Puisi: Asap (Karya Beni Setia)

Puisi "Asap" karya Beni Setia menyajikan kritik sosial, kepedulian lingkungan, dan analisis budaya dalam setiap bagian, mengungkapkan bagaimana ...
Asap (1)


Pada rak terbawah di etalase kiri, pada seksi
ekologi indonesia di frankfurt book fair itu:
tersipampang seplastik asap orisinil - terlihat
galau, menggeliat sehingga itu disegel rapat

Tidak akan tergambarkan oleh bahasa apapun
-tapi bila itu dibuka: terdengar gemuruh api
membakar hutan, jeritan hewan terpanggang
serta dengking napas manusia tercekik asap.

"Itu semuanya konkrit - kontekstualitstik"
katamu. semua itu menembus selat serta laut,
serupa isyarat dari si kuku kaki terbakar, aura
jangat serta daging yang mulai terpanggang.

Meski tuna kecap serta garam, telanjang bagai
data ekspor terbaru - free bonus: produk lokal.


Asap (2)


Alam kebakaran hotel bintang lima itu
bersilengking terpapar asap rokok - itu,
padahal, baru tiga hisapan.

Si manajer hotel telepon, mempersilakan
santai di kolam renang, dekat dinding pas
mendekat ke perkampungan kumuh.

Atau naik ke puncak, menyimak panorama
malam: mempertimbangkan meloncat atau
pelan-pelan lambat-lambat merokok.

: Kenapa tak mengirim aku ke borneo tengah,
ke asbak besar tempat segala terbakar, serta
paru-paru primata mulai terpanggang?


Asap (3)


Itu surga di hari tua: berkebun sambil santai
menghangatkan tubuh setiap pagi. Selingan
di masa pensiun di masa tidak berguna.

Menunggu sirsak matang, bagi cucu yang
berkunjung sabtu-minggu - atau: tetangga
yang nanti akan ikhlas menguburkanku.

Dan di sore hari membakar sampah kebun
: daun kering gemeritik, saat sisa minyak
nabatinya menguap disengat api kecil.

Mengusir nyambuk dari rumah lewat jendela
yang dibuka lebar. dipampangkan, sebelum
dikunci sepanjang malam di saat terlelap.

Lupa kalau perdu serta pohon--bukan cuma
daun - dibakar, dan asapnya menyerbu kota
: memanggang anak-anak + orang dewasa
metoda kasar menurunkan harapan hidup.


Asap (4)


Budaya sunda sangat patriarkik. mereka suka
mencumbu anak lelakinya dengan panggilan:
asep - kasep, tampan--dengan rayuan aa.

Bagus atau gus kalau di jawa, sumatra serta
borneo menirunya, dengan membuat asap -
dengan massal membakar perdu dan hutan.

Malahan mengekspornya ke singapura serta
malaysia - seperti kita membanggakan awan
debu kekal letusan krakatau dan tambora.

Dan kamus di neka bahasa di dunia pun akan
suka rela mencatat kosa kata baru - diksi aa,
dari runtuk-kutuk anjing, anjrit atau asu.


Asap (5)


Arang membara itu basis kuliner khas - sate

Ranting dan dahan pilihan dibakar di dalam
rongga yang tertutup tanah. Asap mengepul
karena pembakaran sengaja kurang oksigen

Di saat yang tepat: segera disiram dengan air

: Ranting dan dahan akan menghitam. Sisa api
pemanggang tak memusnahkannya. Itu basis
kuliner khas: surabi oncom, bakmi nyemek

Sekarang mereka sedang mengolah menu rusa
atau orang-utan-garing, menu instan siap sedu
- cukup tinggal disedu dengan air panas saja.

Lagi berpesta: pengantin atau pengayau arang


Asap (6)


Sebubungan asap dari sekitar 70 hektar hutan
terbakar, disedu 15 penerbangan dari pesawat
pengangkut a 20 ton air tawar atau payau.

Bunyi desis mirip aneka bumbu nasi goreng
digongso - sebelum udang, sosis, telur, dan nasi
dicampurkan serta terhidang di meja makan

Kemudian bersandar: menyimak televisi, sambil
membaca koran dan bergurau tentang gosip artis
- menanti hidangan penutup yang selalu telat

Secangkir kopi serta sebungkus rokok - Indonesia
itu surga untuk orang usil serta terlengas. Katanya
"Selalu seperti merokok di ruang tertutup ber-AC"


Analisis Puisi:
Puisi "Asap" karya Beni Setia adalah kumpulan sajak yang merangkum berbagai aspek yang terkait dengan asap, mulai dari asap lingkungan, asap rokok, hingga simbolisme budaya yang berkaitan dengan asap.

Penyair menggunakan asap sebagai metafora untuk berbagai konteks yang terkait dengan lingkungan, politik, budaya, dan kehidupan sehari-hari. Dalam setiap bagian puisi, ia membahas asap dari sudut pandang yang berbeda, mengeksplorasi hubungannya dengan berbagai hal, termasuk ekologi, hotel mewah, lingkungan kampung, dan kehidupan sehari-hari.

Asap (1): Menggambarkan asap dalam konteks bencana lingkungan, menunjukkan bagaimana asap dihubungkan dengan bencana kebakaran hutan. Penyair memberikan gambaran yang kuat tentang dampak asap terhadap lingkungan dan kehidupan, seperti kerusakan hutan, dampak terhadap hewan, dan kesehatan manusia.

Asap (2): Mengungkapkan ironi dalam perlakuan elit terhadap asap. Penyair membandingkan kebakaran hutan dengan kenyamanan dan keleluasaan para pejabat yang jauh dari masalah tersebut. Penyair mengkritik ketidakpedulian mereka terhadap bencana lingkungan dan ketidakadilan sosial.

Asap (3): Memperlihatkan hubungan pribadi dengan asap, khususnya dalam konteks kehidupan sehari-hari di pedesaan. Bagian ini memberikan gambaran tentang aktivitas sehari-hari, kebiasaan membakar sampah, dan dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan.

Asap (4): Membahas budaya sunda dan perlakuan terhadap anak lelaki, dan menyusuri pemakaian istilah seperti "asep" yang menyebabkan pemaknaan baru dalam kamus bahasa. Penyair menciptakan analogi antara hubungan keluarga dengan cara membakar hutan.

Asap (5): Membicarakan pembakaran untuk keperluan kuliner tradisional. Penyair menggambarkan bagaimana proses memasak menggunakan arang secara detail dan mengaitkannya dengan menu makanan.

Asap (6): Menyoroti tanggapan pemerintah terhadap bencana kebakaran hutan dan cara mereka menangani hal tersebut, dengan memberikan ilustrasi satir.

Puisi ini menyajikan kritik sosial, kepedulian lingkungan, dan analisis budaya dalam setiap bagian, mengungkapkan bagaimana asap mencerminkan permasalahan dan pola pikir yang mempengaruhi kehidupan manusia. Tema utamanya adalah lingkungan, ketidakadilan sosial, serta kompleksitas hubungan antara manusia dan alam.

Beni Setia
Puisi: Asap
Karya: Beni Setia

Biodata Beni Setia:
  • Beni Setia lahir pada tanggal 1 Januari 1954 di Soreang, Bandung Selatan, Jawa Barat, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.