Puisi: Negeri Genjer (Karya Cucuk Espe)

Puisi "Negeri Genjer" tidak hanya mengkritisi kondisi politik dan pemerintahan, tetapi juga menciptakan gambaran yang kuat tentang kesengsaraan ...
Negeri Genjer
(dibaca dengan iringan lagu Genjer-Genjer)


Ada cerita dari Negeri Genjer
Yang punya pemimpin super encer
Yang punya aparat seperti herder
Namun rakyat pating keleler
-; Korupsi menjadi laku populer

Genjer-genjer negeriku
Yang punya anggota DPR teler
Yang punya politikus rebutan order
Petani-petani kehilangan pacul
Karena sawah pada gundul
Menipu perut dengan nasi tiwul
-; Lihat! Pejabat mulutnya sebakul

Jika begini,
Bubarlah negeri ini
Negeri yang lupa rakyat
Perampok berdasi pejabat
Bermuka manis, rakyat sekarat.
Di Negeri Genjer!


Jombang, 2011

Analisis Puisi:
Puisi "Negeri Genjer" karya Cucuk Espe merupakan karya yang mengkritisi kondisi pemerintahan dan politik di suatu negara yang diilustrasikan dengan metafora "Negeri Genjer". Melalui bahasa yang lugas dan ekspresif, penyair menyampaikan ketidakpuasan terhadap perilaku pemimpin, aparat, dan politikus yang dianggap korup dan merugikan rakyat.

Metafora Negeri Genjer: Penggunaan metafora "Negeri Genjer" merujuk pada suatu negara yang diidentifikasi dengan kekeringan dan kelaparan. Genjer sendiri adalah tanaman yang tumbuh di tanah yang kurang subur dan dapat diartikan sebagai simbol kemiskinan atau keterbatasan sumber daya.

Kritik terhadap Pemimpin dan Aparat: Penyair secara tegas mengkritik pemimpin dan aparat negara yang dijelaskan sebagai "pemimpin super encer" dan "aparat seperti herder." Metafora ini mengekspos ketidakmampuan dan ketidakpedulian pemerintah dalam memimpin dan melindungi rakyat.

Korupsi sebagai Tema Utama: Puisi ini menyoroti korupsi sebagai masalah utama yang merajalela di Negeri Genjer. Penyair mengekspresikan bahwa korupsi telah menjadi "laku populer" dan merugikan rakyat. Pemberian suap dan perilaku koruptif para pejabat tampak menghancurkan kehidupan masyarakat.

Kehilangan Identitas Petani: Puisi menciptakan gambaran bahwa sawah yang gundul menandakan kehilangan identitas petani. Petani yang seharusnya menjadi tulang punggung negeri malah kehilangan pekerjaan dan alat kerjanya.

Kritik terhadap Anggota DPR dan Politikus: Pemilihan kata-kata seperti "DPR teler" dan "politikus rebutan order" mengekspresikan ketidakpuasan terhadap anggota DPR yang dianggap tidak bekerja dengan baik dan politikus yang hanya mencari keuntungan pribadi.

Keluhan terhadap Pemerintah yang Tidak Berpihak: Penyair menyampaikan keluhan bahwa negeri ini "lupa pada rakyat." Pemerintah dianggap sebagai perampok berdasi yang hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, sementara rakyat hidup dalam kondisi sulit.

Panggilan untuk Pembubaran Negeri: Puisi ini mencapai puncaknya dengan panggilan untuk pembubaran negeri ini karena kekecewaan terhadap pemerintahan yang tidak berpihak pada rakyat. Penggunaan kata "Bubarlah negeri ini" menjadi refleksi keputusasaan dan keinginan untuk perubahan.

Bahasa yang Lugas dan Ekspresif: Pemilihan kata yang lugas dan ekspresif memperkuat pesan kritik dalam puisi ini. Bahasa yang digunakan mencerminkan ketidakpuasan dan kemarahan penyair terhadap kondisi yang dijelaskan.

Puisi "Negeri Genjer" tidak hanya mengkritisi kondisi politik dan pemerintahan, tetapi juga menciptakan gambaran yang kuat tentang kesengsaraan rakyat di tengah ketidakadilan dan ketidaksetaraan. Dengan nada yang tegas dan provokatif, penyair menyerukan perubahan dan keadilan untuk rakyat Negeri Genjer.

"Cucuk Espe"
Puisi: Negeri Genjer
Karya: Cucuk Espe
© Sepenuhnya. All rights reserved.