Puisi: Natal di Gurun Pertempuran (Karya Kriapur)

Puisi "Natal di Gurun Pertempuran" karya Kriapur mengundang pembaca untuk menyelami kedalaman batin dan merenungkan dualitas kehidupan.
Natal di Gurun Pertempuran


Aku tak bisa berkata-kata lagi padamu
burung punya keteduhan dari sayapnya sendiri
angin punya keteduhan dari sejuknya sendiri
namun serigala punya keteduhan
di taringnya. Kini setiap perjumpaan
aku tak mampu mengucapkan kenangan
dan menjelang kepunahan ini
tibalah penebusan kekal.
 
Solo, 1986

Analisis Puisi:
Puisi "Natal di Gurun Pertempuran" karya Kriapur menyajikan landskap yang mendalam dan penuh makna. Puisi ini bukan hanya sekadar rangkaian kata-kata, melainkan merupakan perjalanan batin yang membangkitkan refleksi mendalam tentang kehidupan dan penebusan.

Kelemahan dan Keperkasaan dalam Alam Semesta: Puisi ini dibuka dengan ungkapan ketidakmampuan penyair untuk "berkata-kata lagi." Simbol burung dan angin yang memiliki "keteduhan dari sayapnya sendiri" dan "sejuknya sendiri" menggambarkan keindahan dan keharmonisan alam. Namun, serigala memiliki "keteduhan di taringnya," menyoroti dualitas dalam alam yang tidak selalu indah dan damai. Sebagai contoh, kehidupan di gurun pertempuran, tempat di mana kekejaman dan keteduhan bersatu.

Keterbatasan Komunikasi dalam Perjumpaan: Penyair menyatakan ketidakmampuannya untuk "mengucapkan kenangan" dalam setiap perjumpaan. Ini bisa mencerminkan kesulitan atau kekakuan dalam berkomunikasi atau mungkin mengindikasikan beban kenangan yang begitu berat sehingga sulit diungkapkan. Hal ini menambah lapisan kompleksitas emosional pada puisi.

Antara Penebusan dan Kepunahan: Kata-kata terakhir puisi, "dan menjelang kepunahan ini tibalah penebusan kekal," mengejutkan dan membingungkan secara bersamaan. Kehadiran kata "penebusan" memberikan harapan dan cahaya di tengah-tengah kegelapan. Namun, pertanyaan muncul, apa yang ditebus? Mungkin penebusan datang dari pemahaman akan kelemahan manusia dan kesejatian di tengah-tengah gurun pertempuran kehidupan.

Gaya Bahasa Simbolis: Puisi ini diwarnai dengan gaya bahasa simbolis yang kuat. Burung, angin, dan serigala bukan hanya benda atau makhluk biasa, melainkan simbol dari berbagai aspek kehidupan dan alam semesta. Pilihan kata yang cermat menciptakan gambaran yang mendalam, memungkinkan pembaca untuk merenung dan menafsirkan makna secara pribadi.

Kekuatan Ekspresi Emosional: Meskipun puisi ini singkat, namun mengandung kekuatan ekspresi emosional yang intens. Ketidakmampuan untuk "berkata-kata lagi" dan "kepada-mu" memberikan nuansa kehilangan atau kehampaan. Kontras ini dengan penegasan tentang "penebusan kekal" menciptakan ketegangan emosional yang membuat pembaca terdorong untuk merenung lebih dalam.

Puisi "Natal di Gurun Pertempuran" adalah puisi yang mengundang pembaca untuk menyelami kedalaman batin dan merenungkan dualitas kehidupan. Dengan simbolisme yang kuat dan ekspresi emosional yang mendalam, Kriapur berhasil menciptakan karya yang memberikan ruang bagi interpretasi pribadi dan mengajak pembaca untuk memaknai arti dari setiap kata dan barisnya.

Puisi: Natal di Gurun Pertempuran
Puisi: Natal di Gurun Pertempuran
Karya: Kriapur

Biodata Kriapur
  • Kriapur (akronim dari Kristianto Agus Purnomo) lahir pada tahun 1959 di Solo.
  • Kriapur meninggal dunia pada tanggal 17 Februari 1987 dalam sebuah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Batang, Pekalongan, Jawa tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.