Puisi: Aminah (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Aminah" karya W.S. Rendra menggambarkan perjalanan tragis seorang perempuan bernama Aminah. Dalam kisahnya, Aminah mengalami transformasi ...
Aminah


Adalah perempuan jalan di pematang
ketika jatuh senjakala.
Sawah muda, angin muda
tapi langkahnya sangat gontainya.

Sebentar nanti bila kakinya
yang beralas sandal itu
menginjak pelataran rumahnya
tentu hari belum gelap terlalu.
Ibunya yang tua akan menatapnya
dan dua batang kali kecil
akan menjalar dari matanya:
Ia akan berkata antara sedannya
"Ibu, aku pulang"
Dan keduanya akan berpelukan.

Maka sementara langit sibuk berdandan
untuk pesta malamnya
dan di udara terdengar sedan kegirangan
yang memancar dari rumah tua,
akan terdengar para tetangga
berbisik antara sesamanya
dan mata mereka bagai kucing
mengintip dari tempat gelap:
"Kampung kita yang tenteram
mulai lagi bermusang.
Ah, ya, betapa malunya!
Telah datang ular yang berbisa!
Jangan dekati ia!"

Adalah perempuan jalan di pematang
ketika jatuh senja kala
sambil memandang tanah kelabu
ia bayangkan dengan terang
yang bakal menimpa dirinya.

Juga sudah terbayangkan olehnya
salah satu bunda cerita pada putranya:
"Jauhi Aminah!
Kalau bunga, ia bunga bangkai.
Kalau buah, ia buah maja.
Ia adalah ular beludak.
Ia adalah burung malam.
Begini ceritanya:
Dulu ia adalah bunga desa
ia harum bagai mawar 
tapi sombong bagai bunga mentari.

Bila mandi di kali
ia adalah ikan yang indah
tubuhnya menyinarkan cahaya tembaga.
Dan di daratan ia bagai merak
berjalan angkuh dan mengangkat mukanya.
Para pemuda menggadaikan hati untuknya.
Tapi ia kejam dan tak kenal cinta.
Ia banyak dengar dongeng tentang putri bangsawan
lalu ia bayangkan ia putri
lalu ia inginkan kekayaan.
Mimpi meracuninya.

Maka pada suatu ketika
seorang lelaki datang dari kota
Ia kenakan jas woleta
dan arloji emas di tangannya
tapi para orang tua sudah tahu
matanya tak bisa dipercaya.
Mulutnya bagai serigala
dengan gigi caya perak dan mutiara.
Kata-katanya manis bagai lagu air
membawa mimpi tak berakhir.
Ketika dikenalnya Aminah
dibujuknya ia ke kota bersamanya
ia bayangkan kekuasaan
ia bayangkan kekayaan
ia bayangkan kehidupan putri bangsawan
dan pergilah Aminah bersamanya.

Jadi terbanglah merak ke dunia mimpinya
ia makan mega dan kabut menyapu matanya.
Dan semua orang tua yang cendekia sudah tahu
sejak sebermula sudah salah jalannya.

Maka seolah sudah ditenungkan
ketika sepupunya menengoknya ke kota
ia jumpai Aminah jauh dari mimpinya.
Hidup di gang gelap dan lembab
tiada lagi ia bunga tapi cendawan.
Biru pelupuk matanya
mendukung khayal yang lumutan.
Wajahnya bagai topeng yang kaku
kerna perawannya telah dikalahkan.

Maka sepupunya meratap pada ibunya:
- "Laknat telah tumpah
di atas kepala pamili kita.
Bunga bangkai telah tumbuh di halaman.
Belukar telah tumbuh antara padi-padian.
Kalau kita minum adalah tuba di air.
Kalau kita makan adalah duri di nasi.
Kerna ada antara pamili kita
telah jadi perempuan jalang!

Kini ularnya sudah pulang
dan bisanya sudah terasa di daging kita.
Jangan dekati ia!
Jangan dekati ia!
Ia cantik, tapi ia api!
Di kali ia tetap ikan jelita
tapi telah busuk rahimnya.
Jangan dekati ia!
Jangan dekati ia!"

Adalah perempuan jalan di pematang
ketika jatuh senja kala
sambil merasa angin di mukanya
ia bayangkan yang bakal menimpa dirinya.
Ia tahu apa yang bakal dikatakan tetangga
ia tahu apa yang bisa terduga.
Ia tahu tak seorang pun akan berkata:
"Berilah jalan padanya
orang yang naik dari pelimbahan.
Sekali salah ia langkahkan kakinya
dan ia terperangkap bagai ikan dalam bubu.
Berilah jalan pada kambing hitam
kerna ia telah dahaga padang hijau.
Berilah jalan pada semangat hilang
kerna ia telah dahaga sinar terang"

Dengan mudah ia bisa putar haluan
tapi air kali hanya kenal satu jalan
dan ia telah mengutuki kejatuhannya
dan ia telah berniat akan bangkit.
Maka ia adalah bunga mentari
maka ia adalah merak yang kukuh hati.
Adalah perempuan jalan di pematang
ketika jatuh senja kala
sambil mengenang yang bakal datang
ia tetap pada jalannya.


Sumber: Empat Kumpulan Sajak (1961)

Analisis Puisi:
Puisi "Aminah" karya W.S. Rendra menggambarkan perjalanan tragis seorang perempuan bernama Aminah. Dalam kisahnya, Aminah mengalami transformasi dari keindahan menjadi kegelapan, dari harapan menjadi kekecewaan.

Gambaran Aminah: Aminah digambarkan sebagai perempuan yang awalnya berjalan di pematang dengan langkah yang gontai dan anggun. Ini menciptakan citra keindahan dan ketidaktahuannya akan nasib buruk yang menantinya.

Kontras Antara Keindahan Alam dan Kehidupan Aminah: Puisi menciptakan kontras antara keindahan alam, seperti sawah muda dan angin yang bergoyang, dengan kehidupan Aminah yang penuh kemalangan. Ini menciptakan rasa tragis dan menyayat hati.

Kehadiran Peringatan Orang Tua: Orang tua Aminah memberikan peringatan terhadap bahaya yang mungkin dihadapinya. Mereka menilai Aminah sebagai bunga bangkai yang berubah dari bunga desa yang semula harum.

Kehadiran Lelaki dari Kota: Puisi menyajikan sosok lelaki dari kota yang menggoda Aminah dengan kemewahan dan janji kehidupan istana. Namun, dengan cermat, penyair menyampaikan bahwa mata dan mulutnya tak bisa dipercaya.

Pergulatan Batin Aminah: Aminah digambarkan bingung dan terguncang antara mimpi dan kenyataan. Dia terbawa oleh hasrat akan kekayaan dan kehidupan mewah, namun pada akhirnya, impian itu membuatnya terjebak dalam kegelapan.

Perubahan Aminah: Transformasi Aminah dari bunga desa yang harum menjadi cendawan yang tak bernyawa mencerminkan perjalanan tragis dari keindahan ke kehancuran. Hal ini ditandai dengan warna biru pelupuk matanya yang kini mendukung khayal yang lumutan.

Pengkhianatan Terhadap Mimpi: Aminah mengalami pengkhianatan terhadap mimpi dan harapannya. Ia berakhir di gang gelap dan lembab tanpa lagi menjadi bunga, melainkan cendawan. Pilihan hidupnya yang keliru membuatnya dikalahkan dan dirampas keindahannya.

Masyarakat yang Menilai: Masyarakat dalam puisi ini berbicara dan mengomentari perubahan Aminah. Mereka menciptakan mitos negatif tentangnya, menilainya sebagai ular berbisa yang harus dihindari.

Kepatuhan Aminah Terhadap Takdir: Meski mengetahui bahwa ia akan dihakimi oleh tetangga dan dihina oleh masyarakat, Aminah tetap berjalan di pematang pada senja kala. Keputusannya untuk tetap pada jalannya mencerminkan kepatuhan dan keberanian dalam menghadapi takdirnya.

Puisi "Aminah" karya W.S. Rendra adalah cerminan perjalanan tragis seorang perempuan yang tergoda oleh impian palsu. Melalui gambaran keindahan alam yang kontras dengan kehidupan Aminah, penyair berhasil menciptakan perasaan melankolis dan merenungkan. Puisi ini menjadi cerita yang mengingatkan kita akan risiko dan bahaya yang terkandung dalam godaan dunia yang glamor dan berkilau.
Puisi W.S. Rendra
Puisi: Aminah
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.