Puisi: Resonansi Buah Apel (Karya Ahmadun Yosi Herfanda)

Puisi "Resonansi Buah Apel" karya Ahmadun Yosi Herfanda mengajak kita untuk merenungkan praktik korupsi dalam pemerintahan dan pentingnya ...
Resonansi Buah Apel


Buah apel yang kubelah dengan pisau sajak
tengadah di atas meja. Dan, dengan kerlingnya
mata pisau sajakku berkata, "Lihatlah, ada puluhan
ekor ulat besar yang tidur dalam dagingnya!"
memandang buah apel itu aku seperti
memandang tanah airku. Daging putihnya
adalah kemakmuran yang lezat dan melimpah
sedang ulat-ulatnya adalah para pejabat
yang malas dan korup.

Tahu makna tatapanku pisau itu pun berkata,
"Kau lihat seekor ulat yang paling gemuk
di antara mereka? Dialah presidennya!"

Buah apel dan ulat
ibarat negara dan koruptornya
ketika buah apel membusuk
ulat-ulat justru gemuk di dalamnya.


Jakarta, 1999/2003

Sumber: Boemipoetra (Juli-Agustus, 2008)

Analisis Puisi:
Puisi merupakan salah satu bentuk seni sastra yang memungkinkan penyair untuk mengungkapkan gagasan, perasaan, dan pemikiran mereka melalui kata-kata. Puisi "Resonansi Buah Apel" karya Ahmadun Yosi Herfanda adalah contoh yang kuat dari puisi dengan elemen kritik sosial yang mendalam. Dalam puisi ini, penyair menggunakan imaji buah apel dan ulat untuk menyampaikan kritiknya terhadap korupsi dalam konteks pemerintahan.

Kesan Pertama: Puisi ini dibuka dengan gambaran visual seorang individu yang membelah sebuah buah apel dengan pisau sajak. Ini adalah gambaran yang sederhana tetapi memiliki makna mendalam. Saat mata pisau sajak berkata, "Lihatlah, ada puluhan ekor ulat besar yang tidur dalam dagingnya!" penyair tidak hanya menggambarkan adegan fisik, tetapi juga memperkenalkan metafora yang menghubungkan buah apel dengan negara.

Simbolisme Buah Apel dan Ulat: Buah apel dalam puisi ini diartikan sebagai negara, sementara ulat-ulat dalam daging buah apel adalah para pejabat yang malas dan korup. Melalui penggambaran ini, penyair mengungkapkan kritik sosial terhadap praktik korupsi yang merajalela di dalam struktur pemerintahan. Ia menggambarkan bagaimana korupsi telah merasuki negara seperti ulat-ulat yang "gemuk" dan menyedot kekayaan negara.

Presiden Sebagai Ulat Tergemuk: Penyair menciptakan elemen dramatis dalam puisi dengan mengungkapkan bahwa "presiden" di antara ulat-ulat adalah yang paling gemuk. Ini adalah sindiran terhadap korupsi dalam tingkatan tertinggi pemerintahan, yang seringkali dianggap sebagai contoh terbaik dari korupsi yang meluas. Penyair menciptakan perbandingan yang kuat antara ulat-ulat koruptor dan pemimpin negara, menyoroti bagaimana tindakan korupsi merusak dan merugikan negara.

Pesan Tersembunyi: Melalui puisi ini, Ahmadun Yosi Herfanda mengingatkan pembaca akan dampak korupsi dalam pemerintahan. Puisi ini mendorong kita untuk merenungkan konsekuensi negatif yang timbul ketika korupsi merajalela dalam sebuah negara. Gambaran ulat-ulat yang "gemuk" di dalam buah apel yang membusuk adalah gambaran yang kuat tentang bagaimana praktik korupsi dapat menguras sumber daya dan kemakmuran negara.

Resonansi dengan Konteks Sosial: Puisi ini memiliki resonansi yang kuat dalam konteks sosial di mana korupsi merupakan masalah serius. Ahmadun Yosi Herfanda menggunakan seni sastra untuk mengkritik sistem korupsi yang merugikan banyak orang dan mempengaruhi stabilitas negara. Puisi ini mengingatkan kita akan pentingnya memerangi korupsi dan menjaga integritas pemerintahan.

Dalam "Resonansi Buah Apel," Ahmadun Yosi Herfanda berhasil menciptakan sebuah karya seni sastra yang tidak hanya memukau secara estetis, tetapi juga membawa pesan penting tentang isu sosial yang relevan. Puisi ini mengajak kita untuk merenungkan praktik korupsi dalam pemerintahan dan pentingnya transparansi dan kejujuran dalam menjaga kemakmuran negara.

Ahmadun Yosi Herfanda
Puisi: Resonansi Buah Apel
Karya: Ahmadun Yosi Herfanda

Biodata Ahmadun Yosi Herfanda:
  • Ahmadun Yosi Herfanda (kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH) adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari 1958.
  • Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal: Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.