Puisi: Doa Orang Lapar (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Doa Orang Lapar" karya W.S. Rendra menggambarkan suatu realitas kehidupan yang penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan akibat kelaparan.
Doa Orang Lapar


Kelaparan adalah burung gagak
yang licik dan hitam.
Jutaan burung-burung gagak
bagai awan yang hitam.
O Allah!
Burung gagak menakutkan.
dan kelaparan adalah burung gagak
Selalu menakutkan.
Kelaparan adalah pemberontakan.
Adalah penggerak gaib
dari pisau-pisau pembunuhan
yang diayunkan oleh tangan-tangan orang miskin.
Kelaparan adalah batu-batu karang
di bawah wajah laut yang tidur.
Adalah mata air penipuan.
Adalah pengkhianat kehormatan.
Seorang pemuda yang gagah akan menangis tersedu
melihat bagaimana tangannya sendiri
meletakkan kehormatannya di tanah
karena kelaparan.
Kelaparan adalah iblis.
Kelaparan adalah iblis yang menawarkan kediktatoran.
O Allah!
Kelaparan adalah tangan-tangan hitam
yang memasukkan segenggam tawas
ke dalam perut para miskin.
O Allah!
Kami berlutut.
Mata kami adalah Mata-Mu.
Ini juga mulut-Mu.
Ini juga hati-Mu.
Dan ini juga perut-Mu.
Perut-Mu lapar, ya Allah.
Perut-Mu menggenggam tawas
dan pecahan-pecahan gelas kaca.
O Allah!
Betapa indahnya sepiring nasi panas,
semangkuk sop dan segelas kopi hitam.
O Allah!
Kelaparan adalah burung gagak.
Jutaan burung gagak
bagai awan yang hitam
menghalang pandangku
ke sorga-Mu!


Sumber: Sajak-Sajak Sepatu Tua (1995)

Analisis Puisi:
Puisi "Doa Orang Lapar" karya W.S. Rendra menggambarkan suatu realitas kehidupan yang penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan akibat kelaparan.

Simbolisme Burung Gagak: Burung gagak di dalam puisi menjadi simbol kelaparan, yang digambarkan sebagai sesuatu yang licik, menakutkan, dan penuh kegelapan. Kehadiran jutaan burung gagak menciptakan atmosfer mencekam yang mencerminkan kengerian kelaparan.

Pemberontakan dan Penggerak Gaib: Kelaparan digambarkan sebagai pemberontakan dan penggerak gaib yang dapat memicu tindakan ekstrem, seperti pembunuhan. Hal ini menggambarkan dampak sosial dan psikologis dari kelaparan yang dapat mendorong orang miskin ke batas kemampuan mereka.

Kehormatan yang Dilepas: Puisi menggambarkan gambaran dramatis seorang pemuda yang meletakkan kehormatannya di tanah karena kelaparan. Ini mencerminkan dilema moral yang dihadapi oleh orang-orang miskin yang terpaksa melakukan hal-hal yang melanggar integritas mereka untuk bertahan hidup.

Iblis dan Penawaran Kediktatoran: Kelaparan digambarkan sebagai iblis yang menawarkan kediktatoran, menyoroti bagaimana kelaparan dapat dimanfaatkan oleh kekuatan otoriter untuk mencapai tujuan mereka.

Doa sebagai Ungkapan Harapan: Puisi ini menggunakan elemen doa sebagai ungkapan harapan dan kebutuhan. Doa tersebut menyiratkan kerendahan hati dan kebutuhan akan pertolongan dari Tuhan di tengah kondisi yang sulit.

Perut Tuhan yang Lapar: Metafora "Perut Tuhan lapar" menunjukkan rasa kasihan dan empati terhadap penderitaan umat manusia. Ini juga mengajak untuk memahami kebutuhan dan penderitaan sesama manusia sebagai cermin dari keadaan Tuhan yang lebih besar.

Imajinasi Indah Makanan: Puisi menciptakan gambaran indah tentang makanan, seperti sepiring nasi panas, semangkuk sop, dan segelas kopi hitam. Ini menyoroti keindahan sederhana yang seringkali diabaikan oleh mereka yang tidak mengalami kelaparan.

Penghambatan Menuju Sorga: Metafora burung gagak yang menghalangi pandangan ke sorga mencerminkan bagaimana penderitaan dan ketidakadilan di dunia dapat menghalangi manusia untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan.

Puisi ini memadukan elemen-elemen simbolis, religius, dan emosional untuk menyampaikan pesan yang kuat tentang ketidakadilan sosial dan penderitaan yang diakibatkan oleh kelaparan. W.S. Rendra berhasil menggambarkan realitas yang pahit dengan menggunakan bahasa yang mendalam dan metafora yang kuat.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Doa Orang Lapar
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.