Puisi: Nyanyian Kota Peradaban (Karya Ahmadun Yosi Herfanda)

Puisi "Nyanyian Kota Peradaban" karya Ahmadun Yosi Herfanda menggambarkan kebingungan dan kekosongan spiritual dalam konteks kota modern yang penuh ..
Nyanyian Kota Peradaban
(Jakarta)

Di kota peradaban orang-orang mencari Tuhan
di bar-bar dan bursa-bursa perempuan, bank-bank
dan perkantoran. Politikus pun mengaum: dimana
Tuhan dimana? Birokrat menjawab sambil menguap:
di sini Tuhan di sini. Ketika orang-orang berdatangan
yang teronggok cuma berhala kekuasaan.

Meninggalkan Tuhan dalam dirinya, orang-orang
makin sibuk mencari Tuhan, memanggil-manggil:
Tuhan, dimana kau Tuhan? Di sini Tuhan di sini
jawab suara di hotel-hotel dan kelab malam. Ketika
orang-orang berdatangan, yang terhampar cuma
kelamin-kelamin rindu bersebadan.

Di kota peradaban orang-orang mencari Tuhan
hilir-mudik di jalan-jalan, berebut keluar masuk
diskotik dan pasar-pasar swalayan
orang-orang lupa, Tuhan dalam hati sendiri
tak pernah pergi.

1992

Sumber: Sembahyang Rumputan (1996)

Analisis Puisi:

Puisi "Nyanyian Kota Peradaban" karya Ahmadun Yosi Herfanda adalah sebuah kritik sosial yang dalam, yang menggambarkan kebingungan dan kekosongan spiritual dalam konteks kota modern yang penuh dengan kehidupan perkotaan dan kesibukan.

Gambaran Kota Peradaban: Puisi ini menggambarkan sebuah kota modern yang dipenuhi dengan beragam aktivitas, tempat, dan orang. Kota ini adalah simbol peradaban, tetapi juga tempat di mana kehidupan spiritual terabaikan dan hilang.

Pencarian Tuhan: Dalam puisi ini, orang-orang di kota peradaban tampak kebingungan dalam pencarian Tuhan. Mereka mencari-Nya di tempat-tempat yang tidak tepat, seperti bar-bar, bursa-bursa, diskotik, dan pasar swalayan. Pencarian mereka terfokus pada hal-hal duniawi dan materialis, sementara mereka meninggalkan kehadiran Tuhan dalam diri mereka sendiri.

Kritik Terhadap Kekosongan Spiritual: Puisi ini menyampaikan kritik terhadap kekosongan spiritual yang melanda masyarakat perkotaan. Meskipun mereka sibuk mencari Tuhan di luar diri mereka, mereka lupa bahwa Tuhan selalu ada dalam hati mereka sendiri. Kekosongan ini mengarah pada hilangnya nilai-nilai spiritual dan moral dalam kehidupan sehari-hari.

Ironi Politik dan Birokrasi: Puisi ini juga mencerminkan ironi politik dan birokrasi dalam mencari Tuhan. Politikus dan birokrat menggambarkan diri mereka sebagai penjaga Tuhan, tetapi sebenarnya mereka hanya terlibat dalam permainan kekuasaan dan keserakahan.

Gaya Bahasa yang Kuat: Penggunaan bahasa dalam puisi ini cukup kuat dan menggambarkan suasana kehidupan di kota peradaban dengan jelas. Metafora seperti "kelamin-kelamin rindu bersebadan" menyampaikan gambaran yang kuat tentang kekosongan dan kegelapan spiritual yang melanda kota tersebut.

Dengan menggunakan bahasa yang indah dan metafora yang kuat, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang pentingnya nilai-nilai spiritual dalam kehidupan modern yang semakin terjebak dalam kesibukan dan kehidupan duniawi. Puisi ini merupakan panggilan untuk kembali kepada hakikat manusia dan kehadiran Tuhan dalam hati kita sendiri.


Ahmadun Yosi Herfanda
Puisi: Nyanyian Kota Peradaban
Karya: Ahmadun Yosi Herfanda

Biodata Ahmadun Yosi Herfanda:
  • Ahmadun Yosi Herfanda (kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH) adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari 1958.
  • Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal: Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.