Puisi: Anggur Darah (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Anggur Darah" karya W.S. Rendra menggambarkan sebuah adegan peperangan yang kejam dan kontras antara kemenangan yang dianggap meriah dengan ...
Anggur Darah
untuk Fransiskus Sudibyanto


Panglima itu menuju ke bukit batu
musuhnya menyerah kalah.
Maka bagi dia ada pesta meriah
puja pahlawan pemenang perang.

Diteguk setuwung anggur
di lidah terasa darah.
Wahai! Amis, ya, amis!

Dicicip bibir janda musuh
tergigit menetes darah
Wahai! Asin, ya, asin!

Dicoba tidur bermimpi jauh
malah tampak bukit tengkorak
berlumur kerak darah.
Wahai! Rengkah, ya, rengkah!

Banyak kepala telah ia penggal
banyak perpisahan telah ia bikin
puas sudah ia reguk darah
cuma bagi tanda megah gagah
pernyataan perkasa laki-laki.

Genderang tifa menyoraknya
bersama bendera tanda jaya
sedang ia sendiri tersengal-sengal
terendam dalam mabuk darah.

Panglima itu menuju ke bukit batu.
Remak di puncak muntah darah.
Wahai! Merah, ya, merah!


Sumber: Empat Kumpulan Sajak (1961)

Analisis Puisi:
Puisi "Anggur Darah" karya W.S. Rendra menggambarkan sebuah adegan peperangan yang kejam dan kontras antara kemenangan yang dianggap meriah dengan kenyataan pahit dari tumpahan darah.

Metafora Anggur Darah: Pemilihan judul "Anggur Darah" segera menarik perhatian pembaca. Metafora ini menciptakan gambaran rasa dan nuansa yang kontras. Anggur, yang seringkali dihubungkan dengan kelezatan dan keindahan, dihubungkan dengan darah, simbol kematian dan penderitaan. Ini menciptakan efek dramatis dan kontras yang kuat.

Pemenangan dan Pesta Meriah: Puisi dibuka dengan gambaran panglima yang menuju ke bukit batu setelah musuhnya menyerah. Ada nuansa kemenangan, dan bagi panglima, ini adalah waktu untuk pesta meriah dan puja pahlawan. Namun, nuansa euforia ini segera bergeser ketika anggur yang diminum oleh panglima mengekspos kenyataan kekejaman perang.

Citra Kekejaman Peperangan: Melalui metafora darah yang dicicipi di lidah dan bibir janda musuh, puisi ini menciptakan citra kekejaman dan kebiadaban peperangan. Darah dianggap sebagai rasa anggur, tapi dengan cepat membuka kekejaman yang sebenarnya.

Ironi dan Kontradiksi: Puisi ini mengandung unsur ironi dan kontradiksi yang kuat. Meskipun panglima mengalami euforia kemenangan, citra darah yang terasa dan dicicipinya menggambarkan kontras yang tajam dengan suasana pesta. Ada ketidakharmonisan antara kemenangan yang dirayakan dan kenyataan brutal peperangan.

Realitas Kematian dan Penderitaan: Puisi memotret realitas kematian dan penderitaan yang tersembunyi di balik kemegahan perang. Gambar bukit tengkorak yang berlumur kerak darah menciptakan citra kehancuran dan kematian. Meskipun diiringi sorak sorai dan tifa, panglima sendiri tenggelam dalam mabuk darah, menunjukkan dampak psikologis dari kekejaman yang dialaminya.

Simbolisme Warna: Pemilihan warna dalam puisi ini juga memberikan makna mendalam. Warna merah, yang dapat diasosiasikan dengan kehidupan, kemenangan, dan juga darah, digunakan secara efektif untuk menciptakan atmosfer puisi dan menyoroti kontras di antara elemen-elemen tersebut.

Naratif Anti-Pemenangan: Meskipun puisi ini memulai dengan citra kemenangan dan pesta meriah, naratifnya secara efektif menjadi anti-pemenangan. Seiring dengan kemajuan puisi, pembaca diajak untuk melihat melampaui kebahagiaan semu dan memahami konsekuensi yang mengerikan dari peperangan.

Puisi "Anggur Darah" adalah puisi yang penuh dengan kontras, ironi, dan simbolisme. W.S. Rendra berhasil menciptakan atmosfer yang kompleks, memaksa pembaca untuk merenungkan realitas kekejaman perang di balik citra kemenangan yang meriah. Melalui gambaran visual dan metafora yang kuat, puisi ini memberikan suara yang menggugah kesadaran akan konsekuensi tragis dari konflik bersenjata.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Anggur Darah
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.