Puisi: Potret Sendiri Akhir Tahun '50 (Karya Asrul Sani)

Puisi "Potret Sendiri Akhir Tahun '50" karya Asrul Sani menggambarkan perasaan nostalgia dan perubahan di masa akhir tahun 1950-an.
Potret Sendiri Akhir Tahun '50


Tiada lagi, kenangan! Tiada lagi
Jalan kembali telah terkunci,
Pasir mersik beterbangan melarikan jejak kaki,
Tulang-tulang dada sampai meranggah,
Berderik merih karena cekikan
Tetapi pandangan terakhir telah terlupa

Memang kota yang kudekati,
telah kelabu tenggelam dalam peresapan
Serta perburuan si pongang telapak
pada dinding dan ruh-ruh yang telah penasaran
Jalan-jalan lengang, di lorong-lorong tiada lagi
terdengar pekikan

Toh aku mesti jalan,
Kaki berpasang-pasangan, mata ikuti sosok 
tubuhku,
Tapi ini mata pun mata mati
mati dari mulut yang tiada akan bercerita lagi

Ada hati, kalau betul ada hati
Ia merasa kasihan dengan tiada perlu
Dalam mencari kawan baru
Aku hanya ingin menafaskan udara lain
Orang lewat jurang dan tinggalkan dataran

Jika hasil adalah: belati tadi ada di sisi
sekarang tertancap di dada sendiri
Maka kata akhir bukan lagi padaku
Hasil boleh datang kapan ia mau.


Sumber: Mantera (1975)

Analisis Puisi:
Puisi "Potret Sendiri Akhir Tahun '50" karya Asrul Sani adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan perasaan nostalgia dan perubahan di masa akhir tahun 1950-an. Dalam puisi ini, Asrul Sani menciptakan sebuah potret yang melankolis tentang kehilangan dan perubahan.

Kehilangan Kenangan: Puisi ini dimulai dengan kata-kata "Tiada lagi, kenangan! Tiada lagi," yang menciptakan perasaan nostalgia dan kehilangan. Ini menggambarkan perasaan bahwa masa lalu yang indah telah hilang dan tak dapat kembali lagi.

Perubahan dan Penutupan: Puisi ini mengekspresikan perasaan bahwa sesuatu yang berharga telah berakhir. Penutupan atau perubahan yang mencolok terlihat dalam kalimat "Jalan kembali telah terkunci" dan "Memang kota yang kudekati, telah kelabu tenggelam dalam peresapan." Ini menciptakan gambaran tentang masa lalu yang sekarang hanya tinggal kenangan.

Keputusasaan dan Kesunyian: Puisi ini menciptakan gambaran suasana hati yang suram dan kesunyian yang mendalam. Dengan merinci betapa sepi dan sepi kotanya, Asrul Sani menggambarkan keputusasaan dan ketidakpastian.

Perjalanan dan Pencarian Identitas: Kata-kata "Toh aku mesti jalan" menggambarkan perasaan bahwa meskipun segalanya telah berubah, hidup harus terus berlanjut. Ada perasaan keinginan untuk menjelajahi dunia dan menemukan identitas baru.

Kehilangan Kemampuan Berbicara: Puisi ini mencapai klimaksnya dengan kata-kata "Tapi ini mata pun mata mati / mati dari mulut yang tiada akan bercerita lagi." Ini adalah representasi simbolis dari kehilangan kemampuan berbicara dan berbagi cerita.

Kasih dan Keputusasaan: Puisi ini menciptakan perasaan kasih dan empati terhadap orang yang kehilangan dan berubah. Kata-kata "Ada hati, kalau betul ada hati / Ia merasa kasihan dengan tiada perlu / Dalam mencari kawan baru" menggambarkan perasaan kebingungan dan perasaan sendirian yang mungkin dirasakan oleh individu yang mengalami perubahan besar dalam hidupnya.

Hasil dan Akhir yang Tidak Diketahui: Puisi ini mengakhiri dengan pernyataan bahwa hasil atau akhir dari perubahan ini belum diketahui. Ini menciptakan rasa misteri dan ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

Puisi "Potret Sendiri Akhir Tahun '50" adalah karya sastra yang menggambarkan perasaan nostalgia, perubahan, dan ketidakpastian dalam menghadapi perubahan besar dalam hidup. Melalui gambaran-gambar yang kuat, Asrul Sani mengajak pembaca untuk merenungkan perasaan-perasaan ini dan mengeksplorasi kompleksitas manusia dalam menghadapi perubahan.

Asrul Sani
Puisi: Potret Sendiri Akhir Tahun '50
Karya: Asrul Sani

Biodata Asrul Sani:
  • Asrul Sani lahir pada tanggal 10 Juni 1926 di Sumatera Barat.
  • Asrul Sani meninggal dunia pada tanggal 11 Januari 2004 (ada usia 77 tahun) di Jakarta, Indonesia.
  • Asrul Sani adalah salah satu pelopor Angkatan '45 (bersama Chairil Anwar dan Rivai Apin).
© Sepenuhnya. All rights reserved.