Puisi: Aku Dudu Satrya (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Aku Dudu Satrya" karya Wiji Thukul mencerminkan pandangan bahwa pahlawan tidak selalu harus memiliki gelar atau status sosial tertentu.
Aku Dudu Satrya


Yen kiwa tengen kebak wong
dipulasara
aku ora arep mungguh gunung tapabrata
yen kiwo tengen pating njlerit
aku ora arep nyepi ing ringin-ringin
wingit
aku dudu satrya
aku dudu pangeran sing arep
munggah nata
aku rakyat biasa
menungsa cilik sing nduwe tangga.


Sumber: Para Jendral Marah-Marah (2013)

Analisis Puisi:
Puisi "Aku Dudu Satrya" karya Wiji Thukul adalah karya sastra yang mencerminkan nilai-nilai kesederhanaan dan penghormatan pada rakyat kecil.

Kesederhanaan dan Penghormatan pada Rakyat: Judul puisi ini, "Aku Dudu Satrya," secara harfiah berarti "Aku Bukan Satrya" atau "Aku Bukan Pangeran." Hal ini menunjukkan kesederhanaan penyair dalam mengidentifikasi dirinya sendiri. Thukul menolak label atau status sosial yang tinggi, seperti "Satrya" atau "Pangeran," dan lebih memilih untuk mengidentifikasi dirinya sebagai "rakyat biasa" atau "menungsa cilik." Puisi ini mencerminkan penghargaannya terhadap kehidupan sederhana dan keberanian rakyat kecil yang menghadapinya.

Penolakan Terhadap Kebesaran Sosial: Penyair mengekspresikan penolakannya terhadap konsep kebesaran sosial atau ketidaksetaraan dalam masyarakat. Ia dengan tegas menyatakan bahwa ia bukan seorang pangeran atau satria yang mungkin memiliki status tinggi. Ini bisa dianggap sebagai bentuk protes terhadap ketidaksetaraan sosial dan penghormatan kepada rakyat kecil yang sering kali tidak mendapatkan pengakuan yang sepatutnya.

Identitas Pribadi yang Jujur: Dalam puisi ini, Thukul dengan jujur menggambarkan dirinya sebagai "aku dudu satrya," yang artinya "aku bukan seorang pangeran." Ini mencerminkan sikap rendah hati dan identitas pribadi yang jujur. Penyair menolak untuk "nyepi ing ringin-ringin wingit," yang mungkin mencerminkan sikapnya yang tidak ingin berlaku sombong atau mengklaim status sosial yang tidak pantas.

Kepahlawanan dalam Kesederhanaan: Puisi ini juga mencerminkan pandangan bahwa pahlawan tidak selalu harus memiliki gelar atau status sosial tertentu. Thukul mengakui kepahlawanan rakyat biasa, yang mungkin tidak diakui oleh masyarakat luas. Ia merasa bahwa sebagai "rakyat biasa" atau "menungsa cilik," ia masih memiliki tanggung jawab untuk tetap berdiri dan berjuang.

Puisi "Aku Dudu Satrya" karya Wiji Thukul adalah ungkapan penghargaan terhadap kesederhanaan, penghormatan pada rakyat kecil, dan penolakan terhadap kebesaran sosial. Penyair mengidentifikasi dirinya sebagai "rakyat biasa" dan dengan tegas menolak klaim status sosial yang tinggi. Puisi ini menciptakan pandangan tentang kepahlawanan dalam kesederhanaan dan tanggung jawab moral terhadap masyarakat yang lebih luas.

Wiji Thukul
Puisi: Aku Dudu Satrya
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul (nama asli Wiji Widodo) lahir pada tanggal 26 Agustus 1963 di Solo, Jawa Tengah.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.