Puisi: Hari Itu Aku Akan Bersiul-siul (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Hari Itu Aku Akan Bersiul-siul" karya Wiji Thukul mengungkapkan ketidakpuasan dan skeptisisme penyair terhadap pemilu sebagai alat untuk ....
Hari Itu Aku Akan Bersiul-siul


Pada hari coblosan nanti
aku akan masuk ke dapur
akan kujumlah gelas dan sendokku
apakah jumlahnya bertambah
setelah pemilu bubar?

Pemilu oo.. pilu pilu

Bila hari coblosan tiba nanti
aku tak akan pergi kemana-mana
aku ingin di rumah saja
mengisi jambangan
atau mananak nasi

Pemilu oo.. pilu pilu

Nanti akan kuceritakan kepadamu
apakah jadi penuh karung beras
minyak tanah
gula
atau bumbu masak
setelah suaramu dihitung
dan pesta demokrasi dinyatakan selesai
nanti akan kuceritakan kepadamu

Pemilu oo.. pilu pilu

Bila tiba harinya
hari coblosan
aku tak akan ikut berbondong-bondong
ke tempat pemungutan suara
aku tidak akan datang
aku tidak akan menyerahkan suaraku
aku tidak akan ikutan masuk
ke dalam kotak suara itu
pemilu oo.. pilu pilu
aku akan bersiul-siul
memproklamasikan kemerdekaanku

Aku akan mandi
dan bernyanyi sekeras-kerasnya
pemilu oo.. pilu pilu

Hari itu aku akan mengibarkan hakku
tinggi tinggi
akan kurayakan dengan nasi hangat
sambel bawang dan ikan asin

Pemilu oo.. pilu pilu
sambel bawang dan ikan asin

.
10 November 1996

Sumber: Nyanyian Akar Rumput (2014)

Analisis Puisi:
Puisi "Hari Itu Aku Akan Bersiul-siul" karya Wiji Thukul adalah kritik tajam terhadap proses pemilihan umum (pemilu) dan sistem demokrasi di Indonesia. Puisi ini mengungkapkan ketidakpuasan dan skeptisisme penyair terhadap pemilu sebagai alat untuk mencapai perubahan sosial yang nyata.

Kritik terhadap Pemilu: Puisi ini dengan tegas mengkritik pemilu sebagai proses yang hanya menimbulkan pilu (pilu-pilu) dan ketidakpuasan dalam masyarakat. Pengulangan kata "pemilu oo.. pilu pilu" menekankan bahwa pemilu seringkali hanya berdampak negatif dan tidak membawa perubahan yang diharapkan.

Sikap Tidak Partisipatif: Penyair menggambarkan sikap tidak partisipatifnya terhadap pemilu. Ia menyatakan bahwa pada hari pemungutan suara, ia tidak akan pergi ke tempat pemungutan suara, tidak akan menyerahkan suaranya, dan bahkan tidak akan masuk ke dalam kotak suara. Ini mencerminkan pandangan skeptis terhadap proses pemilu sebagai alat untuk menghasilkan perubahan yang nyata.

Kebebasan Pribadi: Penyair menggambarkan rencananya untuk merayakan "kemerdekaannya" dengan bersiul-siul, mandi, dan bernyanyi. Hal ini menunjukkan bahwa ia lebih memilih menghargai kebebasan individu dan merayakan kemerdekaannya sendiri daripada berpartisipasi dalam pemilu yang dianggapnya tidak efektif.

Kritik Terhadap Hasil Pemilu: Penyair menyatakan bahwa setelah pemilu selesai, ia akan "menceritakan" kepada pembaca tentang hasil pemilu, seperti peningkatan jumlah beras, minyak tanah, atau bumbu masak. Hal ini mengisyaratkan ketidakpercayaan penyair terhadap janji-janji kampanye yang sering kali tidak terpenuhi.

Simbolisme Makanan: Puisi ini menggunakan makanan seperti nasi hangat, sambel bawang, dan ikan asin sebagai simbol kemerdekaan dan kebahagiaan. Ini bisa dimaknai sebagai keinginan untuk hidup yang lebih baik dan sejahtera di luar konteks pemilu.

Puisi "Hari Itu Aku Akan Bersiul-siul" menggambarkan pandangan kritis penyair terhadap pemilu dan sistem demokrasi. Penyair mengekspresikan ketidakpuasan terhadap pemilu yang dianggapnya tidak efektif dalam membawa perubahan sosial yang nyata dan menunjukkan bahwa individu memiliki hak untuk merayakan kemerdekaan dan kebahagiaannya sendiri di luar konteks pemilu.

Wiji Thukul
Puisi: Hari Itu Aku Akan Bersiul-siul
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul (nama asli Wiji Widodo) lahir pada tanggal 26 Agustus 1963 di Solo, Jawa Tengah.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.