadap Motif Ekonomi dan Militer: Puisi mengecam motif ekonomi dan militer di balik tindakan PBB. Penyair menyoroti kehadiran pasukan dan senjata yang dikirimkan oleh PBB ke negara-negara tertentu dengan tujuan ekonomi dan kontrol sumber daya alam, seperti minyak bumi.

Pemilihan Kata dan Gaya Bahasa: Taufiq Ismail menggunakan kata-kata yang kuat dan penuh emosi untuk menyampaikan kritiknya. Gaya bahasa yang dipilih, seperti "serakah pada uang dan minyak bumi" dan "menggaruk dolar bermilyar yang jadi upahnya," memberikan sentuhan dramatis dan menekankan ketidakpuasan penyair.

Surat Amplop Putih Sebagai Simbol: Penutup puisi dengan pengiriman "ludahku" pada PBB melalui "amplop putih bersih" menjadi simbol kekecewaan dan penolakan terhadap PBB. Amplop putih yang seharusnya melambangkan kedamaian justru digunakan untuk menyampaikan kemarahan.

Puisi "Surat Amplop Putih untuk PBB" menjadi pengungkapan perasaan kecewa dan ketidakpercayaan penyair terhadap peran PBB dalam menjaga perdamaian dan keadilan di tingkat internasional. Dengan kata-kata yang tajam, Taufiq Ismail berhasil menyampaikan kritiknya terhadap organisasi tersebut, menyoroti ketidaksetaraan, kebijakan yang tidak adil, dan motif ekonomi di balik tindakan PBB.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Surat Amplop Putih untuk PBB
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.