Puisi: Aku Masih Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Aku Masih Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa" karya Wiji Thukul menggambarkan kekuatan kata-kata dan peran puisi dalam menyuarakan kritik sosial.
Aku Masih Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa


Aku bukan artis pembuat berita
tapi aku memang selalu kabar buruk buat
penguasa

Puisiku bukan puisi
tapi kata-kata gelap
yang berkeringat dan berdesakan
mencari jalan
ia tak mati-mati
meski bola mataku diganti
ia tak mati-mati
meski bercerai dengan rumah
ditusuk-tusuk sepi
ia tak mati-mati
telah kubayar yang dia minta
umur-tenaga-luka

Kata-kata itu selalu menagih
padaku ia selalu berkata
kau masih hidup

Aku memang masih utuh
dan kata-kata belum binasa.


18 Juni 1997

Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Aku Masih Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa" karya Wiji Thukul adalah suatu pernyataan kuat tentang ketahanan, tekad, dan ketidakpatuhan terhadap penguasa. Puisi ini menggambarkan kekuatan kata-kata dan peran puisi dalam menyuarakan kritik sosial serta melawan penindasan.

Kritik Sosial dan Ketidakpatuhan: Puisi ini dibuka dengan pernyataan tegas bahwa penulis bukanlah seorang "artis pembuat berita," yang mengacu pada propaganda atau pemujaan terhadap penguasa. Penulis menggambarkan dirinya sebagai seseorang yang membawa "kabar buruk buat penguasa," menunjukkan perlawanan dan kritik terhadap otoritas yang ada.

Keberanian Kata-Kata: Penulis menyatakan bahwa puisinya bukanlah puisi biasa, melainkan "kata-kata gelap yang berkeringat dan berdesakan mencari jalan." Ini menciptakan gambaran kata-kata sebagai entitas yang hidup, berjuang, dan bergerak sendiri. Penggunaan metafora "kata-kata gelap" menunjukkan esensi puisi dalam menyuarakan perasaan, pikiran, dan kebenaran yang mungkin diabaikan atau dihindari.

Ketahanan dan Kekuatan Kata-Kata: Meskipun menghadapi tantangan dan kesulitan, kata-kata tidak berhenti untuk berbicara. Mereka tidak mati walaupun mata penulis diganti atau ia harus menjalani hidup yang berubah. Kata-kata tetap menggema dalam puisi bahkan ketika penulis merasakan "tusukan sepi" atau kesendirian. Ini menggambarkan kekuatan kata-kata dalam mewakili suara-suara yang diabaikan atau dihapuskan oleh otoritas.

Peneguhan Identitas dan Keberadaan: Kata-kata selalu mengingatkan penulis bahwa ia "masih hidup." Puisi ini mencerminkan keberanian individu untuk mempertahankan identitas dan keberadaannya di tengah upaya penguasa untuk mengendalikan atau meredam suara-suara oposisi.

Penegasan Diri: Puisi ini menutup dengan pernyataan kuat: "Aku memang masih utuh dan kata-kata belum binasa." Ini adalah bentuk penegasan diri dan komitmen untuk terus berbicara, melawan, dan berjuang meskipun dalam situasi yang sulit. Penulis menggambarkan ketahanan dan ketidaklunakannya terhadap upaya-upaya yang berusaha menghentikan suara dan perlawanannya.

Puisi "Aku Masih Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa" karya Wiji Thukul adalah seruan untuk keberanian dan keteguhan dalam menghadapi penindasan serta ketidaksetujuan terhadap penguasa. Puisi ini menyoroti kekuatan kata-kata dalam menyuarakan kritik sosial, mengingatkan pembaca tentang peran penting puisi dalam melawan kebijakan yang sewenang-wenang dan menegaskan hak untuk berbicara dan berjuang.

Puisi: Aku Masih Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa
Puisi: Aku Masih Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
  • Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.