Puisi: Aku sudah Lelah Berteriak (Karya Ahmadun Yosi Herfanda)

Puisi "Aku sudah Lelah Berteriak" karya Ahmadun Yosi Herfanda menggambarkan kelelahan, keputusasaan, kritik sosial, dan ekspresi emosi yang kuat.
Aku sudah Lelah Berteriak


Mungkin aku kini akan berbisik saja, pada angin, pada debu yang berpusing, pada semut yang berderet di jendela, pada burung yang melintas di udara. aku sudah lelah berteriak, mengingatkanmu akan riwayat ular dan buaya, yang sesekali menjelma tikus dan musang di lipatan pakaian dinasmu. mungkin daun-daun ayat itu akan layu, dan runtuh bagai helai-helai daun jambu.

Mungkin kini aku akan bergumam saja, membiarkanmu melipatgandakan angka-angka, yang kau curi dari anggaran belanja negara, dan menumpuk di rekening istri simpananmu. Ah, ada pula yang kau sembunyikan di kardus berdebu. bagai igauan ilalang pada embun, bagai igauan ketela pada belatung, aku akan menghitung diam-diam, sampai saatnya darahku mendidih dan kepal tanganku menghantam ke wajahmu. Lalu aku akan kembali bergumam saja, membiarkanmu berlalu dengan wajah lebam dan membiru.

Ah, siapa akan mendengar detak jantungku, galau hatiku, kecamuk otakku. Mungkin aku sisipus yang gigih mendorong batu ke atas bukit itu. Mungkin aku bilal yang terus berseru meski dada ditimpa batu, sampai saatnya batu berbalik menimpuk wajahmu yang dungu.


Kota Tangerang Selatan, Januari 2015

Sumber: Percakapan dalam Kamar dan Sehimpun Sajak Lain (2018)

Analisis Puisi:
Puisi "Aku sudah Lelah Berteriak" adalah sebuah puisi yang menceritakan tentang bagaimana seseorang merasa lelah berteriak untuk dapat dilihat dan didengar. Ia berpikir bahwa ia tidak akan lagi berteriak karena tidak ada yang mendengar, tetapi ia akan berbisik kepada angin, debu, dan semut.

Puisi ini menggambarkan betapa ia merasa terisolasi dan merasa bahwa ia tidak dihargai meskipun ia berteriak. Puisi ini menekankan betapa pentingnya mendengar suara seseorang walaupun hanya sebuah bisikan.

Puisi "Aku sudah Lelah Berteriak" karya Ahmadun Yosi Herfanda memiliki beberapa hal menarik berikut:
  1. Kelelahan dan keputusasaan: Puisi ini mencerminkan perasaan kelelahan dan keputusasaan penyair. Ia menyatakan bahwa ia sudah lelah berteriak dan mengingatkan orang lain akan kejahatan dan kebohongan yang terjadi di sekitarnya. Hal ini mencerminkan rasa putus asa penyair atas ketidakpedulian dan ketidakadilan yang ia lihat di sekitarnya.
  2. Metafora dan imajinasi: Puisi ini menggunakan bahasa metaforis dan imajinatif untuk menyampaikan pesannya. Penyair berbicara pada angin, debu, semut, dan burung sebagai simbol alam yang tampaknya lebih memperhatikan daripada manusia. Hal ini mencerminkan kesendirian dan ketidakmampuan penulis untuk menemukan pendengar yang tepat.
  3. Kritik sosial: Puisi ini mengandung elemen kritik sosial terhadap korupsi dan kecurangan yang terjadi di lingkungan sekitar penyair. Ia menyebutkan pencurian anggaran belanja negara dan kecurangan dalam hubungan pribadi. Puisi ini mencerminkan perasaan kekecewaan penulis terhadap ketidakadilan dan kebohongan yang menghancurkan kepercayaan dan moralitas.
  4. Ekspresi emosi yang kuat: Puisi ini mengekspresikan emosi yang kuat, seperti kekesalan, kemarahan, dan keputusasaan. Penyair merasa terpinggirkan dan tidak didengar, namun ia menyatakan keteguhan hatinya untuk tetap berbicara meski dalam gumaman. Ia juga mengungkapkan keinginan untuk melawan ketidakadilan dan melampiaskan emosi dengan cara yang ekstrem.
Puisi "Aku sudah Lelah Berteriak" karya Ahmadun Yosi Herfanda menggambarkan kelelahan, keputusasaan, kritik sosial, dan ekspresi emosi yang kuat. Dengan menggunakan bahasa yang kuat dan imajinatif, penulis mencoba menyampaikan pesan tentang kekecewaan dan ketidakadilan yang dialaminya. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang tanggung jawab kita terhadap masyarakat dan pentingnya menyuarakan kebenaran meski dihadapkan pada kelelahan dan ketidakpedulian.

Ahmadun Yosi Herfanda
Puisi: Aku sudah Lelah Berteriak
Karya: Ahmadun Yosi Herfanda

Biodata Ahmadun Yosi Herfanda:
  • Ahmadun Yosi Herfanda (kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH) adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari 1958.
  • Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal: Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.