Puisi: Hotel Internasional, Pyongyang (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Hotel Internasional, Pyongyang" menciptakan gambaran tentang kesepian dan refleksi diri di tengah malam yang gelap dan sunyi di ibu kota ...
Hotel Internasional, Pyongyang

Di malam yang larut itu
dengan jari-jari yang rusuh kubuka pintu balkon
dan lalu bergumullah diriku dengan sepi.
Malam musim gugur yang tidak ramah
mengusir orang dari jalanan.
Dan pohon-pohon seperti janda yang tua.
Kecuali angin tak ada lagi yang bernyawa
Di dalam sepi orang menatap diri sendiri
menghadap diri sendiri
dan telanjang dalam jiwa.
Angin Pyongyang mengacau rambutku
dan bertanya:
"Lelaki kurus dengan rambut kusut masai
engkau gerangan putra siapa?"
Lalu kulihatlah wajahku yang tegang,
diriku yang guyah, serta hatiku yang gelisah.
Aku mencoba ramah dan menegur diriku:
"Hallo! - Ada apa?"
Malam yang larut itu gemetar dan kelabu.
Kesepian menghadap padaku bagai kaca.
"Ayolah, buyung!
Kau toh bukan kakek yang tua!"
Lalu aku pun tersipu
meskipun tahu
itu tak perlu.

Sumber: Sajak-Sajak Sepatu Tua (1995)

Analisis Puisi:
Puisi "Hotel Internasional, Pyongyang" menciptakan gambaran tentang kesepian dan refleksi diri di tengah malam yang gelap dan sunyi di ibu kota Korea Utara, Pyongyang. Dalam puisi ini, W.S. Rendra menghadirkan suasana yang melankolis dan introspektif, memperlihatkan kebingungan dan kegelisahan seorang individu di tengah-tengah lingkungan yang asing dan tidak ramah.

Kesepian dan Isolasi: Puisi dimulai dengan gambaran tentang malam yang sunyi dan sepi, di mana orang-orang terusir dari jalanan oleh angin musim gugur yang tidak ramah. Pohon-pohon yang digambarkan seperti janda tua menambah kesan kesepian dan isolasi. Kesunyian malam menciptakan ruang untuk refleksi diri, di mana individu menatap ke dalam dirinya sendiri dengan penuh kegelisahan.

Pertanyaan Identitas: Melalui dialog internal dengan dirinya sendiri, tokoh puisi mencoba mencari pemahaman tentang siapa dirinya di tengah kebingungan dan ketidakpastian. Angin Pyongyang, dengan personifikasi yang kuat, bertanya pada tokoh tentang identitasnya. Pertanyaan ini menggambarkan perasaan kebingungan dan kehilangan diri di lingkungan yang asing.

Refleksi dan Penerimaan Diri: Tokoh puisi mencoba untuk ramah dan menerima dirinya sendiri meskipun kondisi yang sulit. Dia berbicara kepada dirinya sendiri dengan penuh pengertian, mencoba meyakinkan dirinya bahwa dia bukanlah seorang kakek yang tua. Namun, rasa malu yang ia rasakan menunjukkan ketidakpastian dan keraguan yang masih menghantuinya.

Atmosfer Melankolis: Atmosfer malam yang gelap dan sunyi menciptakan latar belakang yang melankolis bagi pertanyaan-pertanyaan introspektif tokoh puisi. Angin Pyongyang yang acuh bertanya dan suasana kesunyian menguatkan perasaan ketidakpastian dan kekosongan yang dirasakan tokoh.

Melalui puisi "Hotel Internasional, Pyongyang," W.S. Rendra menghadirkan gambaran yang kuat tentang kesepian dan pertanyaan identitas di tengah kondisi yang tidak dikenal. Puisi ini menjadi cerminan tentang perjalanan spiritual individu di tengah ketidakpastian dan kebingungan lingkungan yang asing.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Hotel Internasional, Pyongyang
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.