Puisi: Ciliwung yang Manis (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Ciliwung yang Manis" karya W.S. Rendra menggambarkan sungai Ciliwung dan hubungannya dengan kota Jakarta.
Ciliwung yang Manis


Ciliwung mengalir
Dan menyindir gedung-gedung kota Jakarta
Kerna tiada bagai kota yang papa itu
Ia tahu siapa bundanya.

Ciliwung bagai lidah terjulur
Ciliwung yang manis tunjukkan lenggoknya.

Dan Jakarta kecapaian
Dalam bisingnya yang tawar
Dalamnya berkeliaran wajah-wajah yang lapar
Hati yang berteriak karena sunyinya.
Maka segala sajak
Adalah terlahir karena nestapa
Kalau pun bukan
Adalah dari yang sia-sia
Ataupun ria yang karena papa.

Ciliwung bagai lidah terjulur
Ciliwung yang manis tunjukkan lengoknya.

Ia ada hati di kandungnya
Ia ada nyanyi di hidupnya,
Hoi, geleparnya anak manja!

Dan bulan bagai perempuan tua
Letih dan tak diinfahkan
Menyebut langkahnya atas kota.
Dan bila ia layangkan pandangnya ke Ciliwung
Kali yang manis membalas menatapnya!
Hoi! Hoi!

Ciliwung bagai lidah terjulur
Ciliwung yang manis tunjukkan lenggoknya.

Teman segala orang miskin
Timbunan rindu yang terperam
Bukan bunga tapi bunga.
Begitu kali bernyanyi meliuk-liuk
Dan Jakarta disinggung dengan pantatnya.


Sumber: Kisah (November, 1955)

Analisis Puisi:
Puisi "Ciliwung yang Manis" karya W.S. Rendra adalah sebuah karya yang menggambarkan sungai Ciliwung dan hubungannya dengan kota Jakarta. Puisi ini menciptakan berbagai gambaran dan makna yang terkandung dalam hubungan antara sungai dan kota.

Personifikasi Sungai Ciliwung: Puisi ini memberikan karakteristik manusia pada sungai Ciliwung. Sungai tersebut digambarkan sebagai sosok yang memiliki kesadaran dan perasaan. Ia "mengalir" dan "menyindir" gedung-gedung kota Jakarta, menggambarkan interaksi antara alam dan perkembangan perkotaan.

Kritik terhadap Pembangunan Kota: Puisi ini mengkritik perkembangan kota Jakarta yang begitu pesat. Sungai Ciliwung "menyindir" gedung-gedung kota, menggambarkan ketidakseimbangan antara perkembangan perkotaan dan pelestarian alam. Ini mencerminkan perasaan nostalgia terhadap masa lalu ketika alam masih lebih dominan dalam keseharian.

Hubungan dengan Jakarta: Puisi ini menciptakan gambaran hubungan yang kompleks antara sungai dan kota. Sungai Ciliwung "tahu siapa bundanya," yang mungkin merujuk pada Jakarta sebagai "ibu kota." Sungai ini adalah bagian integral dari kota, tetapi juga memiliki identitas dan karakteristik uniknya sendiri.

Ketidakpuasan dan Nestapa: Puisi ini menciptakan suasana ketidakpuasan dan nestapa dalam deskripsi Jakarta. Kota ini digambarkan sebagai "kecapaian" dengan "bisingnya yang tawar." Penyair merinci bahwa dalam kesibukan kota yang keras, masih ada "wajah-wajah yang lapar" dan "hati yang berteriak karena sunyinya."

Seni sebagai Respon terhadap Nestapa: Penyair menggambarkan seni, khususnya sajak, sebagai respons terhadap nestapa. Ia menyatakan bahwa "segala sajak adalah terlahir karena nestapa." Puisi menjadi cara untuk mengungkapkan perasaan manusia di tengah-tengah kesulitan hidup.

Imaginasi dan Kreativitas: Puisi ini menciptakan gambaran yang imajinatif dan kreatif tentang sungai Ciliwung yang "bernyanyi" dan "tunjukkan lenggoknya." Ini menunjukkan bagaimana seni dapat menghidupkan kembali alam dan memberikan makna dalam situasi yang sulit.

Sosok Jakarta yang Menarik: Penyair menggambarkan Jakarta sebagai kota yang memiliki sisi-sisi menarik, meskipun juga ada ketidakseimbangan dan ketidakpuasan. Kota ini digambarkan melalui kontras antara sungai yang "manis" dan "lenggoknya" dengan gambaran tentang kesulitan dan keramaian kota.

Puisi "Ciliwung yang Manis" karya W.S. Rendra adalah karya yang menggambarkan hubungan kompleks antara sungai Ciliwung dan kota Jakarta. Puisi ini menciptakan gambaran yang imajinatif dan kreatif tentang alam dan perkotaan, serta mengungkapkan perasaan ketidakpuasan dan nostalgia terhadap masa lalu. Ini juga menyoroti peran seni dalam mengatasi kesulitan hidup dan mengungkapkan perasaan manusia.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Ciliwung yang Manis
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.