Puisi: Perawan Tua (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Perawan Tua" menggambarkan perjalanan hidup, penuaan, dan kematian melalui gambaran-gambaran yang kuat dan simbolisme yang kompleks.
Perawan Tua

Pada buah nyanyi adalah mimpinya
terantuk pada kerasnya dada bulan.

- O, kerut-merut sudah tiba
dan hari-hari menggendong ngerinya kelayuan
melunak lisut buahku padat
buahku ranum menua tersia.

Amboi, betapa lagu angin tenggara:
- Tiada dirasa gigiran mulut gemas
dikhianati kesuciannya
telah dilewatinya usia-usia sepi
jumlah jerawat bercerita
berahi berapi kandungannya
ratap tangis yang terpampat.

Dan daun terakhir gugur:
- Wahai, debu hinggapi tubuhku
hidup kupeluk bagi siapa?
Melayang, ya melayang
nanti ku gugur pada bunda.

- Dukana! Dukana!
Diperanakkan dari wajah langit angkuh
terhanyut di kali melumuri
jangat para perawan di tepian
bocah-bocah ikan mas jelita.

Burung tuwu bertamu di bubungan
dengking terpendam di halaman
lalu kuku-kuku membaruti daun pintu
bersama terbukanya masuklah anjing hitam.

- Hitamku! Hitamku!
Betapa gatalnya sekujur dadaku!

Yang hangat dilekap ke dada
Yang berbunga dipetiknya.


Sumber: Empat Kumpulan Sajak (1961)

Analisis Puisi:
Puisi "Perawan Tua" karya W.S. Rendra adalah sebuah karya yang sarat dengan gambaran-gambaran kuat dan simbolisme yang mendalam. Dalam analisis ini, kita akan menjelajahi beberapa tema dan elemen penting yang terkandung dalam puisi ini:

Simbolisme Buah Nyanyi dan Bulan: Puisi dimulai dengan gambaran buah nyanyi yang bermimpi dan terantuk pada dada bulan. Buah nyanyi mewakili kehidupan dan kreativitas, sementara bulan mungkin melambangkan keabadian atau siklus alam. Terantuknya buah nyanyi pada dada bulan menyoroti konflik antara kehidupan dan kematian, antara keberlangsungan dan akhir.

Proses Penuaan dan Kematian: Puisi ini mengeksplorasi tema penuaan dan kematian melalui gambaran seorang perawan tua yang mengalami perubahan fisik dan emosional. Perawan tua itu merenungkan proses penuaan dan kematian yang tak terhindarkan, serta kesendirian dan kehampaan yang mungkin menyertainya.

Kehilangan Kecantikan dan Kesucian: Perawan tua dalam puisi ini merasa kehilangan kecantikan dan kesucian yang dimilikinya saat masih muda. Jerawat-jerawat di wajahnya menjadi simbol dari penuaan dan pengalaman hidup yang membebani.

Kritik Terhadap Masyarakat: Ada elemen kritik sosial dalam puisi ini, terutama terkait dengan perlakuan terhadap perawan tua. Masyarakat cenderung mengabaikan atau menghina orang yang sudah tua dan kehilangan daya tarik fisik mereka.

Simbolisme Burung Tuwu dan Anjing Hitam: Burung tuwu dan anjing hitam mungkin melambangkan kedatangan kematian atau kegelapan yang datang menghampiri. Mereka merupakan simbol dari ketidakpastian dan ancaman yang mengintai perawan tua.

Kesedihan dan Kehampaan: Puisi ini menciptakan suasana kesedihan dan kehampaan yang kuat melalui gambaran-gambaran yang gelap dan terkesan suram. Perawan tua merenungkan kehidupannya yang kini sudah menua dan kehilangan keindahan serta arti.

Dengan demikian, puisi "Perawan Tua" adalah sebuah puisi yang mendalam yang menggambarkan perjalanan hidup, penuaan, dan kematian melalui gambaran-gambaran yang kuat dan simbolisme yang kompleks. Puisi ini memaksa pembaca untuk merenungkan tentang arti kehidupan, kecantikan, dan ketidakpastian yang ada dalam dunia ini.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Perawan Tua
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.