Puisi: Tahanan (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Tahanan" karya W.S. Rendra menggambarkan penderitaan dan keberanian tahanan dalam menghadapi kematian.
Tahanan


Atas ranjang batu
tubuhnya panjang
bukit barisan tanpa bulan
kabur dan liat
dengan mata sepikan terali.

Di lorong-lorong
jantung matanya
para pemuda bertangan merah
serdadu-serdadu Belanda rebah.

Di mulutnya menetes
lewat mimpi
darah di cawan tembikar.
Dijelmakan satu senyum
bara di perut gunung.
(Para pemuda bertangan merah
adik lelaki neruskan dendam).

Dinihari bernyanyi
di luar dirinya.
Anak lonceng
menggeliat enam kali
di perut ibunya.
Mendadak
dipejamkan matanya.

Sipir memutar kunci selnya
dan berkata:
- He, pemberontak
hari yang berikut bukan milikmu!

Diseret di muka peleton algojo
ia meludah
tapi tak dikatakannya:
- Semalam kucicip sudah
betapa lezatnya madu darah.

Dan tak pernah didengarnya
enam pucuk senapan
meletus bersama
Kisah


November, 1956

Sumber: Potret Pembangunan dalam Puisi (1993)

Analisis Puisi:
Puisi "Tahanan" karya W.S. Rendra adalah karya sastra yang penuh dengan gambaran keras tentang pengalaman seorang tahanan yang menghadapi eksekusi di tangan penjaga penjara. Dalam puisi ini, terdapat berbagai elemen yang menggambarkan penderitaan dan keberanian tahanan dalam menghadapi kematian.

Gambaran Fisik dan Emosional: Puisi ini memberikan gambaran fisik yang kuat tentang kondisi sang tahanan. Tubuhnya panjang, dan dia terbaring di atas ranjang batu, menciptakan kesan keletihan dan penderitaan fisik. Namun, ia juga memiliki mata yang "sepikan terali," menunjukkan ketahanan emosional dan tekad yang kuat.

Latar Belakang Sejarah: Puisi ini merujuk pada periode sejarah ketika Belanda menguasai Indonesia, yang mungkin mengarah pada pemikiran bahwa sang tahanan adalah seorang pemberontak yang ditangkap oleh penjajah. Hal ini memberikan latar belakang penting untuk pemahaman puisi.

Kesadaran akan Kematian: Sang tahanan memiliki kesadaran yang kuat akan kematian yang akan datang. Dia menggambarkan eksekusi yang akan segera terjadi dengan gambaran kata-kata seperti "jantung matanya" dan "bara di perut gunung." Meskipun dia berusaha untuk tetap tegar, ada perasaan kepastian kematian yang muncul.

Sipir dan Algojo: Puisi ini mencerminkan hubungan antara sang tahanan, sipir penjara, dan algojo (pelaksana hukuman mati). Sipir memutar kunci selnya, menandakan bahwa dia adalah penjaga yang tak berperasaan, sementara algojo adalah pelaksana yang dingin yang akan menjalankan hukuman.

Simbolisme: Puisi ini menggunakan banyak simbolisme. Misalnya, darah yang menetes melalui mimpi sang tahanan mungkin melambangkan pengorbanan yang dia lakukan dalam perjuangannya, dan cawan tembikar mungkin menjadi simbol kehidupan yang rapuh. Senyum sang tahanan pada saat-saat terakhirnya bisa menggambarkan ketenangan dalam menghadapi kematian atau mungkin bahkan penolakan terhadap ketakutan.

Kesimpulan yang Kuat: Puisi ini berakhir dengan kata "Kisah," yang menggambarkan keberanian dan perlawanan sang tahanan sampai akhir. Meskipun dia akan mati, ceritanya dan perjuangannya akan tetap hidup.

Puisi "Tahanan" adalah ungkapan tentang ketahanan dan keberanian manusia dalam menghadapi ketidakadilan dan kematian. Ini adalah karya sastra yang kuat yang menggambarkan pengalaman yang mencekam dan menggugah perasaan pembaca untuk mempertanyakan kebijakan dan tindakan penjajah.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Tahanan
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.