Analisis Puisi:
Puisi "Terdengar Panggilan Itu Lagi" karya Ahmadun Yosi Herfanda adalah ungkapan spiritualitas yang mendalam, di mana penyair mencoba menyampaikan pengalaman mendengar panggilan rohani atau panggilan Tuhan.
Panggilan Rohani yang Misterius: Puisi ini dimulai dengan deskripsi panggilan yang misterius, yang tidak dapat diraba atau dipahami oleh alat pelacak apa pun. Penyair menggunakan bahasa yang mengisyaratkan bahwa panggilan tersebut berasal dari dimensi spiritual yang tidak dapat dilihat atau diukur dengan cara konvensional.
Sensasi Mendengar Panggilan: Penyair menggambarkan sensasi mendengar panggilan itu sebagai pengalaman yang mendalam dan menggetarkan. Suara panggilan tersebut dianggap begitu dekat, seperti berasal dari dalam diri sendiri dan dari sekitar lingkungan alam.
Panggilan Menuju Spiritualitas: Penyair menafsirkan panggilan itu sebagai suara Rindu atau panggilan rohani yang mengarahkan dirinya untuk mendekat pada Tuhan. Ada nuansa keagamaan dan spiritualitas yang kuat dalam puisi ini, di mana penyair merespons panggilan tersebut dengan keinginan untuk menghadap pada Tuhan dengan penuh cinta.
Makna Metaforis: Beberapa penggunaan metafora, seperti panggilan dari balik daun telinga atau dari dalam tiap gelembung oksigen, menambah dimensi kealamian dan keabadian pada pengalaman mendengar panggilan tersebut. Hal ini mencerminkan kehadiran Tuhan dalam setiap aspek kehidupan dan alam semesta.
Dengan demikian, puisi "Terdengar Panggilan Itu Lagi" adalah puisi yang menggambarkan pengalaman spiritual yang mendalam, di mana penyair merespons panggilan rohani dengan keinginan untuk mendekat pada Tuhan dengan cinta dan penuh pengabdian. Puisi ini mengeksplorasi tema keagamaan dan hubungan antara manusia dengan yang Maha Kuasa.
- Ahmadun Yosi Herfanda (kadang ditulis Ahmadun Y. Herfanda atau Ahmadun YH) adalah seorang penulis puisi, cerpen, esai, sekaligus berprofesi sebagai jurnalis dan editor berkebangsaan Indonesia yang lahir pada tanggal 17 Januari 1958.
- Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai media-media massa, semisal: Horison, Kompas, Media Indonesia, Republika, Bahana, dan Ulumul Qur'an.