Puisi: Hari Tuaku (Karya Ajip Rosidi)

Puisi "Hari Tuaku" karya Ajip Rosidi mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan hidup dan menerima dengan tenang akan datangnya akhir hidup.
Hari Tuaku

Pabila hari tuaku tiba, kelak suatu masa
Kacamata tebal atas hidung, bersenandung
Menembangkan lelakon lama. Lalu tersenyum
Memandang bayangan atas kaca jendela
Yang putih warnanya, sampai pun alis, bulu mata ....

Maka namamu 'kan kusebut, dengan bibir gemetar
Bagai ayat kitab suci, tak sembarang boleh terdengar
Namun kala itu yang empunya nama entah di mana
Apakah lagi menyulam, duduk bungkuk atas kursi rotan
Ataukah sedang menimang cucu, mungkin pula telah lama
Aman berbaring dalam tilam penghabisan.

Dan pabila giliranku tiba, telentang
Dengan kedua belah tangan bersilang
Sebelum Sang Maut menjemput
Sekali lagi namamu 'kan kusebut, lalu diam. Mati.

1963

Sumber: Horison (April, 1968)

Analisis Puisi:
Puisi "Hari Tuaku" karya Ajip Rosidi merangkum perenungan yang mendalam tentang siklus kehidupan, penuaan, dan kematian.

Penggambaran Penuaan: Rosidi menggunakan gambaran kacamata tebal dan senandung lelakon lama untuk menggambarkan gambaran seorang yang telah tua. Kacamata tebal di hidung menggambarkan seseorang yang sudah berusia lanjut dan mungkin mengalami penurunan penglihatan.

Refleksi pada Masa Lalu: Penyair membayangkan bahwa pada saat tuanya nanti, dia akan merenungkan masa lalunya. Senandung lelakon lama menunjukkan refleksi dan pengenangan terhadap peristiwa-peristiwa dan orang-orang dari masa lalu yang telah meninggalkan kesan dalam hidupnya.

Ketidakpastian dan Kehidupan yang Terus Berlanjut: Penyair menggambarkan ketidakpastian tentang di mana seseorang akan berada ketika hari tua tiba. Ada asumsi bahwa mungkin seseorang akan menikmati ketenangan atau kemungkinan akan terbaring dalam keadaan terbaring dalam tilam penghabisan, yang menunjukkan akhir hidup.

Kehadiran Kematian: Puisi ini juga menghadirkan tema kematian secara kiasan. Ketika giliran penyair tiba, dia menyebutkan bahwa nama yang dicintainya akan dia sebut, dan kemudian dia diam dan mati. Hal ini menunjukkan bahwa kematian adalah bagian alami dari siklus kehidupan, dan siklus ini terus berlanjut.

Kecantikan Bahasa: Rosidi menggunakan bahasa yang indah dan mendalam untuk menyampaikan pesannya. Penggunaan kata-kata seperti "diam" dan "mati" di akhir puisi memberikan dampak yang kuat dan memperdalam makna puisi.

Puisi ini menawarkan refleksi yang dalam tentang kehidupan, penuaan, dan akhirnya, kematian. Rosidi mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan hidup dan menerima dengan tenang akan datangnya akhir hidup.

Puisi Ajip Rosidi
Puisi: Hari Tuaku
Karya: Ajip Rosidi

Biodata Ajip Rosidi:
  • Ajip Rosidi lahir pada tanggal 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat.
  • Ajip Rosidi meninggal dunia pada tanggal 29 Juli 2020 (pada usia 82 tahun) di Magelang, Jawa Tengah.
  • Ajip Rosidi adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.