Puisi: Hujan Waktu Itu (Karya A. Munandar)

Puisi "Hujan Waktu Itu" karya A. Munandar menggambarkan suasana hujan sebagai metafora dari perasaan dan kenangan yang terjadi pada masa lalu.
Hujan Waktu Itu

Hujan pertama telah datang
dari perginya September lalu.
Bumi kembali basah, begitu juga hatiku.

Tiada petir,
hanya angin penenun arah.
Lagi, aku menatap jendela basah.

Di sana pernah ada kisah:
remaja-remaja penanti dosa,
warna-warni cerita muda,
dua sejarah yang pernah terluka.

Di tempat fana ini,
tidak ada yang selamanya,
juga hujan -- yang selalu berhenti
setiba saatnya, ...

Tapi rambutnya sudah basah,
aku takut orang tuanya marah.
Dan masih, pintu rumahnya
sungguh bikin resah.

Hampir aku terpaku,
sebelum langkah melanjutkan segala kelu.
Di sana doa pernah seperti hancur,
setelah makbul sebulan lalu.

Jendela lantai atas,
berdiri kau di sana.
Dan masih mencari kata,
senyum kehancuran yang aku punya.

2017

Analisis Puisi:
Puisi "Hujan Waktu Itu" karya A. Munandar menggambarkan suasana hujan sebagai metafora dari perasaan dan kenangan yang terjadi pada masa lalu. Puisi ini menciptakan suasana melankolis dan nostalgia yang mendalam, serta menggambarkan gambaran tentang pemuda yang merenung tentang kenangan dan kisah yang pernah dialami.

Simbolisme Hujan: Hujan dalam puisi ini memiliki makna simbolis yang mendalam. Hujan pertama yang datang setelah perpisahan menggambarkan rasa nostalgia dan kehampaan yang muncul setelah kepergian seseorang atau peristiwa berarti. Hujan menjadi perwujudan perasaan yang tidak stabil, seperti bumi yang basah dan hati yang tercermin dalam hal tersebut.

Nostalgia dan Kenangan: Puisi ini menyiratkan perasaan nostalgia melalui gambaran tentang peristiwa yang terjadi pada masa lalu. Penyair merenung tentang kisah remaja-remaja yang pernah menantikan pengalaman, dan warna-warni cerita muda yang ada di masa itu. Melalui kenangan ini, puisi menciptakan rasa kehangatan dan juga rasa kehilangan.

Perubahan dan Kehancuran: Puisi ini menggambarkan perubahan dan kehancuran melalui pemahaman bahwa tidak ada yang abadi. Penyair merenungkan tentang perubahan dalam hubungan dan kenangan. Pemahaman akan kerapuhan hubungan manusia dan ketidakkekalan masa kini menggambarkan perasaan yang mendalam.

Pemuda yang Merenung: Puisi ini menciptakan citra seorang pemuda yang merenungkan kenangan dan perasaan. Pemuda tersebut terpaku pada gambaran jendela yang mengingatkannya pada seseorang yang pernah ada dalam hidupnya. Pemuda ini mencari kata-kata untuk menggambarkan kehancuran dan perasaan yang dimilikinya.

Penggunaan Bahasa: Puisi ini menggunakan bahasa yang mendalam dan penuh perasaan, menciptakan suasana melankolis dan introspektif. Pilihan kata yang tepat dan rangkaian kalimat yang terstruktur menciptakan ritme dan irama yang memperkuat makna puisi.

Pesan Utama: Puisi "Hujan Waktu Itu" menggambarkan perasaan nostalgia, kehancuran, dan perubahan melalui simbolisme hujan dan gambaran tentang kenangan masa lalu. Puisi ini mengekspresikan pemahaman akan kerapuhan hubungan manusia dan perasaan kehilangan yang sering dihadapi.

Puisi "Hujan Waktu Itu" kaya A. Munandar menggambarkan suasana nostalgia dan kehancuran melalui simbolisme hujan dan gambaran tentang kenangan dan perasaan pemuda yang merenung. Melalui bahasa yang mendalam dan perasaan yang kuat, puisi ini menciptakan suasana melankolis dan introspektif yang mendorong pembaca untuk merenung tentang arti perubahan dan kenangan dalam hidup.

A. Munandar
Puisi: Hujan Waktu Itu
Karya: A. Munandar
© Sepenuhnya. All rights reserved.