Puisi: Ujung Rambut Ujung Kuku (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Ujung Rambut Ujung Kuku" karya Wiji Thukul mengungkapkan perasaan ketidakpuasan dan perlawanan terhadap penindasan.
Ujung Rambut Ujung Kuku


Ujung rambut ujung kuku
gendang telinga
dan selaput bola mataku
tidak mungkin lupakan kamu

bilur di punggung
nyeri di tulang
berhari-hari

darah di helai rambut ujung kuku
gendang telinga
dan selaput bola mataku
telah mengotori namamu

nyeri di tulang
berhari-hari
bilur di punggung
karena sabetan
telah mencoreng namamu

kau tak kan bisa mencuci namamu
sekalipun 1000 mobil pemadam
kebakaran
kau kerahkan

kau tak kan bisa mencuci tanganmu
sekalipun 1000 pengeras suara
melipat-gandakan pidatomu

suara rakyat adalah suara Tuhan
dan kalian tak bisa membungkam
Tuhan
sekalipun kalian memiliki 1.000.000
gudang peluru


Sumber: Para Jendral Marah-Marah (2013)

Analisis Puisi:
Puisi "Ujung Rambut Ujung Kuku" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya yang kuat yang mengungkapkan perasaan ketidakpuasan dan perlawanan terhadap penindasan. Puisi ini menciptakan gambaran tentang kekuatan suara rakyat dalam menghadapi tirani.

Eksplorasi Rasa Nyeri: Puisi ini menggambarkan rasa nyeri dan kekesalan yang mendalam. Pengulangan frasa "nyeri di tulang, berhari-hari" dan "bilur di punggung" menciptakan gambaran nyata tentang pengalaman fisik yang menyakitkan akibat tindakan atau penindasan yang mungkin dialami penyair.

Kontras Antara Nama dan Tindakan: Puisi ini menciptakan kontras tajam antara nama dan tindakan. Nama yang disebutkan dalam puisi tidak dijelaskan, tetapi mereka mewakili orang-orang yang bertanggung jawab atas tindakan penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Puisi ini mencoba untuk mencoreng dan mengotori nama-nama ini, menunjukkan ketidakpuasan dan kemarahan penyair terhadap mereka.

Suara Perlawanan: Dalam puisi ini, penyair dengan tegas menyatakan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan dan tidak dapat dibungkam oleh kekuasaan atau peluru. Puisi ini menekankan bahwa perlawanan akan terus berkobar, bahkan jika penguasa menggunakan kekuatan dan pidato retorika. Suara rakyat adalah kekuatan yang tak terbendung, dan penindasan tidak akan mampu memadamkannya.

Penggunaan Metafora: Penyair menggunakan metafora yang kuat untuk menyampaikan pesannya. Penggunaan "1.000 mobil pemadam kebakaran" dan "1.000 pengeras suara" adalah simbol dari upaya penguasa untuk meredam suara perlawanan. Namun, penyair dengan tegas menyatakan bahwa upaya tersebut akan gagal.

Puisi "Ujung Rambut Ujung Kuku" adalah sebuah karya yang menggambarkan perasaan penyair terhadap penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia. Puisi ini merayakan kekuatan suara rakyat dan mengingatkan kita akan pentingnya perlawanan terhadap ketidakadilan.

Wiji Thukul
Puisi: Ujung Rambut Ujung Kuku
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul (nama asli Wiji Widodo) lahir pada tanggal 26 Agustus 1963 di Solo, Jawa Tengah.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.