Puisi: Terbunuhnya Atmo Karpo (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Terbunuhnya Atmo Karpo" menghadirkan cerita dramatis yang penuh dengan emosi, konflik batin, dan ketegangan. Melalui simbolisme dan ...
Terbunuhnya Atmo Karpo


Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi
bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para
mengepit kuat-kuat lutut penunggang perampok yang diburu
surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang.

Segenap warga desa mengepung hutan itu
dalam satu pusaran pulang-balik Atmo Karpo
mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri.

Satu demi satu yang maju tersadap darahnya
penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka.

- Nyawamu barang pasar, hai orang-orang bebal!
Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa.
Majulah Joko Pandan! Di mana ia?
Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa.

Anak panah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo Karpo masih tegak, luka tujuh liang.

- Joko Pandan! Di mana ia:
Hanya padanya seorang kukandung dosa.

Bedah perutnya tapi masih setan ia
menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala.

- Joko Pandan! Di mana ia!
Hanya padanya seorang kukandung dosa.

Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan
segala menyibak bagi derapnya kuda hitam
ridla dada bagi derunya dendam yang tiba.

Pada langkah pertama keduanya sama baja
pada langkah ke tiga rubuhlah Atmo Karpo
panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka.

Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka
pesta bulan, sorak-sorai, anggur darah.

Joko Pandan menegak, menjilat darah di pedang -
Ia telah membunuh bapanya.


Sumber: Seni (Juli, 1955)

Analisis Puisi:
Puisi "Terbunuhnya Atmo Karpo" karya W.S. Rendra adalah karya sastra yang penuh dengan gambaran dramatik dan kekuatan emosional. Puisi ini mengeksplorasi tema keadilan, dendam, dan konflik batin dalam konteks perjuangan dan pengorbanan.

Ekspresi Kekejaman dan Pembalasan: Puisi ini membuka dengan gambaran kekejaman, dengan penggunaan metafora "kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi." Ekspresi kekejaman ini menciptakan suasana intens dan menggambarkan pembalasan yang datang.

Kritik Sosial: Puisi menciptakan kritik sosial terhadap ketidakadilan dan penindasan yang dihadapi oleh masyarakat. Atmo Karpo, sebagai simbol perlawanan, dihadapkan pada pembalasan yang mewakili sistem yang tidak adil.

Personifikasi Bulan dan Alam: Bulan digambarkan sebagai simbol pengkhianatan, yang "berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para." Ini memberikan dimensi emosional dan mistis pada cerita, dengan alam berperan sebagai saksi dan pemain dalam peristiwa tragis ini.

Kedalaman Emosi: Puisi ini menciptakan gambaran emosional yang dalam, terutama dalam penggambaran Atmo Karpo yang bertahan meskipun terluka. Keberanian dan tekadnya tercermin dalam baris-baris yang menciptakan rasa keterikatan pembaca pada tokoh.

Konflik Batin dan Dendam: Joko Pandan, yang pada akhirnya membunuh Atmo Karpo, menghadapi konflik batin dan dilema moral. Kedukaan dan penderitaan terungkap dalam baris-baris yang menciptakan atmosfer konflik emosional yang mendalam.

Simbolisme dan Metafora: Simbolisme kuat terletak pada gambaran bulan, darah, dan pedang. Bulan sebagai pengkhianat menciptakan atmosfer kegelapan, sementara darah dan pedang mencerminkan pertumpahan darah dan konflik fisik.

Pengorbanan dan Perjuangan: Atmo Karpo menjadi simbol perjuangan dan pengorbanan dalam melawan ketidakadilan. Penggambaran keberanian dan tekadnya mengilhami perasaan penghargaan terhadap pahlawan yang berani berdiri di depan penindasan.

Ironi Tragis: Puisi menciptakan ironi tragis dengan membawa perasaan keterpencilan dan keputusasaan. Meskipun Atmo Karpo melawan dengan gigih, ia akhirnya terbunuh oleh seseorang yang ternyata menjadi anaknya sendiri, menciptakan kehancuran dan penderitaan yang lebih dalam.

Puisi "Terbunuhnya Atmo Karpo" menghadirkan cerita dramatis yang penuh dengan emosi, konflik batin, dan ketegangan. Melalui simbolisme dan gambaran kuat, W.S. Rendra menciptakan karya yang memprovokasi pemikiran tentang keadilan, pengorbanan, dan kompleksitas konflik manusia.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Terbunuhnya Atmo Karpo
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.