Puisi: Pledoi bagi Kucing (Karya Beni Setia)

Puisi "Pledoi bagi Kucing" menegaskan pentingnya penerimaan terhadap keunikan dan naluri alami kucing serta menolak segala bentuk kekerasan atau ...
Pledoi bagi Kucing

Tuan dan nyonya, kucing adalah kucing
rumah tak akan membuatnya jadi anjing, jadi
ikan akuarium atau burung sangkar.
Kucing adalah kucing! Suka menyelinap dari
lengah dan menyikat sate di meja, suka ikan
di akuarium dan tekukur di sangkar.

Kucing tidak malas atau jahat - ia cuma
setia pada kodrat + naluri kucing.

Tuan dan nyonya, kucing adalah kucing,
perlakukan kucing sebagai kucing - jangan
dibacok, jangan diracun, jangan diculik;
Sebagai kucing dan jangan diperlakukan
sebagai manusia dan penjahat.

Kucing hanya peka akan kelengahan - ia
terikat oleh kodrat + naluri kucing.

Tuan + nyonya, kucing adalah kucing
cukup disembur dengan air sambil dibentak,
atau dikejar sambil digertak dengan lidi
dan kucing tak perlu ditembak atau digantung
karena kucing bukan Kusni Kasdut atau Hengky
Tupanwael atau Oesin Batfari.

Kucing adalah kucing - ia bukan kambing
yang naik ke Surga di pedang Ibrahim.

1982/1984/1987

Analisis Puisi:

Puisi "Pledoi bagi Kucing" karya Beni Setia mengangkat isu perlakuan terhadap kucing dan mengajak untuk memperlakukan kucing sesuai dengan kodrat dan nalurinya.

Identitas Kucing: Penekanan pada identitas kucing sebagai kucing sangat kuat dalam puisi ini. Kucing tidak dapat diubah menjadi hewan lain seperti anjing, ikan, atau burung. Hal ini menyoroti pentingnya menghormati sifat dan kodrat alamiah suatu makhluk.

Karakter Kucing: Puisi menegaskan bahwa kucing tidak malas atau jahat. Mereka hanya menjalani hidup sesuai dengan naluri dan kodratnya. Ini menekankan pentingnya memahami dan menghormati keunikan dan kecenderungan alami kucing.

Perlakuan yang Layak: Penulis menyerukan agar kucing diperlakukan dengan layak sesuai dengan sifatnya sebagai kucing. Larangan terhadap perlakuan kasar seperti dibacok, diracun, atau diculik menunjukkan kepedulian terhadap kesejahteraan hewan.

Penolakan Kekerasan: Puisi ini menolak segala bentuk kekerasan terhadap kucing. Bahkan tindakan sekecil menyemprotkan air atau mengusir dengan lidi dianggap sudah cukup. Pembanding dengan tokoh-tokoh kontroversial menegaskan bahwa kucing bukanlah obyek untuk dihukum atau disiksa.

Analogi dengan Kambing: Puisi menutup dengan analogi yang kuat, menyatakan bahwa kucing adalah kucing, bukan kambing yang naik ke surga seperti dalam kisah pedang Ibrahim. Hal ini menekankan bahwa kucing harus diperlakukan sesuai dengan kodratnya dan tidak diperlakukan secara kejam atau tidak manusiawi.

Puisi "Pledoi bagi Kucing" adalah sebuah seruan untuk menghormati dan memperlakukan kucing sesuai dengan sifat dan kodratnya. Puisi ini menegaskan pentingnya penerimaan terhadap keunikan dan naluri alami kucing serta menolak segala bentuk kekerasan atau perlakuan tidak manusiawi terhadap hewan tersebut.

Beni Setia
Puisi: Pledoi bagi Kucing
Karya: Beni Setia

Biodata Beni Setia:
  • Beni Setia lahir pada tanggal 1 Januari 1954 di Soreang, Bandung Selatan, Jawa Barat, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.