Puisi: Stasiun Tak Bernama (Karya Dorothea Rosa Herliany)

Puisi "Stasiun Tak Bernama" karya Dorothea Rosa Herliany menggambarkan pertemuan yang penuh makna di tengah perjalanan hidup.
Stasiun Tak Bernama


Akhirnya kita akan bertemu di garis yang sama.
di lengkung langit hitam dan bukitan berkabut.
di tanah-tanah bergelombang, dan gurun yang
berhutankan epitaf-epitaf. engkau ukur
seberapa jauh yang sudah kita tempuh dengan doa
dan dosa, seperti keledai yang kecapaian, merangkak
dalam dengus dan mata terkatup-katup.
tubuh yang payah ini meneteskan keringat dan darah.
membasuh wajah letihmu. seperti matahari, mengucak
cahayanya dari mega yang usil!

Kesabaran kita membeku di pintu peron. rel-rel
memanjang dan dingin. seperti itulah waktu yang
mengurungmu dalam lantunan lagu-lagu sumbang.
tembang perkutut dan desis ular-ular melata di hatimu.
mengelupas sisik-sisik dan bisa yang mengerak
di dinding-dinding hati. waktu dan ruang yang
berdesakan dalam menunggu. baris-baris gerimis
di kaca dan suram cahaya menembus kesunyian
yang kita dekap.

Di atas rel yang hitam itu keranda-keranda diusung
ke rumah-rumah yang tak kita tuju. kubayangkan para
gembala menggiring domba-domba hitam,
pulang senja.
mereka mengurai syair-syair kesedihan dan lagu-lagu
kehilangan. pulang, entah ke mana.

Dan di sini kita mengukur waktu, sebelum
lokomotif itu menyeretmu. gerbong-gerbong
berderit dalam ngilu. lalu
mendadak kita tergagap: tiba-tiba menemu jalan buntu.
kita sampai pada dinding waktu
yang tak bosan menunggu.


1993

Sumber: Nikah Ilalang (1995)

Analisis Puisi:
Puisi "Stasiun Tak Bernama" karya Dorothea Rosa Herliany adalah sebuah karya yang menggambarkan pertemuan yang penuh makna di tengah perjalanan hidup.

Gambaran Pertemuan: Puisi ini menggambarkan gambaran pertemuan dua individu yang telah menjalani perjalanan hidup yang panjang dan berliku. Pertemuan ini terjadi di suatu tempat yang penuh makna, di tengah malam yang gelap, bukit berkabut, dan tanah yang bergelombang. Ini adalah pertemuan di "garis yang sama" yang menandakan akhir dari perjalanan panjang dan berliku.

Pembicaraan tentang Waktu: Puisi ini merenungkan tentang waktu dan perjalanan hidup. Pembicaraan tentang "seberapa jauh yang sudah kita tempuh dengan doa dan dosa" mencerminkan refleksi tentang pengalaman hidup yang telah dilewati. Waktu dijelaskan sebagai sesuatu yang membeku dan mengurung, mengisyaratkan betapa waktu bisa menjadi penjara yang mengikat manusia.

Gambaran Stasiun Kereta: Stasiun kereta menjadi metafora dalam puisi ini. Stasiun adalah tempat perpindahan, pertemuan, dan perpisahan. Penyair menggunakan gambaran stasiun untuk menyimbolkan titik-titik dalam hidup yang penting dan berarti.

Kehilangan dan Pertemuan: Puisi ini menciptakan suasana yang melibatkan perasaan kehilangan dan pertemuan. Ada pengungkapan tentang lagu-lagu kesedihan, kehilangan, dan kehampaan. Namun, ada juga harapan dan makna dalam pertemuan yang akan datang.

Bahasa Deskriptif: Penyair menggunakan bahasa yang sangat deskriptif untuk menggambarkan suasana dan perasaan yang melibatkan pembaca secara emosional dan visual.

Puisi "Stasiun Tak Bernama" adalah karya yang mendalam dan penuh dengan makna. Ini adalah sebuah cerita tentang perjalanan hidup, kehilangan, pertemuan, dan waktu yang melibatkan pembaca dalam refleksi tentang arti hidup dan pertemuan yang tak terduga.

Dorothea Rosa Herliany
Puisi: Stasiun Tak Bernama
Karya: Dorothea Rosa Herliany

Biodata Dorothea Rosa Herliany:
  • Dorothea Rosa Herliany lahir pada tanggal 20 Oktober 1963 di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Ia adalah seorang penulis (puisi, cerita pendek, esai, dan novel) yang produktif.
  • Dorothea sudah menulis sejak tahun 1985 dan mengirim tulisannya ke berbagai majalah dan surat kabar, antaranya: Horison, Basis, Kompas, Media Indonesia, Sarinah, Suara Pembaharuan, Mutiara, Citra Yogya, Dewan Sastra (Malaysia), Kalam, Republika, Pelita, Pikiran Rakyat, Surabaya Post, Jawa Pos, dan lain sebagainya.
© Sepenuhnya. All rights reserved.