Puisi: Malam Ini adalah Kulit Merut Nenek Tua (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Malam Ini adalah Kulit Merut Nenek Tua" karya W.S. Rendra memadukan elemen-elemen alam dan perasaan manusia, menciptakan nuansa yang ...
Malam Ini adalah Kulit Merut Nenek Tua


Malam ini adalah kulit merut nenek tua
langkah ini telah disepikan diri dari tuju
wajah bulan penuh takhayul yang dena.

Inginkan teman tapi kujauhi kedai-kedai malam
pada mata susu layu dan segala yang hitam
tiada kenangan tiada damba
langkah-langkah rusuh menapak di lantai hati.

Pemberontak yang lari tanpa tambatan tuju
kerna menampar kepercayaan tiada lagi tempat istirah
matinya konyol di gunung-gunung batu.
Jadi mengapa langkah ini sepikan diri dari tuju?

Segala telah pejam, lampu jalanan pingsan
dingin terali jembatan tiada bicara langsung dari tangan
wajah di air tiada terhanyutkan selain pandang mata.
Willy, wajah di air itu teramat ramah diajak omong!

Sumber: Empat Kumpulan Sajak (1961)

Analisis Puisi:
Puisi "Malam Ini adalah Kulit Merut Nenek Tua" karya W.S. Rendra adalah karya sastra yang menghadirkan citra malam yang penuh misteri. Puisi ini memadukan elemen-elemen alam dan perasaan manusia, menciptakan nuansa yang melankolis dan memikat.

Metafora Kulit Merut Nenek Tua: Judul puisi ini, "Malam Ini adalah Kulit Merut Nenek Tua," adalah metafora yang mempesona. Ia menggambarkan malam sebagai "kulit merut nenek tua," menciptakan citra kulit tua yang berkerut, melambangkan waktu yang berlalu. Ini mengingatkan pembaca tentang sisi transien dan penuh misteri dari malam.

Keheningan Malam: Puisi ini menciptakan gambaran tentang malam yang tenang dan sunyi. Malam dijelaskan sebagai waktu ketika "segala telah pejam" dan "lampu jalanan pingsan." Ini menciptakan atmosfer hening yang memungkinkan introspeksi dan refleksi.

Pengenalan Diri: Puisi ini menciptakan perasaan perasaan kehilangan atau kebingungan, terutama dalam bait "langkah ini telah disepikan diri dari tuju." Penyair tampaknya mencari arah dan makna dalam malam yang gelap.

Rasa Kejenuhan: Puisi ini menggambarkan perasaan jenuh terhadap "kedai-kedai malam," menggambarkan hasrat untuk menjauh dari keramaian dan ketidakpastian kehidupan malam.

Perasaan Pemberontakan: Penyair mengungkapkan perasaan pemberontakan dalam bait "pemberontak yang lari tanpa tambatan tuju." Ini menciptakan gambaran individu yang menolak norma sosial atau ekspektasi yang diletakkan pada mereka.

Komunikasi dengan Alam: Pada akhir puisi, penyair menciptakan kesan bahwa ia mencoba berkomunikasi dengan alam, terutama melalui gambaran "wajah di air." Ini menciptakan perasaan keajaiban dan kerinduan untuk berhubungan dengan alam.

Perasaan Kesepian: Meskipun malam tenang, ada kesan kesepian dalam puisi ini. Penyair mencari teman ("Inginkan teman") tetapi merasa terisolasi.

Puisi "Malam Ini adalah Kulit Merut Nenek Tua" adalah karya sastra yang menggambarkan malam sebagai metafora untuk pertimbangan dan refleksi manusia. Puisi ini menciptakan atmosfer hening dan merenungkan, mengeksplorasi perasaan perasaan seperti kebingungan, pemberontakan, dan kesepian. Melalui gambaran alam, penyair mengekspresikan dorongan untuk berhubungan dengan alam dan mencari makna dalam keheningan malam.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Malam Ini adalah Kulit Merut Nenek Tua
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.