Puisi: Menolak Patuh (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Menolak Patuh" karya Wiji Thukul menggambarkan perlawanan individu terhadap otoritas yang membatasi hak-hak asasi dan kebahagiaan manusia.
Puisi Menolak Patuh

Walau penguasa menyatakan keadaan darurat
dan memberlakukan jam malam
kegembiraanku tak akan berubah
seperti kupu-kupu
sayapnya tetap akan indah
meski air kali keruh

Pertarungan para jenderal
tak ada sangkut pautnya
dengan kebahagiaanku
seperti cuaca yang kacau
hujan angin kencang serta terik panas
tidak akan mempersempit atau memperluas langit

Lapar tetap lapar
tentara di jalan-jalan raya
pidato kenegaraan atau siaran pemerintah
tentang kenaikan pendapatan rakyat
tidak akan mengubah lapar

Dan terbitnya kata-kata dalam diriku
tak bisa dicegah
bagaimana kau akan membungkamku?
penjara sekalipun
tak bakal mampu
mendidikku menjadi patuh.

17 Januari 1997

Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Menolak Patuh" karya Wiji Thukul merupakan karya sastra yang penuh dengan pernyataan kebebasan, ketidakpatuhan, dan kegigihan terhadap penindasan dan kontrol penguasa. Melalui penggunaan imaji dan simbol, puisi ini menggambarkan perlawanan individu terhadap otoritas yang membatasi hak-hak asasi dan kebahagiaan manusia.

Ketidakpatuhan terhadap Otoritas: Puisi ini menolak konsep patuh terhadap kebijakan-kebijakan otoritas atau penguasa yang diterapkan dalam kondisi darurat atau keadaan tertentu. Penyair menegaskan bahwa meskipun penguasa menyatakan keadaan darurat dan memberlakukan jam malam, kegembiraannya tetap tidak akan berubah.

Simbol Kupu-Kupu: Penggunaan simbol kupu-kupu sebagai perbandingan menunjukkan ketahanan dan keindahan meskipun dihadapkan pada kondisi yang sulit. Sayap kupu-kupu tetap indah, seolah-olah mewakili kebebasan dan keindahan yang tidak bisa dihapus oleh situasi sulit.

Kepada Realitas Masyarakat: Puisi ini menggarisbawahi bahwa pertarungan dan konflik yang terjadi di tingkat atas, seperti pertarungan para jenderal, tidak memengaruhi kebahagiaan individu biasa. Para tentara di jalanan, pidato kenegaraan, atau siaran pemerintah tentang kesejahteraan rakyat tidak merubah realitas masyarakat yang hidup dalam kesulitan dan lapar.

Keberanian Berbicara: Penyair menyatakan bahwa kata-kata dalam dirinya tak bisa dicegah dan bagaimana pun usaha penguasa, baik dengan penjara atau cara lain, tidak akan dapat membungkamnya. Ini mencerminkan keberanian dalam menyuarakan ketidaksetujuan dan rasa tidak puas terhadap kondisi yang ada.

Puisi "Menolak Patuh" karya Wiji Thukul adalah pernyataan tegas terhadap penindasan dan otoritas yang merampas kebebasan dan kebahagiaan individu. Melalui imaji kupu-kupu, simbolisme, dan penolakan terhadap berbagai usaha untuk membungkam, puisi ini mengajak kita untuk menghargai nilai kebebasan dan hak asasi manusia yang tidak boleh dirampas oleh kebijakan yang merugikan.

Puisi: Menolak Patuh
Puisi: Menolak Patuh
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
  • Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.