Puisi: Ketika Burung Merpati Sore Melayang (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Ketika Burung Merpati Sore Melayang" karya Taufiq Ismail menciptakan gambaran yang kuat tentang keadaan sosial dan politik yang penuh ....
Ketika Burung Merpati Sore Melayang


Langit akhlak telah roboh di atas negeri
Karena akhlak roboh, hukum tak tegak berdiri
Karena hukum tak tegak, semua jadi begini

Negeriku sesak adegan tipu-menipu
Bergerak ke kiri, dengan maling kebentur aku
Bergerak ke kanan, dengan perampok ketabrak aku
Bergerak ke belakang, dengan pencopet kesandung aku
Bergerak ke depan, dengan penipu ketanggor aku
Bergerak ke atas, di kaki pemeras tergilas aku

Kapal laut bertenggelaman, kapal udara berjatuhan
Gempa bumi, banjir, tanah longsor dan orang kelaparan
Kemarau panjang, kebakaran hutan berbulan-bulan
Jutaan hektar jadi jerebu abu-abu berkepulan
Bumiku demam berat, menggigilkan air lautan

Beribu pencari nafkah dengan kapal dipulangkan
Penyakit kelamin meruyak tak tersembuhkan
Penyakit nyamuk membunuh bagai ejekan
Berjuta belalang menyerang lahan pertanian
Bumiku demam berat, menggigilkan air lautan

Lalu berceceran darah, berkepulan asap dan berkobaran api
Empat syuhada melesat ke langit dari bumi Trisakti
Gemuruh langkah, simaklah, di seluruh negeri
Beribu bangunan roboh, dijarah dalam huru-hara ini
Dengar jeritan beratus orang berlarian dikunyah api
Mereka hangus-arang, siapa dapat mengenal lagi
Bumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri

Kukenangkan tahun '47 lama aku jalan di Ambarawa dan Salatiga
Balik kujalani Clash I di Jawa, Clash II di Bukittinggi
Kuingat-ingat pemboman Sekutu dan Belanda seantero negeri
Seluruh korban empat tahun revolusi
Dengan Mei '98 jauh beda, jauh kalah ngeri
Aku termangu mengenang ini
Bumiku sakit berat, dengarlah angin menangis sendiri

Ada burung merpati sore melayang
Adakah desingnya kau dengar sekarang

Ke daun telingaku, jari Tuhan memberi jentikan
Ke ulu hatiku, ngilu tertikam cobaan
Di aorta jantungku, musibah bersimbah darah
Di cabang tangkai paru-paruku, kutuk mencekik nafasku
Tapi apakah sah sudah, ini murka-Mu?

Ada burung merpati sore melayang
Adakah desingnya kau dengar sekarang


1998

Sumber: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1998)

Analisis Puisi:
Puisi "Ketika Burung Merpati Sore Melayang" karya Taufiq Ismail menciptakan gambaran yang kuat tentang keadaan sosial dan politik yang penuh dengan konflik dan krisis di Indonesia. Puisi ini membahas sejumlah tema kompleks, termasuk kerusakan moral, bencana alam, dan pertanyaan akan keadilan Tuhan.

Keruntuhan Akhlak dan Hukum: Puisi dimulai dengan menyampaikan bahwa langit akhlak telah roboh di atas negeri. Ini mencerminkan keadaan moral masyarakat yang rusak, dan karena akhlak roboh, hukum pun tidak lagi tegak berdiri. Puisi menyuguhkan gambaran keruntuhan etika dan keadilan di dalam masyarakat.

Kehancuran Alam dan Bumi yang Demam: Taufiq Ismail melukiskan kekacauan alam dan bumi yang demam karena ulah manusia. Bencana alam seperti kapal laut yang tenggelam, kapal udara yang jatuh, gempa bumi, banjir, dan kebakaran hutan menjadi metafora bagi kerusakan lingkungan dan dampak buruk dari tindakan manusia.

Krisis Sosial dan Ekonomi: Puisi menggambarkan keadaan sosial dan ekonomi yang kacau balau. Berbagai adegan kejahatan dan ketidakadilan dilukiskan, menciptakan gambaran kesengsaraan dan ketidakpastian di dalam masyarakat. Ini mencakup adegan pencopetan, perampokan, dan kondisi kelaparan.

Kritik Terhadap Pemerintah dan Kekuasaan: Penyair menyampaikan kritik terhadap pemerintah dan kekuasaan yang gagal melindungi dan melayani rakyatnya. Penggambaran tentang pulangnya ribuan pencari nafkah dan kurangnya perhatian terhadap penyakit dan bencana menyiratkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi masalah sosial dan ekonomi.

Perbandingan dengan Sejarah dan Kenangan Pribadi: Penyair membandingkan kondisi saat ini dengan kenangan masa lalu, mengingatkan pembaca akan konflik dan pertempuran yang pernah dialaminya di masa revolusi. Ini menekankan bahwa krisis sosial dan politik saat ini bahkan lebih parah daripada masa revolusi.

Pertanyaan akan Keadilan Tuhan: Puisi ditutup dengan pertanyaan filosofis tentang keadilan Tuhan. Penyair mengekspresikan rasa sakit dan penderitaan pribadinya, seraya mempertanyakan apakah semua ini merupakan murka Tuhan. Hal ini menciptakan nuansa religius dan introspektif di dalam puisi.

Burung Merpati sebagai Simbol Harapan: Dalam keadaan yang gelap dan penuh penderitaan, penyair menyelipkan gambaran burung merpati yang melayang sebagai simbol harapan. Desing burung merpati dapat diartikan sebagai panggilan untuk mendengarkan tanda-tanda kecil harapan di tengah-tengah kegelapan.

Puisi ini menciptakan narasi yang kompleks dan penuh makna, menggambarkan ketidakstabilan dan penderitaan yang melibatkan berbagai aspek kehidupan. Dengan menggunakan bahasa yang kuat dan metafora yang dalam, Taufiq Ismail berhasil menyajikan kritik sosial dan pertanyaan filosofis yang menggugah pikiran.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Ketika Burung Merpati Sore Melayang
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.