Puisi: Aku Ingin Menulis Puisi, Yang (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Aku Ingin Menulis Puisi, Yang" karya Taufiq Ismail adalah ekspresi keinginan dan aspirasi penyair untuk menciptakan puisi yang berdampak ....
Aku Ingin Menulis Puisi, Yang

Aku ingin menulis puisi, yang tidak semata-mata berurusan dengan cuaca, warna, cahaya, suara dan mega.

Aku ingin menulis syair untuk kanak-kanak yang melompat-lompat di pekarangan sekolah, yang main gundu dan petak umpet di halaman rumah, yang menangis karena tidak naik kelas tahun ini.

Aku ingin menulis puisi yang membuat orang berumur 55 tahun merasa 25, yang berumur 24 merasa 54 tahun, di mana pun mereka membacanya, bagaimanapun mereka membacanya: duduk atau berdiri.

Aku ingin menulis puisi untuk penjual rokok-kretek, tukang jahit kemeja, penanam lobak dan bawang perai, penambang sampan di sungai, penulis program komputer dan disertasi ilmu bedah, sehingga mereka berhenti sekejap dari kerja mereka dan sempat berkata: hidup ini, lumayan indah.

Aku ingin menulis syair buat pensiunan-pensiunan guru SD, pelamar-pelamar lowongan kerja, para langganan rumah gadai, plonco-plonci negeri dan swasta, pasien-pasien penyakit asma, kencing gula serta penganggur-penganggur sarjana, sehingga bila mereka baca beberapa sajakku, mereka bicara: hidup di Indonesia, mungkin harapan masih ada.

Aku ingin menulis sajak yang penuh proteina, sekedar zat kapur, belerang serta vitamina utama, sehingga puisi-puisiku ada sedikit berguna bagi kerja dokter-dokter umum, dokter hewan, insinyur pertanian dan peternakan.

Aku ingin menulis puisi bagi para pensiunan yang pensiunannya dipersulit otorisasinya, tahanan politik dan kriminal, siapa juga yang tersiksa, sehingga mereka ingat bahwa keadilan, tak putus diperjuangkan.

Aku ingin menulis sajak yang bisa membuat orang ingat pada Tuhan di waktu senang, senang yang sedang-sedang atau yang berlebihan.

Barangkali aku tak bisa menulis demikian. Tapi aku kepingin menuliskannya. Tapi ingin.
Aku ingin menulis puisi yang bisa dibidikkan tepat pada tubuh kehidupan, menembus selaput lendir, jaringan lemak, susunan daging, pembuluh darah arteri dan vena, mengetuk tulang dan membenam sumsum, sehingga perubahan fisika dan kimiawi, terjadi.

Aku ingin menulis puisi di buku catatan rapat-rapat Bappenas, pada agenda muktamar mahasiswa, surat-surat cinta muda mudi Indonesia, pada kolom kiri lembaran wesel yang tiap bulan dikirimkan orangtua pada anaknya yang sekolah jauh di kota.

Aku ingin menulis syair pada cetak-biru biru-biro arsitek, pada payung penerjun terkembang di udara, pada iklan-iklan jamu bersalin, pada tajuk rencana koran ibukota dan pada lagu pop anak-anak muda.

Aku ingin menulis sekali lagi puisi mengenang jendral Sudirman yang berparu-paru satu, serta tentang sersan dan prajurit yang terjun malam di Irian Barat kemudian tersangkut di pepohonan raksasa atau terbenam di rawa-rawa malaria.

Aku ingin menulis syair yang mencegah kopral-kopral tak pernah bertempur agar berhenti menempelengi sopir-sopir oplet yang tarikannya payah.

Aku ingin menulis sajak ambisius yang bisa menghentikan perang saudara dan perang tidak saudara, puisi konsep gencatan senjata, puisi yang bisa membatalkan pemilihan umum, menambal birokrasi, menghibur para pengungsi dan menyembuhkan pasien-pasien psikiatri.
Aku ingin menulis seratus pantun buat anak-anak berumur lima dan sepuluh tahun sehingga bila dibacakan buat mereka, maka mereka tertawa dan gigi mereka yang putih dan rata jelas kelihatan.

Aku ingin menulis puisi yang menyebabkan nasi campur dimakan serasa hidangan hotel-hotel mahal dan yang menyebabkan petani-petani membatalkan niat naik haji dengan menggadaikan sawah dan perhiasan emas sang isteri.

Aku ingin menulis puisi tentang merosotnya pendidikan, tentang Nabi Adam, keluarga berencana, sepur Hikari, lembah Anai, Amir Machmud, Piccadily Circus, taman kanak-kanak, Opsus, Raja Idrus, nasi gudeg, kota Samarkand, Raymond Westerling, Laos, Emil Salim, Roxas Boulevard, Dja’far Nur Aidit, modal asing, Checkpoint Charlie, Zainal Zakse, utang $ 3 milyard, pelabuhan Rotterdam, Champ Elysses dan bayi ajaib, semuanya disusun kembali menurut urutan abjad.

Aku ingin menulis puisi yang mencegah kemungkinan pedagang-pedagang Jepang merampoki kayu di rimba dalam Kalimantan, melarang penggali minyak dan penanam modal mancanegara menyuapi penguasa yang lemah iman, dan melarang sogokan uang pada pejabat bea cukai serta pengadilan.

Aku ingin menggubah syair yang menghapuskan dendam anak-anak yatim piatu yang orangtua dan paman bibinya terbunuh pada waktu pemberontakan komunis yang telah silam.
Aku ingin menulis gurindam yang menghapuskan dendam anak-anak yatim piatu yang orangtua dan paman bibinya dibunuh pada waktu pemberontakan komunis yang telah silam.

Barangkali aku tidak sempat menuliskannya semua.
Tapi aku ingin menulis puisi-puisi demikian.
Aku ingin.

Juni, 1971

Sumber: Horison (Agustus, 1971)

Analisis Puisi:
Puisi "Aku Ingin Menulis Puisi, Yang" karya Taufiq Ismail adalah ekspresi keinginan dan aspirasi penyair untuk menciptakan puisi yang berdampak dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Puisi ini mencerminkan peran puisi sebagai sarana untuk merayakan, merenung, mengajak refleksi, serta menginspirasi masyarakat.

Keinginan yang Luas dan Universal: Puisi ini menggambarkan keinginan penyair untuk menulis puisi yang merangkum beragam aspek kehidupan, dari pengalaman anak-anak bermain hingga isu-isu sosial dan politik yang lebih besar. Penyair ingin menulis puisi yang merentang dari sudut pandang yang berbeda, menghubungkan berbagai kalangan dan lapisan masyarakat.

Puisi Sebagai Sarana Pengaruh Sosial: Puisi ini mencerminkan pandangan penyair bahwa puisi memiliki kekuatan untuk mempengaruhi masyarakat dan menciptakan perubahan. Penyair ingin menciptakan puisi yang dapat memengaruhi pemikiran dan tindakan orang-orang dari berbagai latar belakang, seperti pensiunan guru, pekerja, pelamar kerja, dan lainnya.

Puisi Sebagai Sarana Pengingat dan Penghibur: Puisi ini menekankan peran puisi dalam mengingatkan manusia akan hal-hal yang penting, seperti mengingat Tuhan di saat senang dan menghibur di tengah kesusahan. Penyair ingin menciptakan puisi yang bisa menghadirkan kedamaian dan memberikan harapan pada pembacanya.

Universalitas dan Kesatuan: Puisi ini mengusung gagasan tentang kesatuan dan universalitas dalam perbedaan. Penyair ingin menciptakan puisi yang dapat merangkul berbagai topik dan budaya, menyatukan berbagai lapisan masyarakat, serta menghubungkan individu-individu dari berbagai usia dan latar belakang.

Pandangan Kritis terhadap Kondisi Sosial dan Politik: Puisi ini mengandung pandangan kritis terhadap beberapa isu sosial dan politik, seperti korupsi, pengangguran, serta penindasan pada masa pemberontakan komunis. Penyair ingin menciptakan puisi yang membawa kesadaran akan masalah-masalah ini dan mendorong tindakan positif.

Kreativitas dan Aspirasi Penyair: Puisi ini merefleksikan aspirasi dan kreativitas penyair untuk mengekspresikan diri melalui puisi. Penyair ingin menggubah puisi yang memenuhi berbagai kriteria dan meraih dampak positif, meskipun dia menyadari bahwa mungkin tidak akan sempat menuliskannya semua.

Puisi "Aku Ingin Menulis Puisi, Yang" karya Taufiq Ismail adalah ungkapan keinginan penyair untuk menciptakan puisi yang merangkum berbagai aspek kehidupan manusia, menginspirasi perubahan sosial, mengingatkan, dan memberikan harapan. Puisi ini mencerminkan pandangan penyair tentang peran puisi dalam menghubungkan berbagai lapisan masyarakat dan membawa pesan-pesan yang mendalam.


Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Aku Ingin Menulis Puisi, Yang
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.