Puisi: Mega Putih (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Mega Putih" karya W.S. Rendra menghadirkan gambaran kuat tentang kehidupan, kematian, perjalanan, dan kehilangan.
Mega Putih
Kepada Suwanto Suwandi yang sedang bernyanyi.

Mega putih adalah tampungan segala bencana.
Mega putih telah lewat.
Maut menunggang di punggungnya.
Mega putih adalah musafir yang kembara.
Kalut dalam tempuhan angin.
Binasa dalam kesepian yang biru.
Tiada bapak, tiada cinta.
Tiada kasih, tanpa cinta.
Mega putih telah lewat.
Tanpa rumah, tanpa keluarga.
Mega putih! Mega putih!
Kemana gerangan perginya?
Arah mana ditempuhnya?
Wahai, angkasa yang luas!
Wahai, langit yang mesra bagai bunda!
Tampunglah dia mega yang kembara.
Kembangkan lengan-lenganmu yang gaib
dan pangkulah dia:
musafir tak berbapak tak berbunda:
awan putih tampungan segala bencana!

Sumber: Gajah Mada (1958)

Analisis Puisi:
Puisi "Mega Putih" karya W.S. Rendra adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan gambaran kuat tentang kehidupan dan kematian, perjalanan, serta keberanian dalam menghadapi bencana.

Mega Putih sebagai Simbol Kematian: Mega putih dalam puisi ini digambarkan sebagai simbol kematian. Ia adalah "tampungan segala bencana" dan "maut menunggang di punggungnya." Gambaran ini menciptakan suasana yang suram dan menghadirkan konsep kematian sebagai sebuah perjalanan yang tak terelakkan.

Perjalanan dan Kesepian: Puisi ini menciptakan citra seorang musafir (Mega putih) yang merantau dalam kehidupan. Ia merasakan "kalut dalam tempuhan angin" dan "binasa dalam kesepian yang biru." Ini menggambarkan perasaan terpisah dan terlunta-lunta dalam perjalanan hidupnya.

Kehilangan Keluarga dan Kasih Sayang: Ada ungkapan tentang kehilangan hubungan keluarga, cinta, dan kasih sayang dalam puisi ini. Mega putih disebut sebagai "musafir tak berbapak tak berbunda." Ini menciptakan citra seorang yang ditinggalkan oleh orang-orang yang dicintainya dan merasa terasing.

Pertanyaan-Pertanyaan Retoris: Puisi ini mengandung serangkaian pertanyaan retoris seperti "Mega putih! Mega putih! Kemana gerangan perginya?" dan "Arah mana ditempuhnya?" Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin mencerminkan ketidakmengertian dan kebingungan seseorang di hadapan kematian dan perpisahan.

Doa kepada Alam Semesta: Puisi ini berakhir dengan doa kepada alam semesta, yang diwakili oleh angkasa dan langit yang luas. Penyair memohon agar alam semesta "tampunglah dia mega yang kembara" dan "kembangkan lengan-lenganmu yang gaib." Doa ini mencerminkan rasa harap dan kehormatan terhadap kehidupan yang singkat dan perjalanan menuju kematian.

Puisi "Mega Putih" adalah karya yang menghadirkan gambaran kuat tentang kehidupan, kematian, perjalanan, dan kehilangan. Ia membangkitkan emosi dan refleksi tentang makna eksistensi manusia dan ketidakpastian di dalamnya.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Mega Putih
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.