Puisi: Di Bawah Matahari Kramat Raya (Karya Acep Zamzam Noor)

Puisi "Di Bawah Matahari Kramat Raya" menggambarkan perasaan kebingungan, ketidakpuasan terhadap kehidupan yang sibuk, dan dorongan untuk ....
Di Bawah Matahari Kramat Raya


Dalam bising jalanan dan teriknya matahari siang
Di antara sejuta teriakan dan gemuruhnya kendaraan
Orang-orang berseliweran, bergegas dan berlari
Sibuk berebut dan berlomba
Mengapa aku hanya diam, kekasihku
Merasakan angin dan debu menampar mukaku
Mengapa aku hanya berdiri menatapmu dengan kelu
Membiarkan matahari membakar tubuh dan jiwaku

Dalam sibuk dan suntuknya hari-hari pergulatan
Di antara sejuta keluhan dan gemuruhnya keserakahan
Orang-orang berjuang dan saling menerkam
Mengapa aku hanya diam saja, kekasihku
Menyaksikan kemenangan-kemenangan yang menggelikan
Juga kekalahan-kekalahan yang tak lagi mengharukan
Mengapa aku hanya termangu melihat semua ini
Tanpa terlibat atau turut ambil bagian

Mengapa aku selalu menghindar dari keramaian
Mengapa aku seperti kehilangan keinginan
Mengapa aku enggan meneruskan kehidupan
Mengapa aku malas berebut dan berlomba
Mengapa aku muak pada cita-cita dunia
Mengapa aku benci terbitnya matahari
Mengapa aku hanya ingin diam dan sendiri
Tenggelam dalam sepimu yang abadi.


Sumber: Tulisan pada Tembok (2011)

Analisis Puisi:
Puisi "Di Bawah Matahari Kramat Raya" karya Acep Zamzam Noor adalah sebuah karya sastra yang mencerminkan perasaan kebingungan, kecenderungan untuk menjauh dari keramaian, dan pencarian makna dalam tengah-tengah kehidupan yang sibuk dan penuh tekanan. Penyair menggambarkan perasaan terasing dan refleksi pribadi dalam konteks kehidupan kota yang hektik.

Keadaan Kota yang Hektik: Puisi ini menggambarkan suasana jalanan kota yang ramai dan bising, di mana orang-orang berlalu-lalang dalam keriuhan dan kebingungan. Gambaran ini menciptakan kontras dengan keadaan hati penyair yang merasa tidak cocok dengan kebisingan dan kegelisahan tersebut.

Ketidakberdayaan dan Kesunyian:
Penyair merasa terkekang oleh situasi sekitarnya, yang digambarkan melalui kata-kata "Merasakan angin dan debu menampar mukaku" serta "Membiarkan matahari membakar tubuh dan jiwaku." Kata-kata ini menciptakan gambaran tentang perasaan ketidakberdayaan dan keinginan untuk melarikan diri dari realitas yang tidak diinginkan. Penyair merasa sebagai seorang penonton atau saksi yang hanya dapat berdiri di samping dan melihat tanpa terlibat.

Penolakan terhadap Kegilaan Dunia: Puisi ini menggambarkan rasa penolakan dan ketidakpuasan terhadap dunia yang terlalu sibuk dengan persaingan, ambisi, dan hiruk-pikuk. Penyair merasa muak dan jengkel dengan semua itu, yang tercermin dalam baris seperti "Mengapa aku muak pada cita-cita dunia" dan "Mengapa aku benci terbitnya matahari." Ini mencerminkan keinginan penyair untuk menjauh dari kehidupan dunia yang terlalu berlebihan.

Pencarian Makna dan Keberadaan yang Sendiri: Puisi ini menggambarkan perasaan penyair yang merenung dan mencari makna di tengah-tengah kehidupan yang kompleks. Penyair merasa enggan untuk terlibat dalam hiruk-pikuk dan lebih memilih untuk tenggelam dalam kesunyian yang lebih mendalam, yang diwakili oleh "sepimu yang abadi." Hal ini menunjukkan dorongan penyair untuk mencari kebenaran dalam ruang batinnya yang paling dalam.

Puisi "Di Bawah Matahari Kramat Raya" menggambarkan perasaan kebingungan, ketidakpuasan terhadap kehidupan yang sibuk, dan dorongan untuk menjauh dari keramaian. Melalui gambaran kota yang sibuk dan gejolak hati penyair, puisi ini mengungkapkan kecenderungan manusia untuk mencari makna dalam situasi-situasi yang kompleks dan mencari kedamaian dalam diri sendiri.

Acep Zamzam Noor
Puisi: Di Bawah Matahari Kramat Raya
Karya: Acep Zamzam Noor

Biodata Acep Zamzam Noor:
  • Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
  • Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.
© Sepenuhnya. All rights reserved.