Puisi: Nyanyian Tanah Ibu (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Nyanyian Tanah Ibu" karya Wiji Thukul memaparkan perjuangan dan pengorbanan rakyat dalam membangun dan memajukan negara.
Nyanyian Tanah Ibu


Siapa yang menggetarkan suaraku
yang menggetarkan udara

Getaran menyalakan pita mulutku
mulutku bicara
sama-sama mereka
yang jongkok menghadap selokan
rakyat biasa yang tenaganya luar
biasa

Siang malam membangun

Maka jadilah otot-otot kota
berdirilah gedung-gedung
menghamparlah jalan raya
rakyatku menggali
ditimbuni batu-batu
mengaspal jalan-jalan mobil
rakyatku diam
tak disebut-sebut
rakyatku bisu
(tapi di dalam gelap piye-piye
kadang melenguh seperti sapi
diperah
tanpa waktu
seperti kuda beban digebug
tanpa waktu)

Rakyatku adalah pencipta sorga di
dunia
meski ia sendiri tak pernah mencicipi
sebab sorga telah dijilat habis-habisan
sampai hutan-hutan ikut terbakar

Rakyatku adalah pelayan setia
yang hanya bekerja dengan gembira
dan bangun pagi: lunasi utang!


19 Januari 1988

Sumber: Para Jendral Marah-Marah (2013)

Analisis Puisi:
Puisi "Nyanyian Tanah Ibu" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya sastra yang memaparkan perjuangan dan pengorbanan rakyat dalam membangun dan memajukan negara. Melalui puisi ini, penyair menggambarkan kisah rakyat yang terpinggirkan namun memiliki andil besar dalam pembangunan dan kemajuan kota.

Penghargaan kepada Rakyat Biasa: Puisi ini menghargai dan mengangkat rakyat biasa yang sering terlupakan dalam sejarah pembangunan kota. Mereka adalah tulang punggung pembangunan, dan puisi ini memberikan penghormatan kepada mereka yang bekerja keras untuk mengubah kota.

Perjuangan dan Pengorbanan: Puisi ini menggambarkan perjuangan rakyat dalam membangun infrastruktur kota, seperti jalan-jalan dan gedung-gedung. Mereka melakukan pekerjaan ini dengan pengorbanan dan tekad, meskipun seringkali tak disebut-sebut atau dihargai.

Ketidaksetaraan: Penyair menyoroti ketidaksetaraan sosial yang terjadi ketika rakyat bekerja keras, namun tidak menikmati hasil dari pembangunan tersebut. Hal ini tercermin dalam ungkapan bahwa "sorga telah dijilat habis-habisan," mengindikasikan bahwa hasil pembangunan lebih banyak dinikmati oleh pihak tertentu.

Kritik terhadap Kesenjangan Sosial: Puisi ini mengkritik ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang ada dalam masyarakat. Meskipun rakyat telah memberikan kontribusi besar dalam pembangunan, mereka masih hidup dalam kondisi yang sulit.

Panggilan untuk Keadilan: Puisi ini bisa dianggap sebagai panggilan untuk keadilan sosial, di mana hasil pembangunan seharusnya dinikmati bersama oleh semua warga negara. Penyair menggarisbawahi pentingnya menghargai dan memperhatikan kesejahteraan rakyat.

Puisi "Nyanyian Tanah Ibu" merupakan sebuah penggambaran yang kuat tentang perjuangan dan pengorbanan rakyat dalam pembangunan kota. Penyair mengingatkan kita untuk menghormati dan menghargai peran rakyat dalam memajukan negara, serta untuk menciptakan keadilan sosial agar hasil pembangunan dapat dinikmati oleh semua warga negara.

Wiji Thukul
Puisi: Nyanyian Tanah Ibu
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul (nama asli Wiji Widodo) lahir pada tanggal 26 Agustus 1963 di Solo, Jawa Tengah.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.