Puisi: Sajak SLA (Karya W.S. Rendra)

Sajak SLA
Murid-murid mengobel kelentit ibu gurunya. Bagaimana itu mungkin? Itu mungkin, karena tidak ada patokan untuk apa saja. Semua boleh. Semua tidak boleh. Tergantung pada cuaca. Tergantung pada amarah dan girangnya sang raja. Tergantung pada kuku-kuku garuda dalam mengatur kata-kata. Ibu guru perlu sepeda motor dari Jepang. Ibu guru ingin hiburan dan cahaya. Ibu guru ingin atap rumahnya tidak bocor, Dan juga ingin jaminan pil penenang, tonikum-tonikum dan obat perangsang yang dianjurkan oleh dokter. Maka berkatalah ia Kepada orang tua murid-muridnya: "Kita bisa mengubah keadaan. Anak-anak akan lulus ujian kelasnya, terpandang di antara tetangga, boleh dibanggakan pada kakak mereka. Soalnya adalah kerjasama antara kita. Jangan sampai kerjaku terganggu, karna atap yang bocor."
Dan papa-papa semua senang. Dipegang-pegang tangan ibu guru, dimasukkan uang di dalam genggaman, serta sambil lalu, di dalam suasana persahabatan teteknya disinggung dengan siku. Demikianlah murid-murid mengintip semua ini. Inilah ajaran tentang perundingan, perdamaian, dan santainya kehidupan. Ibu guru berkata: "Kemajuan berjalan dengan lancar. Kita harus menguasai mesin industri. Kita harus seperti Jerman, Jepang, dan Amerika. Sekarang, keluarkanlah daftar logaritma."
Murid-murid tertawa, dan mengeluarkan rokok mereka. "Karena mengingat kesopanan, jangan kalian merokok. Kelas adalah ruang belajar. Dan sekarang : daftar logaritma!" Murid-murid tertawa dan berkata: "Kami tidak suka daftar logaritma. Tidak ada gunanya!" "Kalian tidak ingin maju?"
"Kemajuan bukan soal logaritma. Kemajuan adalah soal perundingan."
"Jadi apa yang kalian inginkan?"
"Kami tidak ingin apa-apa. Kami sudah punya semuanya."
"Kalian mengacau!"
"Kami tidak mengacau. Kami tidak berpolitik. Kami merokok dengan santai seperti ayah-ayah kami di kantor mereka: santai, tanpa politik berunding dengan Cina, berunding dengan Jepang, menciptakan suasana girang. Dan disaat ada pemilu, kami membantu keamanan, meredakan partai politik." Murid-murid tertawa. Mereka menguasai perundingan. Ahli lobbying. Paham akan gelagat. Pandai mengikuti keadaan. Mereka duduk di kantin, minum sitrun, menghindari ulangan sejarah. Mereka tertidur di bangku kelas, yang telah mereka bayar sama mahal seperti sewa kamar di hotel. Sekolah adalah pergaulan, yang ditentukan oleh mode, dijiwai oleh impian kemajuan menurut iklan. Dan bila guru berkata: "Keluarkanlah daftar logaritma!" Murid-murid tertawa. Dan di dalam suasana persahabatan, mereka mengobel ibu guru mereka.
Yogya, 22 Juni 1977
Sumber: Potret Pembangunan dalam Puisi (1993)

Analisis Puisi:

Puisi "Sajak SLA" karya W.S. Rendra adalah sebuah kritik sosial yang tajam terhadap pendidikan dan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat.

Kritik terhadap Sistem Pendidikan: Puisi ini secara langsung mengkritik sistem pendidikan yang korup dan terpengaruh oleh kepentingan politik dan ekonomi. Ibu guru dalam puisi ini menginginkan barang-barang mewah dari Jepang dan pengakuan dari tetangga, menunjukkan betapa sistem pendidikan telah terkooptasi oleh keinginan pribadi dan materi.

Ketidaksesuaian Nilai-Nilai dengan Realitas: Puisi ini menyoroti ketidaksesuaian antara nilai-nilai yang diajarkan di sekolah dengan realitas kehidupan. Meskipun guru-guru menekankan pentingnya logaritma dan kemajuan seperti negara-negara industri, murid-murid menolak nilai-nilai tersebut dan lebih memilih untuk menikmati kehidupan dengan santai.

Korupsi dan Kekerasan dalam Sistem Pendidikan: Puisi ini menggambarkan korupsi dan kekerasan yang terjadi dalam sistem pendidikan, di mana ibu guru secara harfiah dan simbolis diserang oleh murid-muridnya. Tindakan ini mencerminkan ketidakpuasan murid terhadap ketidakadilan dan ketidakcocokan antara harapan mereka dan kenyataan.

Perundingan dan Kekuatan Murid: Meskipun secara fisik mereka mungkin kurang berpendidikan, murid-murid dalam puisi ini memiliki pemahaman yang kuat tentang realitas sosial dan politik. Mereka mampu menggunakan kekuatan perundingan untuk mengekspresikan ketidaksetujuan mereka terhadap sistem dan menolak nilai-nilai yang diimpor dari luar.

Kritik terhadap Kemajuan yang Tidak Berarti: Puisi ini menyoroti bahwa kemajuan sejati bukanlah sekadar soal logaritma atau barang-barang mewah, tetapi lebih kepada keadilan, kesetaraan, dan kebebasan dari korupsi dan penindasan.

Dengan demikian, puisi "Sajak SLA" adalah sebuah kritik yang tajam terhadap sistem pendidikan dan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat, serta sebuah panggilan untuk mempertimbangkan ulang apa yang sebenarnya penting dalam pendidikan dan kemajuan manusia.

Puisi: Sajak SLA

Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:

• W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
• W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.