Puisi: Batu Karas (Karya Acep Zamzam Noor)

Puisi "Batu Karas" karya Acep Zamzam Noor mengundang pembaca untuk merenung tentang hubungan manusia dengan alam dan pencarian makna dalam kehidupan.
Batu Karas (1)


Laut berkata padaku dengan mata pisau
Mengirimkan bau kematian dan lunas perahu
Pada mataku. Tiga batu karang tegak
Dari balik ombak yang dulu menyiksaku
Sebuah gua menjadi gerbang tenggelamnya matahari
Kulihat langit berwarna jintan dan kabut
Keemasan. Aku berjalan dengan mendung di rambutku
Mengumpulkan dayung-dayung dan juga kata-kata
Lalu menyusunnya menjadi sebuah patung


Batu Karas (2)


Aku berjalan di atas bukit yang menjorok ke laut
Di antara celah karang dan pokok-pokok ketapang
Kudengar gerimis yang tiba-tiba kerap
Angin yang kedap serta kata-kata yang memberat
Dalam tetabuhan ombak. Aku terus berjalan
Bersama kegelapan yang membusuk di mataku
Menembus dinding kabut dan reruntuhan senja
Lalu membangun kuil pemujaan baru
Di tengah asinnya air dan udara


1997

Sumber: Jalan Menuju Rumahmu (2004)

Analisis Puisi:
Puisi "Batu Karas" oleh Acep Zamzam Noor adalah sebuah karya sastra yang memadukan unsur alam, emosi manusia, dan seni mencipta. Dalam dua bagian yang berbeda, puisi ini menggambarkan pengalaman pribadi penulis di Pantai Batu Karas, sekaligus mengungkapkan makna yang lebih dalam tentang kehidupan dan alam.

Batu Karas (1)

  • Hubungan dengan Alam: Puisi ini dimulai dengan "Laut berkata padaku dengan mata pisau," menggambarkan kekuatan alam yang mempengaruhi penulis. Penulis merasa alam memberi pesan dengan "mata pisau" dan aroma laut yang mengirimkan pesan kematian dan perubahan.
  • Gambaran Karang: Karang-karang yang digambarkan sebagai "tiga batu karang tegak" menciptakan gambaran visual tentang bentuk dan kuatnya alam. Mereka adalah elemen alam yang telah menyiksa penulis sebelumnya.
  • Gua Sebagai Metafora: Gua yang menjadi "gerbang tenggelamnya matahari" adalah metafora untuk perubahan atau transformasi. Matahari yang tenggelam menggambarkan akhir dari sesuatu dan permulaan yang baru.
  • Keselarasan Warna: Puisi ini menciptakan keselarasan warna dengan menggambarkan langit berwarna jintan dan kabut keemasan, menciptakan gambaran alam yang indah dan misterius.
  • Seni Mencipta: Penulis menciptakan patung dengan mendayung dan kata-kata, menunjukkan konsep seni yang berhubungan dengan alam dan pengalaman pribadi.

Batu Karas (2)

  • Eksplorasi Alam: Bagian kedua puisi menggambarkan penulis yang menjelajahi alam dengan mendaki bukit dan melalui celah-celah karang. Ini mencerminkan hubungannya yang lebih dalam dengan alam dan petualangannya dalam mencari pemahaman.
  • Cuaca Buruk: Gambaran gerimis yang tiba-tiba dan angin yang kedap menciptakan atmosfer ketidakpastian dan perubahan. Kata-kata yang "memberat" menggambarkan perasaan penulis saat menjelajahi alam yang keras.
  • Membangun Kuil Pemujaan: Penulis menciptakan kuil pemujaan di tengah alam yang keras dan asin, menunjukkan upaya untuk menemukan makna dalam pengalaman hidupnya dan menghadapi kekuatan alam.
  • Kegelapan dan Kabut: Mengacu pada "kegelapan yang membusuk di mataku" dan "reruntuhan senja," puisi ini menciptakan citra kegelapan dan ketidakpastian, tetapi juga menyiratkan potensi untuk transformasi dan pemahaman yang lebih dalam.
Puisi "Batu Karas" karya Acep Zamzam Noor adalah sebuah karya yang menggabungkan unsur-unsur alam, emosi manusia, dan seni mencipta. Dalam dua bagian yang berbeda, puisi ini menciptakan gambaran tentang pengalaman penulis di alam liar dan mencerminkan perjalanan pribadi dalam mencari makna dan pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan dan alam. Dengan bahasa yang kuat dan gambaran yang jelas, puisi ini mengundang pembaca untuk merenung tentang hubungan manusia dengan alam dan pencarian makna dalam kehidupan.

Acep Zamzam Noor
Puisi: Batu Karas
Karya: Acep Zamzam Noor

Biodata Acep Zamzam Noor:
  • Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
  • Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.
© Sepenuhnya. All rights reserved.