Puisi: Ketika Orang Belajar Membaca Angin (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Ketika Orang Belajar Membaca Angin" karya Diah Hadaning merangkum perasaan ketidakpastian dan kehilangan dalam masyarakat dan bagaimana ...
Ketika Orang Belajar Membaca Angin (1)


Setiap membaca angin
orang-orang kota terbakar kehilangan
aksara, dan lupa cara mengeja kata
mereka menjadi paling dungu di antara
yang lain karena sebelumnya selalu
mereka berkata rumpunnya paling pandai.


Ketika Orang Belajar Membaca Angin (2)


Setiap orang di kota terbakar
menjadi miskin di antara anak manusia
dan tak tahu mencari cara penyembuhnya
karena sebelumnya selalu berkata
mereka paling kaya
mereka paling bijak
mengaku leluhurnya bangsa langit
segalanya paling langit.


Ketika Orang Belajar Membaca Angin (3)


Dari tahun ke tahun angin tak reda
orang-orang malah bertikai
biarkan rumah agungnya dimakan anai-anai
ketika datang badai pohonan bertumbangan
mereka tumbangkan kejujuran
karena telah begitu dungu
tak bisa lagi bedakan
kebenaran dan keburukan.

Orang tua sisa peradaban
diam-diam berdoa:
Tuhan, hanya ada dua pilihan
Sadarkan segera
atau hancurkan saja.


Bogor, Oktober 2001

Analisis Puisi:
Puisi "Ketika Orang Belajar Membaca Angin" karya Diah Hadaning adalah karya yang berbicara tentang konsep pembacaan angin sebagai metafora untuk perubahan, ketidakpastian, dan kerusakan dalam kehidupan sosial dan politik masyarakat perkotaan. Puisi ini merangkum perasaan ketidakpastian dan kehilangan dalam masyarakat dan bagaimana hal ini berkaitan dengan perubahan dalam budaya dan nilai-nilai.

Ketika Orang Belajar Membaca Angin (1)

Puisi ini dibuka dengan gambaran bahwa membaca angin menghasilkan kehilangan dan kebingungan di kalangan orang-orang kota. Mereka tampaknya kehilangan pengetahuan, mungkin tentang tradisi atau nilai-nilai mereka. Mereka juga tampak lupa tentang cara mengeja kata, yang mungkin mencerminkan ketidakpastian mereka dalam berkomunikasi atau memahami perubahan yang terjadi di lingkungan mereka. Puisi ini menyoroti ironi di mana sebelumnya mereka merasa superior, tapi sekarang merasa sangat tidak tahu.

Ketika Orang Belajar Membaca Angin (2)

Bagian kedua menunjukkan bahwa efek membaca angin adalah bahwa orang-orang kota menjadi miskin, baik dalam arti fisik maupun spiritual. Mereka tidak tahu bagaimana mengatasi ketidakpastian dan perubahan yang terjadi dalam lingkungan mereka. Ini juga menyoroti bahwa sebelumnya mereka memiliki kesombongan dan merasa lebih bijak atau tinggi, sekarang merasa kehilangan. Kesombongan ini bisa menjadi simbol dari bagaimana masyarakat sering meremehkan perubahan dan tidak siap untuk menghadapinya.

Ketika Orang Belajar Membaca Angin (3)

Bagian ketiga mencatat bahwa ketidakpastian yang datang bersamaan dengan perubahan angin telah menyebabkan konflik dan ketidaksepakatan di antara orang-orang kota. Bahkan, nilai-nilai seperti kejujuran pun tergoyahkan. Puisi ini mencerminkan situasi di mana masyarakat mungkin menjadi lebih oportunis dan kehilangan pandangan tentang etika dan moral dalam menghadapi perubahan yang signifikan.

Puisi ini menggambarkan masyarakat kota yang merasa kehilangan, tidak tahu harus bagaimana, dan sering kali bertikai. Namun, juga mencerminkan harapan bahwa ada harapan untuk sadar akan realitas ini dan mungkin menghadapinya dengan lebih bijaksana atau mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi ketidakpastian dan kerusakan yang terjadi. Puisi ini juga dapat diartikan sebagai komentar sosial tentang bagaimana perubahan dan ketidakpastian dapat memengaruhi masyarakat dan nilai-nilai mereka.

"Puisi: Ketika Orang Belajar Membaca Angin (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Ketika Orang Belajar Membaca Angin
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.