Puisi: Elang Laut (Karya Asrul Sani)

Puisi "Elang Laut" karya Asrul Sani menghadirkan gambaran alam yang indah dan merenungkan makna kehidupan, cinta, dan kematian.
Elang Laut

Ada elang laut terbang
senja hari
antara jingga dan merah
surya hendak turun,
pergi ke sarangnya

Apakah ia tahu juga,
bahwa panggilan cinta
tiada ditahan kabut
yang menguap pagi hari?

Bunyinya menguak suram
lambat-lambat
mendekat, ke atas runyam
karang putih,
makin nyata

Sekali ini jemu dan keringat
tiada akan punya daya
tapi topan tiada mau
dan mengembus ke alam luas

Jatuh elang laut
ke air biru, tenggelam
dan tiada timbul lagi
Rumahnya di gunung kelabu
akan terus sunyi, .
Satu-satu akan jatuh membangkai
ke bumi, bayi-bayi kecil tiada
bersuara
Hanya anjing,
malam hari meraung menyalak bulan
yang melengkung sunyi
Suaranya melandai

turun ke pantai
Jika segala
senyap pula,
berkata pemukat tua:
"Anjing meratapi orang mati!"

Elang laut telah
hilang ke lunas kelam
topan tiada bertanya
hendak ke mana dia
Dan makhluk kecil
yang membangkai di bawah
pohon eru, tiada pula akan
berkata:
"Ibu kami tiada pulang"

Sumber: Tiga Menguak Takdir (1950)

Analisis Puisi:
Puisi "Elang Laut" karya Asrul Sani adalah karya sastra yang memadukan elemen alam, makna mendalam, dan perasaan dalam sebuah narasi singkat.

Alam dan Keindahan Alam: Puisi ini membuka dengan gambaran indah matahari terbenam, dengan sorotan pada elang laut yang terbang antara langit senja yang berwarna jingga dan merah. Ini menciptakan gambaran alam yang kuat dan menyoroti keindahan alam.

Simbolisme Elang Laut: Elang laut dalam puisi ini bisa dianggap sebagai simbol kebebasan dan keindahan alam yang bebas. Kematiannya di tengah topan dan tenggelam ke dalam air biru menggambarkan ketidakpastian dan kerentanannya, meskipun ia awalnya terlihat kuat.

Cinta yang Kabur: Penyair mengajukan pertanyaan apakah elang laut juga tahu bahwa panggilan cinta tidak dapat ditahan oleh kabut yang menguap saat pagi hari tiba. Ini bisa diartikan sebagai refleksi tentang ketidakpastian dalam cinta dan kehidupan.

Atmosfer Melankolis: Puisi ini memiliki nada melankolis yang kuat, terutama ketika elang laut jatuh dan rumahnya di gunung kelabu tetap sunyi. Ini menciptakan perasaan kehilangan dan kehampaan.

Penggunaan Bahasa: Penyair menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat dalam puisi ini. Pemilihan kata-kata seperti "jatuh elang laut ke air biru, tenggelam" dan "rumahnya di gunung kelabu akan terus sunyi" memperkuat perasaan kesepian dan kehilangan.

Kontras Alam dan Manusia: Puisi ini menggambarkan kontras antara alam yang indah dan kuat dengan kelemahan manusia. Alam, seperti elang laut dan ombak, tetap tidak peduli dengan manusia, bahkan saat manusia mengalami penderitaan atau kehilangan.

Akhir yang Menggugah: Puisi ini berakhir dengan gambaran anjing yang meratapi orang mati. Ini menciptakan gambaran yang menggugah dan mempertanyakan arti hidup dan kematian dalam konteks alam.

Puisi "Elang Laut" adalah karya sastra yang menghadirkan gambaran alam yang indah dan merenungkan makna kehidupan, cinta, dan kematian. Ini mengundang pembaca untuk merenung tentang peran manusia dalam alam semesta yang luas dan kuasa alam yang lebih besar daripada kita.

Asrul Sani
Puisi: Elang Laut
Karya: Asrul Sani

Biodata Asrul Sani:
  • Asrul Sani lahir pada tanggal 10 Juni 1926 di Sumatera Barat.
  • Asrul Sani meninggal dunia pada tanggal 11 Januari 2004 (ada usia 77 tahun) di Jakarta, Indonesia.
  • Asrul Sani adalah salah satu pelopor Angkatan '45 (bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin).
© Sepenuhnya. All rights reserved.