Puisi: Bunga Es (Karya Kinanthi Anggraini)

Puisi "Bunga Es" menghadirkan citra-citra yang kuat dan simbolisme yang mendalam, mengajak pembaca untuk merenungkan kompleksitas kehidupan dan ...
Bunga Es


Melihat Malaikat Jibril
memunguti bulu embun yang menempel
di setiap kaca di sekitar wawang tidur
serupa mendung yang surut bersama hujan
yang enggan menundukkan pandangan
saat memegang ekor petir di langit-langit lemari.

Kerap kali sebuah benda tajam berkilau abu-abu
membenturkan taringnya di sisi ranting tubuh
serupa tahanan yang memonopoli perdagangan toko
duri-duri sombong sempurna dan kekal dengan prasangka.

Tapi tunggu, di matanya ada televisi
yang menyiarkan betapa buruknya perkiraan cuaca
getir beraroma pahit dalam tempurung kelapa beku
terbungkus oleh salju tiruan
tak terlihat ataupun kepanasan.

Sementara ingatan telah hilang tentang ikan-ikan,
daging giling dan sayur mayur
yang kulitnya tak sampai berkerut berhari-hari
sebelum sampai di mulut-mulut jagal bergigi.

Es terasa dingin
bersama manis gula yang terbawa oleh angin
namun bunganya tak jua membeku
bunga yang menempel di atas
dinginnya perasaanmu.


Magetan, 19 Maret 2014

Sumber: Lampung Post (Minggu, 18 Mei 2014)

Analisis Puisi:

Puisi "Bunga Es" karya Kinanthi Anggraini merupakan karya sastra yang sarat dengan simbolisme dan imajinasi. Dalam analisis ini, kita akan menyelami makna-makna yang tersembunyi di balik metafora dan gambaran yang digambarkan dalam puisi tersebut.

Gambaran Alam dan Makna Simbolis: Puisi ini dibuka dengan gambaran Malaikat Jibril yang memunguti bulu embun. Hal ini dapat diartikan sebagai keindahan alam yang halus dan lembut, tetapi juga sementara. Malaikat Jibril, sebagai figur spiritual, dapat merepresentasikan kehadiran yang suci.

Kontras Antara Kelembutan dan Kekerasan: Ada kontras yang mencolok antara kelembutan bulu embun dan benda tajam berkilau abu-abu yang membenturkan taringnya. Hal ini menciptakan gambaran tentang dualitas kehidupan, di mana keindahan dan kekerasan bisa bersama-sama ada.

Metafora Perdagangan dan Keangkuhan: Pada bagian berikutnya, penyair menyajikan metafora perdagangan toko dan duri-duri sombong yang memonopoli. Ini dapat diartikan sebagai kritik terhadap keangkuhan dan sikap sombong yang mendominasi dalam suatu sistem atau masyarakat.

Televisi dan Cuaca Buruk: Penggambaran televisi yang menyiarkan perkiraan cuaca buruk menciptakan citra getir dan pahit dalam tempurung kelapa beku. Ini bisa mencerminkan realitas pahit dalam kehidupan, tersembunyi di balik pengalaman dan keberlanjutan rutinitas.

Hilangnya Ingatan dan Kebebasan: Selanjutnya, penyair menyebutkan hilangnya ingatan tentang bahan makanan dan kehilangan kebebasan. Ini dapat diartikan sebagai perubahan zaman yang mengakibatkan kehilangan nilai-nilai tradisional dan keseimbangan dalam kehidupan.

Dinginnya Es dan Perasaan yang Tidak Beku: Akhir puisi membahas perasaan yang dingin, disertai dengan bunga es yang tidak membeku. Ini bisa menggambarkan kebekuan perasaan dan hubungan yang tidak menghangat, meskipun ada keindahan dan kelembutan dalam kehidupan.

Puisi "Bunga Es" menghadirkan citra-citra yang kuat dan simbolisme yang mendalam, mengajak pembaca untuk merenungkan kompleksitas kehidupan dan dinamika emosi manusia. Dengan menggunakan bahasa metaforis dan imajinatif, Kinanthi Anggraini berhasil menciptakan karya yang memprovokasi pemikiran dan perasaan pembaca.

Kinanthi Anggraini
Puisi: Bunga Es
Karya: Kinanthi Anggraini

Biodata Kinanthi Anggraini:
    Kinanthi Anggraini lahir pada tanggal 17 Januari 1989 di Magetan, Jawa Timur.

    Karya-karya Kinanthi Anggraini pernah dimuat di berbagai media massa lokal dan nasional, antara lain Horison, Media Indonesia, Indopos, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Basis, Sinar Harapan, Banjarmasin Post, Riau Pos, Lampung Post, Solopos, Bali Post, Suara Karya, Tanjungpinang Pos, Sumut Pos, Minggu Pagi, Bangka Pos, Majalah Sagang, Malang Post, Joglosemar, Potret, Kanal, Radar Banyuwangi, Radar Bojonegoro, Radar Bekasi, Radar Surabaya, Radar Banjarmasin, Rakyat Sumbar, Persada Sastra, Swara Nasional, Ogan Ilir Ekspres, Bangka Belitung Pos, Harian Haluan, Medan Bisnis, Koran Madura, Mata Banua, Metro Riau, Ekspresi, Pos Bali, Bong-Ang, Hayati, MPA, Puailiggoubat, Suara NTB, Cakrawala, Fajar Sumatera, Jurnal Masterpoem Indonesia, dan Duta Selaparang.

    Puisi-puisi Kinanthi Anggraini terhimpun di dalam buku Mata Elang Biru (2014) dan Bunga-Bunga Bunuh Diri di Babylonia (2018). Karya-karyanya juga diterbitkan dalam cukup banyak buku antologi bersama.

    Nama Kinanthi Anggraini tertulis dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia (2017).
    © Sepenuhnya. All rights reserved.