Puisi: Sajak kepada Bung Dadi (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Sajak kepada Bung Dadi" karya Wiji Thukul adalah sebuah ungkapan empati, kritik sosial, dan penegasan identitas lokal.
Sajak kepada Bung Dadi

ini tanahmu juga
rumah-rumah yang berdesakan
manusia dan nestapa
kampung halaman gadis-gadis muda
buruh-buruh berangkat pagi pulang sore
dengan gaji tak pantas
kampung orang-orang kecil
yang dibikin bingung
oleh surat-surat izin dan kebijaksanaan
dibikin tunduk mengangguk
bungkuk

ini tanah airmu
di sini kita bukan turis.

Solo-Sorogenen, Malam Pemilu, 1987

Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak kepada Bung Dadi" karya Wiji Thukul adalah sebuah ungkapan empati, kritik sosial, dan penegasan identitas lokal. Puisi ini ditujukan kepada "Bung Dadi," yang mungkin mengacu pada seorang tokoh atau penguasa. Puisi ini menggambarkan kedalaman dan kompleksitas tanah air serta kebutuhan untuk menghargai, memahami, dan melindungi tanah air serta masyarakatnya.

Identitas dan Jati Diri Lokal: Puisi ini menekankan identitas lokal dan kepemilikan tanah air. Penekanan "ini tanahmu juga" dan "rumah-rumah yang berdesakan" menggambarkan betapa pentingnya mengakui hak atas tanah dan penghuni asli. Ini mencerminkan penolakan terhadap pemusatan kekuasaan dan pembodohan yang mengganggu hubungan manusia dengan lingkungannya.

Solidaritas dengan Masyarakat Tertindas: Puisi ini merangkul dan mewakili nasib masyarakat yang tertindas dan berjuang untuk bertahan hidup. Gambaran "buruh-buruh berangkat pagi pulang sore dengan gaji tak pantas" menggambarkan kondisi sosial yang kurang adil dan perlunya perubahan. Penyair menciptakan ikatan solidaritas dengan mereka yang hidup dalam ketidakpastian dan kesulitan.

Kritik terhadap Surat Izin dan Kebijaksanaan: Puisi ini mengkritisi birokrasi dan kebijakan yang merugikan masyarakat kecil. Penggunaan istilah "surat-surat izin dan kebijaksanaan" mengisyaratkan adanya regulasi yang tidak menguntungkan masyarakat lokal. Penggambaran "dibikin tunduk mengangguk bungkuk" menggambarkan penindasan dan keterbatasan dalam mempertahankan hak-hak mereka.

Penolakan Peran Turis: Penyair menegaskan bahwa masyarakat bukanlah turis di tanah air mereka sendiri. Hal ini mencerminkan keinginan untuk dihargai sebagai warga lokal yang memiliki keterikatan emosional dan sejarah dengan tanah air tersebut. Ini juga dapat diartikan sebagai panggilan untuk masyarakat lokal untuk lebih memiliki peran aktif dalam mengelola dan menjaga lingkungan mereka.

Makna Kekuatan Bersama: Puisi ini menggarisbawahi pentingnya kebersamaan dan persatuan dalam menghadapi tantangan. Dengan mengaitkan kehidupan dan nasib berbagai kelompok dalam satu gambaran, puisi ini menunjukkan kekuatan kolektif untuk menghadapi masalah sosial dan lingkungan.

Puisi "Sajak kepada Bung Dadi" karya Wiji Thukul adalah suara yang kuat dalam hal empati, keadilan sosial, dan perlindungan lingkungan. Dengan menggunakan gambaran tanah air yang diperjuangkan oleh beragam kelompok masyarakat, puisi ini mengajak untuk menghormati dan memahami nilai-nilai masyarakat lokal serta kebutuhan untuk bekerja bersama untuk menjaga lingkungan dan mencapai kesejahteraan bersama.

Wiji Thukul
Puisi: Sajak kepada Bung Dadi
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul (nama asli Wiji Widodo) lahir pada tanggal 26 Agustus 1963 di Solo, Jawa Tengah.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.