Puisi: Hongkong (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Hongkong" karya W.S. Rendra menghadirkan gambaran yang kompleks tentang kehidupan di kota yang penuh dengan ketegangan sosial, ...
Hongkong


Di Hongkong kita tersenyum, menegur sapa,
tapi mereka memandang kita dengan curiga.
Bagai si pandir atau si gila dihina.

Di kota ini setiap orang jadi serdadu
kerna setiap jengkal tanah adalah medan laga.
Di jalan yang ramai dan di mana-mana tulisan
Tionghoa

para pelacur menggedel dan menawarkan bencana.
Tuhan dan pengkhianatan mempunyai wajah yang
sama.

Tak ada mimpi kecuali yang dahsyat dan mutlak mimpi
berkilat-kilat serta nyaring bagai tembaga
terbayang dalam dada atau pun wajah kuli yang
suka bengkelai
Tak ada orang asing di sini.
Setiap orang adalah asing sejak mula pertama.
Orang-orang seperti naga.
Tanpa sanak, tanpa keluarga.
Setiap orang bersiap dengan kukunya.

Kita bebas untuk pembunuhan
tapi tidak untuk kepercayaan.

Orang di sini sukar diduga
Bagai kanak-kanak suka uang dan manisan.
Bagai perempuan suka berlian dan pujian.
Bagai orang tua suka candu dan batu dadu.
Dan bagai rumah terkunci pintunya.
Sukar dibuka.
Tapi sekali dijumpa kuncinya
terbukalah pintu hati
manusia biasa.


Sumber: Sajak-Sajak Sepatu Tua (1972)

Analisis Puisi:
Puisi "Hongkong" karya W.S. Rendra adalah karya sastra yang menghadirkan gambaran kehidupan dan realitas sosial di Hong Kong dengan berbagai lapisan makna. Puisi ini menggambarkan pengalaman seorang individu atau kelompok dalam kota yang penuh dengan konflik, ketegangan, dan ambiguitas.

Ketegangan Sosial dan Identitas: Puisi ini menggambarkan ketegangan sosial yang terjadi di Hong Kong. Ada perbedaan antara bagaimana penduduk asli atau pribumi menghadapi pendatang atau orang luar. Pernyataan "Di Hongkong kita tersenyum, menegur sapa, tapi mereka memandang kita dengan curiga" menggambarkan perasaan ketidakpercayaan dan ketidaknyamanan di antara penduduk setempat dan pendatang.

Metafora Medan Laga: Puisi ini menggunakan metafora medan laga untuk menggambarkan kehidupan sehari-hari di Hong Kong. Setiap jengkal tanah dianggap sebagai medan pertempuran, yang mencerminkan ketegangan dan persaingan yang terus-menerus di kota ini. Hal ini mencerminkan kerasnya kehidupan di kota besar dan perjuangan setiap individu untuk bertahan.

Kepercayaan dan Pengkhianatan: "Tuhan dan pengkhianatan mempunyai wajah yang sama" menyiratkan bahwa dalam kehidupan yang keras ini, nilai-nilai tradisional seringkali terabaikan. Orang-orang mungkin tergoda untuk melakukan pengkhianatan dalam usaha mereka untuk bertahan hidup.

Kebebasan dan Batasan: Puisi ini menyoroti paradoks kebebasan dan batasan di Hong Kong. Meskipun ada kebebasan untuk melakukan tindakan-tindakan destruktif seperti pembunuhan, namun kebebasan untuk memiliki keyakinan dan identitas pribadi mungkin terbatas.

Ketidakpastian Identitas: Puisi ini menggambarkan ketidakpastian identitas di tengah kota yang penuh dengan orang asing. Dalam konteks ini, setiap individu dianggap sebagai asing, dan setiap orang hidup dalam kesiap-siagaan untuk melindungi diri mereka sendiri. Metafora "Orang-orang seperti naga. Tanpa sanak, tanpa keluarga" menunjukkan isolasi dan ketidakpastian dalam hubungan sosial.

Keinginan dan Ketidakpuasan: Puisi ini mencerminkan keinginan dan ketidakpuasan yang ada di dalam masyarakat. Orang-orang di Hong Kong tergoda oleh keinginan untuk uang, kemewahan, dan kenikmatan, tetapi dalam ketegangan dan ambiguitas kehidupan mereka, mereka juga merasa tidak puas.

Terbukanya Pintu Hati: Puisi ini mengakhiri dengan frase "terbukalah pintu hati manusia biasa," yang mungkin merujuk pada kemungkinan perubahan dan kebaikan yang masih ada dalam manusia di tengah semua ketegangan dan ambiguitas dalam kehidupan.

Puisi "Hongkong" karya W.S. Rendra menghadirkan gambaran yang kompleks tentang kehidupan di kota yang penuh dengan ketegangan sosial, konflik identitas, dan ambiguitas moral. Melalui metafora dan gambaran visual yang kuat, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kompleksitas dan tantangan yang dihadapi oleh individu dalam konteks masyarakat yang keras seperti Hong Kong.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Hongkong
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.